Keesokan harinya, Abu Nawas menghadap baginda raja di istana.
“Ampun baginda, hamba mendengar di negeri ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, permainan itu sangat aneh!!” Lapor Abu Nawas.
“Di mana tempatnya?” Tanya baginda.
“Di tepi hutan sana Baginda.” Kata Abu Nawas.
“Mari kita lihat.” Ajak baginda.
“Nanti malam saja kita pergi baginda. kita akan pergi berdua saja dengan pakaian biasa agar tidak ada yang mengenali baginda.” Ucap Abu Nawas.
Pada malam hari, maka berangkatlah Baginda dan Abu Nawas ke rumah Yahudi itu.
Ketika sampai di sana, kebetulan si Yahudi sedang asyik bermain musik dengan teman-temannya, maka Baginda pun dipersilahkan duduk.
Ketika diminta untuk menari, Baginda menolak sehingga ia dipaksa dan ditampar pipinya kanan kiri.
Sampai di situ Baginda baru sadar bahwa ia telah dipermainkan oleh Abu Nawas.
Tapi apa daya ia tak mampu melawan orang sebanyak itu.
Maka, dengan terpaksa menarilah baginda sampai keringat mengucur di seluruh tubuhnya.
Setelah merasa sangat lelah dan kehausan barulah dibagikan kopi kepada semua tamu, dan melihat hal itu, Abu Nawas meminta izin untuk keluar ruangan dengan alasan akan pergi ke kamar mandi untuk kencing.
“Biar Baginda merasakan sendiri peristiwa itu, karena salahnya sendiri tidak pernah mengetahui keadaan rakyatnya dan hanya percaya kepada laporan para menteri.” Pikir Abu Nawas dalam hati sembari meluncur pulang ke rumahnya.
Tatkala hendak mengankat cangkir kopi ke mulutnya, Baginda ditampar oleh si Yahudi itu. Ketika ia hendak mengangkat cangkir kopinya lagi, ia pun terkena tamparan lagi begitu seterusnya hingga baginda merasakan sangat kesakitan dan mukanya menjadi lembam memerah, sementara tamu lainnya terus menertawainya.
Ia sadar jika Abu Nawas pasti sudah meninggalkannya, dan ia pun tahu jika itu adalah cara Abu Nawas menunjukkan kejahilan yang terjadi pada rakyatnya.
Dan selalu saja Baginda yang dijadikan korban.
Tak sanggup menerima tamparan dari Yahudi