3. Anggapan Perempuan Minangkabau sebagai Sosok yang Terlalu Berkuasa
Dengan sedemikian rupa Minangkabau menyediakan posisi yang tinggi untuk perempuan, lantas membuat perempuan menjadi sosok yang super power dan bisa mengakses segala hal?
Tentu saja tidak, selain memuliakan wanita sebagai tonggak generasi, Minangkabau juga menjunjung tinggi azas dimana pemimpin tetaplah seorang laki-laki, hal ini seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 34 yang artinya:
“Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karenanya Allah telah melebihkan sebahagian dari mereka (laki-laki) dari sebahagian lainnya (perempuan), dan karena mereka para laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Minangkabau tidak hanya menjunjung tinggi derajat perempuan, melainkan juga melindungi mereka deran peranan laki-laki di dalamnya.
Menurut Yus Datuk Parpatih, kekuasaan perempuan di Minangkabau bersifat cepat- terbatas, dimana kekuasaan seorang perempuan hanya sebatas sesuatu hal yang benar-benar miliknya saja, dan bukan milik bersama kaum.
Meskipun dalam pemanfaatan dan pengolahan hasil dari suatu harta yang dimiliki oleh suku atau kaum, seperti rumah atau sawah, perempuan hanya memiliki hak garap atau hak pakai saja dan tidak hak milik.
Pepatah Minangkabau yang berbunyi “amban pucuak aluang bunian” menggambarkan peranan perempuan dalam memegang harta kekayaan suatu kaum, akan tetapi tidak diberi kewenangan untuk dipergunakan sembarangan tanpa seizin mamak atau kaum bersangkutan.
Hanya membahas satu sistem saja sudah menggambarkan betapa teliti dan mendalamnya pemikiran orang-orang Minangkabau di zaman dahulu.