Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH
Masih banyak masyarakat dan pengacara yang tidak paham dengan status media di Indonesia. Itu sebabnya sering kali tidak tepat saat selesaikan selisih pemberitaan atau konten.
Indonesia memiliki sistem hukum sendiri dan membagi media dengan peraturan berbeda. Secara garis besar media dibagi menjadi dua yaitu pers dan media sosial. Bagaimana membedakan keduanya ?
Media disebut pers apabila memenuhi persyaratan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Persyaratan itu meliputi sebagai berikut ;
1. Memenuhi Pasal 1 angka 1 UU Pers
2. Berbadan hukum khusus sesuai perintah Pasal 1 angka 2 UU Pers
3. Dikelola oleh badan hukum Indonesia baik PT, yayasan atau pun koperasi diatur Pasal 9 ayat (2) UU Pers.
4. Mengumumkan nama badan hukum, penanggung jawab dan alamat redaksi yang presisi sesuai Pasal 12 UU Pers.
Bila persyaratan itu secara kumulatif terpenuhi maka disebut Media Pers dan penyelesaian sengketanya sesuai UU Pers. Namun bila tidak memenuhi syarat UU Pers maka disebut Media Sosial.
Masyarakat yang merasa dirugikan oleh konten atau narasi karena pelanggaran asas praduga tak bersalah dapat gunakan pidana pers sesuai Pasal 5 ayat (1) UU Pers.
Berita atau konten yang tidak berimbang atau tidak ada konfirmasi dapat lakukan Hak Jawab, sesuai Pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 18 ayat (2) dengan ancaman paling besar pidana denda Rp 500 juta.
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik sebagaimana diatur Pasal 310 KUHP Jo. Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE dapat digunakan kepada pengelola media sosial, seperti laporan LBP yang barang buktinya rekaman YouTube.
Namun tidak bisa digunakan untuk produk pers. Hal ini diatur dalam SKB Implementasi UU ITE yang ditandatangani Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.
SKB tersebut dengan tegas mengatakan produk pers bukan objek Pasal 27 ayat (3) terkait pencemaran nama baik. Namun SKB tidak melindungi wartawan yang karyanya terpublikasikan pada media sosial (bukan share produk pers).
Jadi meski status dan KTP anda tertulis wartawan bila alat buktinya dari media sosial seperti kasus EM maka polisi akan proses dengan UU ITE. Dengan demikian yang dilindungi adalah produk persnya bukan status yang buat.
Bahkan nara sumber produk pers mendapat perlindungan pula. Kasus JL yang dituntut bebas oleh JPU Kejari Jakarta Selatan dan divonis bebas majelis hakim PN Jakarta Selatan menjadi contoh penerapan SKB Implementasi UU ITE.
(Jakarta, 15 Maret 2023)
Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP Jakarta, dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014