Kriteria kedua yang dapat lulus dalam seleksi platform ini adalah guru lulusan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), selain itu guru honorer lulusan PPG juga dapat mendaftarkan diri kedalam platform ini.
Nadiem mengatakan semua guru yang telah terdaftar di platform ini sudah berhak untuk mengajar disekolah, karena telah melalui seleksi kriteria yang ketat.
Menurut Nadiem sendiri, dengan adanya platform ini, pendaftaran guru dapat menjadi lebih fleksibel tanpa menunggu proses perekrutan terpusat, selain itu keunggulan lainnya adalah dimana guru dapat memilih lokasi mengajar yang mereka inginkan.
Hal ini dapat memperkecil kemungkinan lulusan PPPK yang terkendala dengan jauhnya jarak tempuh mengajar ke sekolah yang akan mereka tuju.
“Jadi ini real time, bener-bener kita mengikuti kebutuhan masing-masing sekolah di daerah” kata Nadiem.
Proses perekrutan guru saat ini juga akan mengalami perubahan, dimana akan mengikuti sistem yang telah diatur didalam Platform tersebut, diantaranya adalah;
1. Anggaran gaji dan tunjangan guru ASN akan dialihkan lansung ke sekolah tanpa adanya perantara PEMDA, penyaluran ini dikatakan sama seperti penyaluran dana BOS, yang mana dana ini akan ditransfer lansung kepada sekolah dan hanya boleh digunakan untuk perekrutan guru yang ada didalam lingkungan sekolah dan platform marketplace.
2. Sekolah bisa merekrut guru ASN kapanpun tanpa menunggu siklus perekrutan. Dikatakan sekolah berhak melakukan perekrutan, penawaran posisi guru yang dibutuhkan dengan catatan mengikuti formasi yang saat ini telah ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan data dapodik dan data source lainnya yang rencananya akan
dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang.
3. Proses ini bersifat dinamis tergantung kepada jumlah pemenuhan kebutuhan guru dan jumlah siswa. akan tetapi formasi kebutuhan guru akan tetap ditentukan oleh pusat pendidikan berdasarkan data Dapodik dan lainnya.
4. Proses perekrutan akan dilakukan melalui platform ini, sehingga proses perekrutan akan dipantau dan dipastikan lansung oleh kepala sekolah, bukan hanya itu, platform ini juga dapat diakses di seluruh indonesia.
Nadiem menyampaikan, cara ini dinilai efektif untuk mengatasi permasalahan guru honorer secara permanen, dengan pengalokasian dana yang benar-benar diberikan untuk guru yang terdaftar didalam platform Marketplace saja, selain itu tidak akan diperbolehkan. hal ini dimaksudkan, dengan adanya sistem ini maka tidak akan ada lagi opsi untuk menggunakan anggaran perekrutan honorer diluar platform.
Nadiem beranggapan bahwa ini merupakan solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari permasalahan akibat perekrutan guru honorer yang membludak di masa yang akan datang. Bagi guru yang telah lulus passinggrade akan memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK.
Ini merupakan terobosan terbaru dan satu-satunya cara untuk menghentikan perekrutan guru honorer baru, kendati dapat memberikan kesempatan yang maksimal bagi sekolah untuk memenuhi kebutuhan guru disekolah, tanpa menunggu proses perekrutan pusat.
“jadi kami kembali memberikan kemerdekaan dan otonomi kepada sekolah untuk melakukan perekrutan ini” pungkas Nadiem.
Kontroversi “Marketplace” Guru
Dilansir dari chanel YouTube Berita Satu, Dede Yusuf selaku wakil ketua komisi X DPR sempat melayangkan kritikan pada penamaan “Marketpalce” terhadap guru, yang melukai profesi guru. Pasalnya guru merupakan profesi yang mulia dan tidak dapat disamakan dengan barang dagangan dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2014 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa guru merupakan profesi/pekerjaan khusus.
“Saya menolak konsep marketplace, mari kita ganti menjadi ruang talenta” ujarnya.
Ruang talenta ini dapat berupa Talent Scounting yang sejatinya sudah diterapkan diluar negeri, maupun di Indonesia, untuk mencari talent-talent berkualitas dari seluruh penjuru dunia.
Lain halnya dengan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Edi Suparno menyatakan bahwa menurutnya Menteri Nadiem Makarim perlu mengkaji ulang konsep “Marketplace” guru ini, karena dianggap kurang tepat sebagai sistem perekrutan guru.
Tidak hanya itu Edi beranggapan bahwa ini bukanlah jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi kesejahteraan guru serta permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia, yang mana menurutnya ini merupakan permasalahan yang paling penting untuk segera dituntaskan oleh Kementrian Pendidikan saat ini.
Belum lagi ribuan guru honorer yang hingga saat ini nasibnya masih tidak jelas, akibat dari segala macam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pegawai non ASN yang tidak memenuhi syarat.
“Kami berharap menteri pendidikan saat ini tidak terjebak pada kesalahan yang sama, dan mempersiapkan sebuah desain peningkatan kualitas serta kesejahteraan guru yang berkelanjutan” ujarnya.
Bagi Edi, kebijakan ini seolah-olah hanya sebagai upaya untuk mempertemukan demand dan suply secara cepat dalam distribusi yang luas. Namun permasalahan terkait dengan peningkatan kualitas SDM dan kebijakan guru tidak bisa hanya dengan mengikuti mekanisme pasar saja, banyak permasalahan lain yang harus segera diatasi, seperti ketimpangan kesejahteraan antar guru yang hingga saat ini masih belum ditemukan penyelesaiannya. (SR)