Topsumbar — Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menganggarkan APBN untuk pendidikan tahun anggaran 2022 senilai Rp78,5 Triliun, anggaran pendidikan tersebut guna untuk tidak ada lagi beban biaya di sekolah negeri.
Selain itu juga diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia yang putus sekolah, semua sudah diakomodir oleh pemerintah pusat. Lalu program biaya operasional sekolah atau dikenal dengan dana BOS di tingkat SLTA setara SMA program tersebut terdiri dari pengembangan perpustakaan, kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler, administrasi kegiatan sekolah, pemeliharaan sarana dan prasarana.
Selain itu dana BOS juga digunakan untuk penyediaan alat multi media pembelajaran, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, langganan daya dan jasa, Biaya PPDB dan gaji honor sudah ditanggung dengan dana BOS tersebut.
Bukan itu saja, Bantuan Siswa Miskin (BSM), Kartu Indonesia Pintar ( KIP), Bantuan untuk bangunan fisik sekolah, Ruang Kelas Baru ( RKB), bantuan Pokok Pikiran ( Pokir) DPRD, bantuan APBD Provinsi Sumbar, Bantuan APBN dan lainnya, jadi tidak ada lagi pungutan di sekolah dalam bentuk dan kedok apapun, itu harapan pemerintah pusat.
Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah pasal 12, dilarang;
1. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di sekolah.
2. melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya
3. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung
4. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung
5. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas sekolah secara langsung atau tidak langsung.
Dan ada lagi larangan dari Presiden Ir. Joko Widodo Peraturan Presiden RI No.87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Lalu, bolehkan sekolah negeri melakukan pungutan? Seperti yang terjadi di SMA N 1 Lubuak Basuang Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Diduga adanya pungutan berkedok biaya pendidikan.
Informasi yang didapat media Topsumbar, adanya biaya pendidikan yang dipungut per siswa senilai Rp115 ribu setiap bulan nya. Dimana dalam kartu berwarna hijau dengan keterangan “KARTU PEMBAYARAN PUNGUTAN”, di bawah tulisan tersebut tertulis “SMA N 1 LUBUK BASUNG”.
Dalam kartu berwarna hijau tersebut diuraikan ada pembayaran pungutan sejak bulan Juli terbayarkan pada tanggal 22 Agustus, dengan iyuran Rp115 ribu dengan paraf petugas pungutan, lalu ada juga stempel tanda lunas dari Komite Siswa SMAN 1 Lubuk Basung.
Pungutan tersebut dibayarkan hingga bulan Juni, lalu ditambahkan ada dua pungutan lagi senilai Rp200 ribu sebanyak dua kali.
Memastikan kebenaran informasi tersebut, wartawan Topsumbar melakukan konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMA N 1 Lubuak Basuang (12/07) via pesan WhatsApp dengan nomor 081318107xxx.
Kepala Sekolah SMA N 1 Lubuak Basuang, Muhammad Mustapa Kamil mengatakan, iyuran per siswa itu sudah disepakati dalam rapat bersama orang tua/wali murid dan pengurus komite sekolah.
“Di sekolah saya sumbangan bukan 200 ribu perbulan, saya jelas kan. Satu ada pungutan, iyuran per siswa Rp115 ribu per bulan dikelola oleh sekolah. Yang kedua ada sumbangan kelas. Kelas X Rp400 ribu, kelas XI Rp350 ribu, kelas XII Rp300 ribu per tahun bukan per bulan,” jelas nya.
Dirinya juga menjelaskan mengenai aturan pungutan dan sumbangan biaya pendidikan ini, terkait pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar sudah diatur dalam Surat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan penjelasan mengenai ketentuan larangan pungutan di SMA/SMK/SLB.
Penjelasan mengenai ketentuan larangan pungutan di SMA/SMK/SLB yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi di Indonesia. Adanya penjelasan mengenai ketentuan larangan pungutan di SMA/SMK/SLB tersebut, sehubungan dengan maraknya permasalahan terkait ketentuan larangan pungutan di SMA/SMK/SLB.
Pada surat itu, dijelaskan, bahwa pada Pasal 51 ayat (5) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pendanaan Pendidikan, menyebutkan, bahwa sumber pendanaan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah berasal dari peserta didik atau orang tua/wali nya.
Dan pada Pasal I angka 4 dan angka 5 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, menentukan bahwa, pungutan pendidikan yang selanjutnya disebut dengan pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/wali nya bersifat wajib, mengikat serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Sedangkan sumbangan pendidikan yang selanjutnya disebut sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik (siswa,red), orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama – sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Mengacu ketentuan tersebut, maka SMA/SMK/SLB dapat melakukan pungutan pendidikan baik menggunakan istilah pungutan pendidikan maupun istilah lain, seperti Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Sementara Komite Sekolah melakukan penggalangan dana pendidikan hanya dalam bentuk bantuan atau sumbangan, namun tidak dapat melakukan pungutan pendidikan (vide Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah).
(Tim)