Limapuluh Kota | TopSumbar – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Tema itu kembali diangkat dalam mengenang kembali salah satu peristiwa heroik 74 tahun lalu di Titian Dalam, Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh.
Peristiwa berdarah itu terjadi pada tanggal 10 Januari 1949, tatkala sembilan pahlawan Luak Limo Puluah gugur dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia di masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Koto Tinggi, pada periode 22 Desember 1948 – 13 Juli 1949. Kesembilan pejuang, yakni Syarif MP, Engku Kayo Zakaria, Dirin, Nuin, Radian, Manus, Nyik Ali, Abas dan Mak Dirin, semuanya gugur ditembaki Belanda saat memberikan perlawan sengit dan melakukan pengerusakan jembatan untuk memperlambat mobilisasi pasukan Belanda ke Koto Tinggi yang bertujuan untuk melemahkan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Dt. Bandaro Rajo yang diwakili Sekretaris Daerah Widya Putra menjadi inspektur pada upacara peristiwa mengenang kembali gugurnya sembilan kusuma bangsa dalam Upacara Tabur Bunga/Ziarah pada Selasa (10/01) di Titian Dalam, Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh berlangsung khidmat.
Menjadi salah satu mata rantai perjuangan pada Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) juga tak bisa dilepaskan dari rangkaian peringatan Hari Bela Negara setiap tahunnya di Limapuluh Kota. Upacara diikuti oleh Ketua DPRD Limapuluh Kota Deni Asra, Kalapas Suliki Kamesworo, Anggota DPRD Limapuluh Kota Khairul Apit, unsur Forkopimda, para asisten, sejumlah Kepala Perangkat Daerah, beserta Forkopimca, niniak mamak, pemuka masyarakat serta warga Pandam Gadang.
Dibayangi cuaca mendung, Sekda Widya Putra saat membacakan sambutan Bupati Limapuluh Kota, Safaruddin Dt.Bandaro Rajo menyampaikan, kegiatan ini merupakan sarana bagi masyarakat dalam mengingat kembali nilai luhur sejarah perjuangan bangsa, yang mana nilai tersebut sudah mulai luntur sejalan dengan perkembangan zaman dan globalisasi.
Selain itu, Sekda juga mengingatkan peristiwa Titian Dalam merupakan bukti eksistensi pejuang dalam mengisi kekosongan dan mempertahankan NKRI dari ancaman Belanda pada agresi militer jilid II yang dilakukannya di Indonesia. “Dengan mengenang dan mengingat kembali peristiwa gugurnya 9 syuhada yang dilaksanakan hari ini, dapat jadi inspirasi dan motivasi bagi generasi muda untuk meneruskan perjuangan mereka,” ungkap Sekda Widya Putra.
Di bagian lain amanatnya, Sekda Widya Putra menyatakan, peristiwa-peristiwa penting PDRI yang terjadi di Limapuluh Kota harus konsisten diperingati setiap tahunnya.
Kemudian Sekda Widya Putra menjelaskan, ada 7 peristiwa bersejarah saat berjalannya PDRI sesuai dengan Perbup nomor 41 tahun 2018, diantaranya pada 19 Desember diperingati sebagai konsolidasi Komando, kemudian tanggal 22 Desember sebagai pengumuman kabinet PDRI, selanjutnya 10 Januari gugurnya 9 syuhada di Pandam Gadang serta peristiwa Situjuah yang diperingati setiap tanggal 15 Januari.
Sekda Widya Putra lebih lanjut menjelaskan, pada 10 Juni juga diperingati sebagai peristiwa Koto Tuo, Harau Lautan Api, kemudian pada tanggal 6 dan 7 Juli diperingati sebagai peristiwa perundingan antara Pemerintah RI dengan pemimpin PDRI dan peristiwa rapat umum pimpinan PDRI dengan masyarakat di Nagari VII Koto Talago.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Limapuluh Kota Deni Asra mengucapkan terimakasih kepada masyarakat Pandam Gadang yang telah bersemangat dan berjuang dalam memeriahkan peringatan gugurnya 9 syuhada yang gugur 74 tahun lalu. “Ini menandakan masyarakat begitu menghargai para syuhada yang telah mengorbankan jiwanya demi keberlangsungan NKRI,” ungkap Deni Asra.
Melalui peringatan gugurnya sembilan syuhada, Ia berharap, keinginan masyarakat yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat Khairul Apit dan Wali Nagari Pandam Gadang terhadap pembangunan monumen dan memperhatikan pendidikan anak cucu para syuhada dapat terealisasi secepatnya sebagai bentuk apresiasi Pemerintah Daerah terhadap pengorbanan para pejuang tersebut.
“Saya berharap segenap komponen masyarakat agar memaknai peristiwa berdarah pada 10 Januari 1949. Terutama untuk membangkitkan motivasi serta berkolaborasi dalam membangun Limapuluh Kota”. (ton)