Topsumbar – Dua warga Belanda Maxfer Werda dan Joras akhirnya menemukan makam nenek dan jejak sejarah leluhurnya di kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Dilansir dari laman Kominfo Padang Panjang, Senin (31/7/2023), keingintahuan terhadap leluhur yang pernah hidup dan wafat di Kota Padang Panjang, membawa dua warga kebangsaan Belanda Maxfer Werda dan Joras (ayah dan anak-red) melakukan penelusuran di kota berhawa sejuk ini.
Selama dua hari, Selasa (25/7) dan Rabu (26/7), mereka akhirnya menemukan makam sang nenek, rumah kelahiran ibu dari Maxfer Werda yang ternyata berlokasi di Radio Bahana serta jejak sejarah lain moyang mereka.
Penemuan tersebut tidak terlepas dari bantuan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) kota Padang Panjang yang memandunya.
Penelusuran Berhasil, Makam Ditemukan
Penuturan Tenaga Penerjemah DPK, Fitria Diane Pratiwi Syukri, Senin (31/7), DPK merupakan tempat awal yang mereka kunjungi guna menggali informasi.
“Mereka juga memperlihatkan foto-foto daerah Bukit Surungan tempo dulu, lapangan pacu kuda Bancalaweh, bangunan peninggalan Belanda yang sekarang menjadi SMA Negeri 1, lapangan tenis,” sebutnya.
Fitri kemudian memandu keduanya sesuai dengan keterangan yang disampaikan. Yang pertama ditelusuri ialah makam nenek dari Maxfer (63).
“Setelah kita cocokkan penjelasannya, makam tersebut ditemukan di belakang Musala Asyifa, Kelurahan Tanah Pak Lambik. Meninggal sekitar tahun 1930. Kita senang, warga setempat turut membantu informasi lokasinya,” kata Fitri.
Joras yang merupakan profesor di Universitas Leiden ini, juga meminta staf DPK itu menelusuri kuburan Belanda di kelurahan itu, terletak di Belakang Tangsi Gudang Pupuk dekat SDIT Ma’arif.
Selanjutnya Max dan Joras berkunjung ke SMAN 1 Padang Panjang di Kelurahan Guguk Malintang. Berdasarkan cerita Max, kakek nya dulu menjadi kepala sekolah di situ sekitar 1922 hingga 1930. Kakeknya bernama Cornelius.
“Setelah istri kakek nya meninggal, mereka sekeluarga balik ke Belanda. Ibu Max saat itu baru berusia 3 bulan. Jadi lokasi Radio Bahana ini tempat kelahiran ibunya. Mereka mendiami rumah itu sejak 1927. Kakek dan neneknya lahir di Padang Panjang pada tahun yang sama kira-kira 1887,” ujarnya.
Diceritakan Fitri, Max dan Joras sangat terkesan di Padang Panjang. Apalagi setelah berkunjung ke Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM). Satu kalimat yang terucap oleh Jovas disaat berpisah, orang Padang Panjang baik-baik dan ramah.
“Senang sekali tempat ini pernah menjadi bagian dari keluarga kami,” ujar Fitri menirukan ucapan Joras.
Sementara itu, Kepala DPK, Yan Kas Bari, S.E menyampaikan rasa senang dengan hasil penelusuran sejarah tersebut. Dia berharap foto-foto Kota Padang Panjang tempo dulu yang mereka miliki bisa direpro dan ditempatkan di galeri arsip DPK.
(AL)