Catatan: Supri Ardi
Lapau adalah sebuah warung kopi tradisional Minangkabau yang sering dikunjungi oleh lelaki Minangkabau saat malam hari. Pemuda sampai lelaki dewasa biasanya menghabiskan waktu di lapau dengan tujuan yang beragam, mulai dari melepas penat dengan melakukan permainan khas lapau sampai bercerita tentang kehidupan yang telah mereka jalani. Selain tempat berkumpulnya lelaki Minangkabau, lapau juga dijadikan sebagai tempat berdiskusi dan membahas segala sesuatu yang terjadi, mulai dari permasalahan politik, agama, budaya, sosial, bahkan permasalahan pribadi tidak luput dari pembicaraan.
Petatah petitih Minangkabau menyatakan “basilek diujung lidah, malangkah ka pangka karih, maniti di mato pedang”. Artinya, awal sebuah persoalan, sebelum keris dicabut, dan pedang dihunuskan, bersilat kata-kata terlebih dahulu. Maksud dari pepatah tersebut adalah dahulukan penyelesaian masalah melalui musyawarah, bukan dari kekerasan. Orang Minang menyebut dengan seni beribacara dengan sebutan silek kato. Problematika yang terjadi di tengah masyarakat Minang, mengundang argumen terhadap problematika tersebut untuk dikaji dan diperdebatkan untuk mencapai solusi yang yang disepakati bersama.
Disinilah peran lapau sebagai tempat yang tidak formal bagi masyarakat Minang dalam membahas, berdiskusi, berpendapat, dan bertukar pikiran mengenai beragam isu yang tidak tahu ujungnya. Dalam membahas isu tersebut, sering terjadi rebutan kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka masing-masing melalui berbagai macam perspektif-perspektif adat, ekonomi, agama, politik, sosial, yang terkadang dengan bahasa-bahasa yang satir dan kerap dipakai oleh para ahli.
Sebagaimana yang kita ketahui, Budaya Minangkabau lekat dengan petatah petitih yang bernilai seni retorika, latihan berpikir dan pengakumulasian pengetahuan lokal yang unik. Oleh karena itulah, mulut dan lidah menjadi amat berharga. Dalam pembicaraan yang disebut dengan “ota lapau” akan membahas permasalahan yang akan rampung dalam satu malam, itulah kehebatan lelaki Minangkabau yang bisa menyimpulkan segala sesuatu yang akan terselesaikan tidak lebih dari satu malam.
Tapi pembicaraan yang terjadi cenderung tidak terstruktur bahkan kacau, permasalahan yang akan dibahas cenderung tidak sesuai dengan kenyataan aslinya, yang mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman yang akan menimbulkan pertikaian antar sesama. Untuk saat ini, banyak pemuda Minangkabau yang tidak mengikuti tradisi lelaki Minangkabau untuk pergi ke lapau, mereka lebih memilih untuk mengunjungi tempat-tempat yang dinilai mempunyai tempat yang bagus untuk sekedar berkumpul, seperti caffe dan tempat nongkrong yang dianggap sesuai dengan keadaan zaman sekarang ini.
Banyak tempat ngopi yang menawarkan interior menarik, pemandangan, dan akan membuat laki-laki Minangkabau zaman sekarang merasa nyaman berada di tempat ini. Mereka juga bisa ngopi santai sambil ditemani musik dan bernyanyi ria. Ini jelas berbanding terbalik dengan lapau-lapau tradisional Minangkabau dulunya. Namun seiring berkembangnya zaman apapun tempat ngopi laki-laki Minangkabau tetap menjadi wadah maota lamak dan tempat bertukar pikiran sesama mereka. (*)
Penulis merupakan mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas.