Kajian Jumat Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Pembaca Topsumbar.co.id yang berbahagia, setiap manusia sama dihadapan Alloh SWT, tidak membeda-bedakan manusia dari asal usul keturunan, pangkat dan harta benda.
Ketika manusia membuat perbedaan dirinya atas manusia lain, maka sikap itu telah menjerumuskan pelakunya ke dalam perbuatan yang disebut Alloh SWT sebagai perbuatan kaum jahiliyah awal mula islam dibawa oleh Rasulullah SAW.
ISLAM AGAMA YANG UNIVERSAL DAN MEMBAWA PERDAMAIAN BAGI SELURUH MAKHLUK
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107).
Rahmat dimaksud adalah membawa kedamaian dan menghapus perbedaan dan membeda-bedakan satu sama lain, kecuali YANG BOLEH MEMBEDAKAN MANUSIA HANYALAH ALLOH yaitu dibedakan dari PERILAKU ATAU AMALANNYA.
Karena penciptaan manusia itu disebutkan dalam alquran:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).
Menurut Muhammad Najib dalam https://islamkaffah.id, menyatakan bahwa ulama tafsir yang muktabar seperti Ibnu Katsir menjelaskan terkait ayat di atas bahwa “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa, bukan dilihat dari keturunan kalian.”
Dengan demikian TIDAK PANTAS manusia menyatakan diri atau keturunannya LEBIH MULIA dari manusia lainnya.
KETURUNAN DAN NASAB AKAN DIHAPUS KETIKA BERDIRINYA KIAMAT
Ketika manusia membanggakan keturunannya, membanggakan bapak, kakek, mantu, besan dan teman bahkan MEBANGGAKAN SUAMI dan ANAK karena mereka sukses dan berpangkat. Ingatlah NASAB TERSEBUT AKAN DIHAPUS KETIKA KIAMAT BERDIRI, artinya kebanggaan akan nasab itu hanya di dunia tidak akan dibawa ke akhirat, yang dibawa ke akhirat adalah TANGGUNGJAWABNYA bukan nasabnya.
Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
Artinya: “Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian nasab [keturunan] di antara mereka pada hari itu, dan tidak pula mereka saling bertanya. (Q.S. Al-mukminun 101).
TIDAK ADA BEDA KETURUNAN ARAB DENGAN BUKAN ARAB SEMUA SAMA DISISI ALLOH SWT
Rasulullah SAW adalah orang arab, tetapi Rasulullah SAW menyampaikan bahwa PRINSIP-PRINSIP HAK-HAK MANUSIA yang disampaikan ketika khutbah pada Haji Wada’ (perpisahan):
“Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu. Bapakmu adalah satu. Ketahuilah, tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab atas bangsa non-Arab, tidak pula non-Arab atas bangsa Arab, tidak pula orang Merah atas yang Hitam, tidak pula Yang Hitam atas yang Merah kecuali dengan TAKWA.”(H.R. Al- Baihaqi).
MEMBANGGAKAN DAN MENCELA KETURUNAN ADALAH PERILAKU JAHILYAH
Sikap membanggakan keturunan lawannya adalah mencela keturunan merupakan dua perbuatan jahiliyah yang dihapus oleh Islam dari pikiran dan prinsip orang beriman, sebagaimana hadist:
Rasulullah SAW memberikan ketauladanan bahwa: artinya “Ada tiga dari bagian Jahiliyah, membanggakan keturunan, mencela nasab dan meratapi kematian” (HR Thabrani dari Salman).
Pada hadist lain dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Empat hal yang tidak akan ditinggalkan oleh umatku, bangga dengan keturunan, mencela nasab orang lain dan meratapi kematian” (HR Al Bazzar).
ALLOH MEMBEDAKAN MANUSIA DARI SEGI HATI DAN PERBUATAN, MAKA SIAPA YANG DIBEDAKAN KARENA HATI DAN PERBUATANNYA ADALAH SESUAI DENGAN STANDAR PERBEDAAN HUKUM ALLOH SWT
Sebagaimana hadist dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa kalian dan tidak juga harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian”. (Hr Muslim ).
Hadist lain redaksi berbeda menyebutkan: “Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian.” [HR Muslim].
Jika demikian PERILAKU DAN PERBUATAN SESEORANG YANG mengetahui adalah keluarga atau teman dekat, dan orang yang tidak saling kenal atau hanya kenal melalui video dan berita tentu JANGAN BERSIKAP PRO ATAU KONTRA membela kepentingan orang yang tidak dikenal HATI DAN PERBUATANNYA. Sebab akan melahirkan PRASANGKA DAN FITNAH.
JANGAN MENJADIKAN NABI MUHAMMAD SEBAGAI NASAB BAPAK ATAU KETURUNAN KARENA ALLOH SWT MELARANG PERBUATAN DEMIKIAN
Alloh berfirman:
Artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surat Al-Ahzab Ayat 40).
Asbabunnuzul ayat ini menurut https://mjna.my.id menyebutkan bahwa Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang bersumber dari ‘Aisyah, bahwa ketika Rasululah SAW kawin dengan Zainab, orang banyak ribut membincangkannya; “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Zaid bukan putra Rasulullah.
