Padang Panjang | Topsumbar – Sidang perkara perdata proyek pekerjaan pembangunan pedestrian kawasan pasar kota Padang Panjang tahun anggaran 2021 antara Al Furqan, S. Pd Direktur CV. Pengusaha Muda sebagai penggugat dengan tergugat Pemerintah RI, Cq. Menteri Dalam Negeri RI, Cq. Gubernur Provinsi Sumatera Barat, Cq. Walikota Padang Panjang, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Kota Padang Panjang, Rabu (7/9).
Pada sidang perdata nomor perkara 1/Pdt.G/2022/PN Pdp yang berlangsung diruang sidang Cakra PN Padang Panjang kemaren merupakan sidang ke-21, bertajuk sidang pembuktian saksi dari penggugat.
Sidang dipimpin hakim Ketua Agung Wicaksono, SH. M. Kn, Hakim Anggota 1 Prama Widianugraha, SH. MH dan hakim anggota 2 Gustia Wulandari, SH.
Penggugat didampingi penasehat hukum Adri Suryadi, SH dan Zulbahri, SH dari Adri Suryadi, SH & Associates.
Sedangkan dari pihak tergugat tampak hadir, antara lain eks Kepala Dinas PUPR kota Padang Panjang, Welda Yusar, ST, Kabag Hukum pada Setdako Padang Panjang, perwakilan Bank Nagari, perwakilan konsultan, dan didampingi tim pengacara dari Kejaksaan Negeri Padang Panjang.
Penggugat Al Furqan, S. Pd menghadirkan Tiga orang saksi terdiri dua orang saksi fakta, yaitu Imra Moraldy dan Ali Mukhti serta satu orang saksi ahli, yaitu Drs. Edi Usman, ST. MT.
Imra Moraldy dalam kesaksiannya mengatakan ada beberapa item temuannya saat ia mengamati surat perjanjian kontrak (SPK). Antara lain berbedanya apa yang ada dalam kontrak dengan yang dilapangan. Dimana belum ditandatanganinya Mutual Check (MC) 0 oleh pejabat pembuat komitmen (PPK).
Imra juga menyebutkan fungsi MC-0 antara lain menjadi acuan kerja bagi penyedia jasa dan pemilik jasa.
“Berhubung tidak adanya tandatangan PPK pada MC-0, akhirnya saya tidak jadi sebagai Sub-kontraktor,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Imra, ada kendala non teknis dilapangan yaitu adanya keberatan dari pedagang kepada CV. Pengusaha Muda selaku penyedia.
Terhadap kendala teknis dan non teknis ini, apa sikap penyedia kerja? (Tanya penasehat hukum penggugat), dijawab saksi Imra bahwa problem itu oleh penyedia kerja telah menyurati owner pekerjaan (PPK,-red).
Sementara itu, saksi fakta kedua Ali Mukhti dalam kesaksiannya memperkuat pendapat saksi fakta pertama. Disebutkannya bahwa ia tidak melihat tandatangan PPK pada MC-0.
Ia juga menyebutkan tentang lokasi proyek yang belum steril.
“Dengan belum sterilnya lokasi proyek, otomatis berdampak kepada progres pekerjaan dan yang dirugikan tentulah penyedia jasa atau kontraktor,” tegasnya.
Adapun saksi ahli Drs. Edi Usman, ST. MT, dalam kesaksiannya menjawab pertanyaan penasehat hukum penggugat tentang apa saja dasar hukum yang digunakan untuk pengadaan barang/ jasa pemerintah tahun anggaran 2021.
Saksi ahli dengan kompetensi ahli utama ini dalam jawabannya berisi enam poin secara gamplang dihadapan majelis hakim memaparkan peraturan perundang-undangan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pada bagian lain, ia berpendapat jika MC- O tidak ditandatangani PPK pertanda dokumen kontrak (SPK) proyek pekerjaan pembangunan pedestrian kawasan pasar kota Padang Panjang tahun anggaran 2021 cacat hukum. Cacat hukumnya SPK, sebut saksi ahli adalah kesalahan PPK.
“Kenapa PPK tidak tegas. Peraturan ada. Apakah PPK tidak membaca atau pura-pura tidak tahu. PPK itu kan punya sertifikat. Begitupun Pokja dan pejabat pengadaan. Dan PPK tidak boleh mengatakan tidak tahu, sebab dia itu kompeten,” tegasnya.
Saksi ahli juga menyebutkan pada Perpres 16/2018 juncto Perpres 12/2021 pada pasal 11 ayat 1, PPK itu mempunyai tugas adalah menetapkan rancangan kontrak. Tanpa itu tender tidak bisa dilanjutkan.
Rancangan kontrak itu harus di upload ke sistem. Begitupun bila belum masuk ke Pokja pengadaan belum bisa dilakukan tender.
“Jadi kewenangan rancangan kontrak itu ada pada PPK,” tegasnya lagi.
Sidang dilanjutkan Rabu (14/9) dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi dari penggugat.
(Alfian YN)