Sawahlunto | Topsumbar – Secara kasat mata pendistribusian dan penjualan gas minyak cair (bahasa Inggris: Liquefied petroleum gas, disingkat LPG atau LP gas) atau sering disebut elpiji berat tiga Kg yang sudah ditetapkan pemerintah sesuai aturan, namun masih saja membuat warga sering kesulitan untuk memperolehnya.
Mengacu kepada UU Energi Nomor 30 tahun 2007, Perpres Nomor 104 tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, penggunaan elpiji tiga Kg diperuntukkan hanya untuk kebutuhan rumahtangga, usaha mikro, nelayan dan petani kecil yang pengalokasian nya sesuai kuota kebutuhan.
Berdasarkan kategori di atas serta dengan harga yang sama (dalam artian tidak ada pembedaan antara masing-masing yang berhak). Namun fakta dilapangan yang ditemui wartawan media ini, terdapat beberapa oknum pemilik pangkalan yang menjual elpiji subsidi tersebut dengan harga yang berbeda pada penerima nya, seperti harga yang dijual untuk rumah tangga dengan usaha mikro.
Seperti investigasi yang dilakukan wartawan media ini di lapangan dengan beberapa warga di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto pada Jumat, 17 Februari 2023 lalu. Gas elpiji tiga Kg bersubsidi tersebut memang tidak langka, tapi terkadang agak sulit mendapatkannya.
“Ada salah satu pangkalan yang baru saja menerima pasokan gas dari agen, tidak berapa lama akan dibeli oleh penerima subsidi, pemilik pangkalan menyatakan stok gas habis,” katanya.
Saat ditanya wartawan kenapa pangkalan lebih memprioritaskan menjual elpiji subsidi tersebut ke pihak UMKM, dirinya mengungkapkan bahwa dengan menjual ke pihak UMKM, pangkalan mendapatkan untung yang lebih besar dari pada menjual untuk kebutuhan rumah tangga.
“Harga yang dijual untuk umum bervariasi, mulai dari Rp19 ribu s.d. Rp20 ribu,” terangnya.
Dengan adanya perbedaan harga jual pada penerima subsidi, pemilik pangkalan lebih memprioritaskan penjualan kepada pembeli dengan menerapkan harga jual lebih tinggi, sehingga sering terjadi kekosongan dan pasokan tidak seimbang dengan kebutuhan warga setempat.
Menanggapi hal tersebut, Tatang Sumarna selaku Kepala Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan kota Sawahlunto mengatakan sudah mendapatkan informasi dan laporan terkait adanya perbedaan harga jual gas elpiji tiga Kg di lapangan.
“Bukan hanya perbedaan harga antar sesama konsumen yang ada, juga masalah kuota, baik itu dalam skala kuota per-agen maupun di tingkat kecamatan (kuota per-pangkalan),” ungkap Tatang, Jumat, 17 Februari 2023.
Dirinya juga menjelaskan, pangkalan yang meminta penambahan kuota kepada agen namun tidak dipenuhi karena bila dikabulkan tentu akan menyebabkan pasokan gas ke pangkalan lain berkurang dan bisa berdampak kelangkaan pada daerah sekitar pangkalan elpiji yang dikurangi kuotanya. Hal ini sudah berapa kali terjadi, sehingga menimbulkan keresahan antar sesama pangkalan gas dan merasa takut pasokan elpiji akan dikurangi.
Agar tidak berlarut-larut, pihak Diskoperindag bekerjasama dengan jajaran Polres Sawahlunto sudah memanggil agen dan pangkalan elpiji yang terdaftar di Kota Sawahlunto untuk duduk bersama guna mengantisipasi serta memberi arahan terkait distribusi elpiji, kuota serta aturan main yang mesti dipatuhi.
“Untuk diketahui, kuota gas subsidi yang didapatkan masyarakat Sawahlunto berdasarkan jumlah warga yang berhak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu berjumlah lebih kurang 48 ribu tabung gas elpiji tiga Kg perbulan. Jadi sudah ada hitung-hitungnya. Kalau ada yang minta lebih tentunya ada kuota daerah lain yang dikurangi. Makanya untuk penambahan kuota adalah hal yang tak mungkin kecuali ada penambahan dari Pertamina sendiri,” sambungnya.
Dirinya juga telah menyampaikan pada pertemuan bersama para pelaku usaha elpiji termasuk aturan-aturan yang mengikat. Bagi yang kedapatan melanggar, baik itu masalah harga, oplosan (elpiji 3 Kg dioplos menjadi 5 Kg) dan menjual eliji keluar daerah Kota Sawahlunto maka agen maupun pangkalan akan dikenai sangsi sesuai aturan dan hukum yang berlaku, tegas Tatang Sumarna.
(Rollys Koto)