Sedangkan menurut Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi dalam http://risalahmutiaratauhid.blogspot.com, ayat tersebut berkenaan dengan menerangkan bahwa Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada anaknya sendiri.
Karena pernah terjadi kasus anak angkat Nabi Zaid yang sudah dirobah menjadi Zaid ibn Muhammad, kembali menjadi Zaid ibn Haritsah.
Hal ini terjadi karena Zaid tidak mau berpisah dari Rasulullah apalagi saat itu Rasulullah ditinggal Siti Khadijah yang wafat mendahului beliau. Dia juga tidak pernah absen untuk ikut berperang melawan kaum musyrikin, bahkan setiap kali Rasulullah membentuk pasukan rahasia, beliau pasti menunjuk Zaid sebagai komandannya.
Karena ingin mendapatkan berkah keutamaan diantara kaum muslimin lainnya, Zaid dijodohkan dengan Zainab bint Jahsy. Namun Zainab menolak pernikahan itu, karena merasa dirinya yang keturunan bangsawan dan saudagar di Mekkah sedangkan Zaid seorang bekas budak. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” ( QS 33 – Al Ahzab : 36).
Sementara itu menurut https://bekalislam.firanda.com menjelaskan tafisr atas surat al ahzab ayat 40 bahwa terdapat dua pendapat di kalangan ahli tafsir ketika menjelaskan makna :
رِجالِكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبا مُحَمَّدٌ كانَ مَا
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu”.
Pendapat pertama menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bukanlah bapak ‘kandung’ anak-anak kalian. Nabi juga bukan bapak kandung dari Zaid bin Haritsah sehingga dianggap tidak boleh menikahi istri dari anak angkatnya itu. Adapun empat putera Nabi yaitu Ibrahim, Qasim, Tayyib dan Muthahhar sudah meninggal sebelum usia dewasa.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa maksud ayat tersebut adalah “Nabi bukanlah bapak ‘angkat’ dari seorang pun di antara kalian”,
Dengan keterangan ayat di atas perbuatan menasabkan diri kepada orangtua angkat atau orangtua sambung adalah perbuatan terlarang sebagaimana telah terjadi pada diri rasulullah SAW pada masa beliau hidup.
Dan tentunya perilaku tersebut menjadi pembelajaran kepada umatnya agar jangan melakukan hal serupa dan berakibat ada yang menyebut sebagai keturunan dan bernasab kepada Nabi Muhammad SAW dan ada yang merasa lebih mulia dari lainnya, kesemuanya itu perbuatan yang pernah terjadi dan pernah dilarang oleh Rasulullah SAW agar kerasulan Nabi Muhammad SAW tidak dimiliki oleh hanya nasab dan keturunan nabi tetapi nabi Muhammad SAW adalah RASULULLAH yang diutus untuk sleuruh manusia sebagai Nabi dan rasul.
LARANGAN MENGGUNAKAN NAMA SUAMI PADA NAMA ISTERI SEBAB ITU NASAB KETURUNAN LAKI LAKI KETURUNAN LAIN, TETAPI LAZIM DILEKATKAN NAMA BAPAK PADA NAMA ANAK
Semestinya isteri melekatkan nama BAPAKNYA pada namanya bukan MENAMBAHKAN NAMA SUAMI pada nama isteri, hal ini disebutkan dalam alquran:
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah,” (QS Al-Ahzab: 5).
LAKNAT ALLOH BAGI YANG MENGGUNAKAN NASAB NAMA ORANG LAIN PADA NAMANYA
Sebagaimana firman Alloh SWT artinya :”Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka
baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah,”. (HR. Muslim dan Tirmidzi).
HARAM SYORGA BAGI YANG MENASABKAN DIRI KEPADA YANG BUKAN AYAHNYA
“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”. (HR Bukhori ).
BERHATI-HATILAH MENYUSUN NASAB/RANJI KETURUNAN JANGAN SAMPAI MEMASUKKAN NASAB ORANG LAIN KE KETURUNAN DEMI HARTA DAN TAHTA ATAU DEMI GELAR SAKO DAN PUSAKO
Sebagaimana hadist:
Artinya “Tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan tempatnya dalam neraka”. (HR Bukhari).
“Barangsiapa yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya”. (HR Ibnu Majah).
Dari uraian di atas jelaslah nasab yang bisa dipastikan adalah NASAB BAPAK SAMPAI LEVEL KAKEK. Sedangkan Nasab di atasnya berhati hatilah menasabkan diri KECUALI ADA CATATAN RESMI, agar tidak terjerumus kepada laknat Alloh dan dijauhkan dari syorga, sebab perbuatan menasabkan diri tersebut telah terjadi perebutan dan permasalahan di zaman Nabi, karenanya jadikan kisah dan hadist sebagai pedoman agar tidak tersesat dalam menjalankan ajaran Rasulullah SAW.
Akhirnya ketika terjadi penderitaan karena Nasab dari keluarga Miskin atau tidak berharta janganlah kecewa dan mencela keturunan, tetapi bersabarlah, sebagaimana firman Alloh SWT:
“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177].
Dan siapa yang dilahirkan dari keturunan yang memiliki harta dan pangkat jangan lah berbangga karena semua sama dihadapan Alloh SWT.
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 5 Mei 2023)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum