Topsumbar – Tahun 2024 mendatang atau persisnya bulan Februari 2024 negara kita Indonesia akan melangsungkan pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu).
Pemilu memilih kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dan memilih anggota legislatif disemua tingkatan itu sudah pasti menyita perhatian rakyat Indonesia.
Dari gelaran Pemilu itu jelas tertumpang harapan akan lahir pemimpin dan anggota legislatif yang berkualitas.
Begitu pun dapat dipastikan setiap kali mendekati Pemilu, calon kepala pemerintahan di semua tingkatan dan calon anggota legislatif juga di semua tingkatan menyampaikan visi misi dan program-program unggulan kepada masyarakat pemilih.
Sayangnya, dalam prakteknya tak jarang calon melontarkan janji manis di bibir kepada masyarakat dan bahkan ada yang menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako.
Hal tersebut disampaikan mantan Ketua dan Sekretaris DPC PBB Kabupaten Tanah Datar, Muhammad Idrus kepada Topsumbar.co.id di Lima Kaum, Batusangkar, Tanah Datar, Rabu (28/6/2026/3).
Dikatakannya, praktek tersebut secara sadar mereka telah melakukan Money Politic (Politik Uang, red), sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.
“Politik uang merupakan upaya mempengaruhi pilihan pemilih atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap,” kata Muhammad Idrus yang kerap diminta pendapatnya oleh calon kepala daerah, calon anggota legislatif, dan calon Wali Nagari di daerah setempat.
Lanjut sebut Idrus, politik uang ini akhirnya memunculkan para pemimpin dan anggota legislatif yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya.
“Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal dalam kampanye. Akhirnya setelah menjabat atau menduduki kursi legislatif tentu akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai induknya korupsi,” sebutnya.
Politik uang, lanjut Muhammad Idrus telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara, para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai.
”Tentu saja, itu bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya terpilih. Perilaku ini biasa disebut investive corruption, atau investasi untuk korupsi,” tuturnya.
”Untuk itu stop politik uang, jika kita berharap pemimpin, anggota legislatif yang berkualitas. Jika saja pemilih mau menentukan pilihannya karena dibayar Rp.100 ribu,” sambungnya.
Muhammad Idrus membuat sebuah perbandingan, membandingkan nilai suara bila dibagi, Rp100 ribu tersebut untuk 5 tahun, perbulannya hanya Rp20 ribu dan perharinya cuma Rp55,5.
“Bayangkan nilai itu lebih murah dari bayaran masuk ke toilet umum,” kata Muhammad Idrus yang pada Mei 2023 lalu mempelopori membuat baliho berisi narasi
‘Stop Politik Uang, Jangan Salah Pilih’ di kabupaten Tanah Datar itu.
Ditambahkannya, khusus Pemilu legislatif di Kabupaten Tanah Datar, ia berharap nantinya muncul anggota legislatif terpilih benar- benar seseorang yang berpihak kepada kepentingan masyarakat.
“Salah satu problem masyarakat di nagari saat ini adalah berkembangnya rentenir. Nah, apakah hal demikian akan menjadi perhatian oleh anggota legislatif terpilih nantinya dengan memelopori peraturan tentang tidak bolehnya ada Rentenir beredar di Nagari, mari kita tunggu,” pungkas Muhammad Idrus yang adalah juga
Ketua Badan Pengawas Yayasan Istana Yatim Asyifa Kumango.
(Alfian YN)