Padang Panjang | TopSumbar – Kapolres Padang Panjang AKBP Donny Bramanto, SIK menyebutkan sampai sekarang dirinya konsen dengan penanganan tindak pidana narkotika.
Oleh karenanya ia juga tidak akan mentolerir setiap pelanggaran hukum terkait tindak pidana narkoba.
Hal itu disampaikan AKBP Donny Bramanto saat menggelar silaturrahmi dan ramah tamah dengan awak media kota Padang Panjang, Senin (12/9/2022) malam.
Diterangkannya, hal paling mendasar mengapa dirinya konsen dengan penanganan tindak pidana narkoba adalah karena dirinya kasihan terhadap orang-orang yang terkontaminasi atau keracunan bahkan sampai meninggal oleh narkotika.
Selain itu, pengalaman penempatan tahun 2017 sampai 2019 di BNNP NTT dan berlanjut 2019-2021 penempatan di BNN serta penempatan di Ditnarkoba polda Sumbar memiliki kesan mendalam bagi dirinya.
“Jadi terhitung selama empat tahun, dari 2017 sampai 2021 saya ditempatkan di bagian pemberantasan narkotika dan itu sangat mengesankan bagi saya,” terangnya.
Saya berkesan dengan BNN, bukan berarti di polri tidak berkesan. Bagaimanapun juga saya dibesarkan di polri.
BNN berada diluar struktur polri yang mempunyai fungsi dan tugas berbeda dengan institusi polri.
“Apa sih yang membedakan BNN dengan polri? BNN punya rehabilitasi,” sebutnya.
Jadi, sebut Kapolres sampai sekarang pun dirinya masih konsen dengan yang namanya penanganan tindak pidana narkotika.
Karena saya merasa kasihan sama orang-orang yang terkontaminasi atau keracunan bahkan sampai meninggal oleh narkotika.
Kenapa saya kasihan ?
Diceritakan kapolres, dulu pada tahun 2002 pengalaman bertugas pertana kali tahu orang meninggal karena narkotika.
Saya melihat sendiri bagaimana susahnya orang sekarat lalu meninggal oleh narkotika.
Waktu itu saya Pamapta, pagi mau piket datang anggota melaporkan ada orang sekarat dan mati.
Lalu kita ke TKP, tetapkan status quo, panggil dokkes dan dokter. Di cek korban. Pas dibuka bajunya korban tampak dadanya lebam.
Ketika kita tanya dokter kenapa dada korban lebam, dokter menjelaskan karena gagal jantung akibat sakaw.
Kejadian itu berulang ada sekitar lima sampai enam kali.
Saya mendapatkan jawaban itu setelah berdinas di badan narkotika nasional (BNN) , alurnya kenapa narkotika itu berbahaya.
Narkotika itu mempunyai tiga sifat ; adiktif, toleran, dan
Habitual.
Maksudnya tidak ada orang termasuk dokter yang mengatakan narkotika itu tidak menimbulkan rasa candu. Pasti menimbulkan rasa candu. Ingin makai lagi, lagi dan lagi.
Ketika pengguna ingin makai lagi tubuh pun ikut mentolerirnya dan bahkan setelah itu efek kecanduan zat adektif membuat tubuh jadi merasa sudah biasa dan takut kehilangan, itulah yang disebut habitual.
Nah ketika tiga sifat ini sudah masuk ke dalam tubuh maka dia akan menjadi korban.
Di dunia pengguna narkotika, pertamakali itu mencoba pakai, kemudian fase berikutnya pengguna pasif, lalu naik menjadi pengguna aktif dan naik lagi menjadi pecandu.
Ketika tiga sifat tadi telah melekat kepada diri seseorang alias menjadi korban, kemungkinan besar seseorang itu akan membutuhkan intervensi atau penanganan diperlukannya rehabilitasi.
Tetapi kuncinya rehabilitasi ini bertujuan merawat pasien yang menggunakan narkotika dalam jangka pendek agar sembuh lagi dari ketergantungan narkotika.
Apalagi terhadap para pengguna narkotika yang asalan pakai, komposisinya dan dosisnya tidak jelas. Karena memang tidak ada panduan cara pakai narkotika yang baik dan benar, misalnya satu hari berapa kali begitu.
Disisi lain kita tidak bakal lepas dari dunia narkotika, karena narkotika juga dibutuhkan di dunia medis dan ilmu pengetahuan. Makanya narkotika itu ada disekeliling kita.
Negara melarang penyalahgunaannya karena narkotika hanya boleh digunakan untuk keperluan medis dan ilmu pengetahuan.
Kenapa berbahaya bagi kesehatan, saya bukan medis ya. Tapi saat saya dinas di BNN itu saya bergaul dengan dokter, psikolog, dan psikiater.
Jadi, karena saya ingin tahu ini itunya tentang bahaya narkotika dari dokter, psikolog dan psikiater. Makanya saya jadi tahu apa yang terjadi pada tubuh pengguna narkotika.
Lalu apa yang terjadi ketika kita menggunakan narkotika?
Otak kita ketika kita senang akan mengeluarkan Dopamin. Dopamin ini fungsinya sebagai hormon senang.
Jadi ketika kita menggunakan narkotika maka otak akan dipacu mengeluarkan hormon senang.
Sehingga apa yang terjadi ketika orang menggunakan narkotika, dia itu tidak merasa stress, tidak merasa panik, tidak merasa ada yang negatif dan tidak ada rasa sedih. Yang ada dipikirannya itu adalah rasa senang, senang, dan senang.
Tapi mereka tidak sadar bahwa otak dibuat untuk menekan rasa stress, rasa sedih dan rasa depresi.
Kemudian yang berbahaya karena ini dipicu oleh suatu kondisi yang tidak normal, begitu pula ketika masa atau pengaruh obat itu habis dia pasti akan langsung berbalik.
Sehingga apa yang dirasakan oleh pengguna narkotika ketika rasa obat itu habis dia pasti akan depresi, stress, dan cemas. Nah, hal itu akan mendorong dia akan menggunakan lagi.
Sehingga dengan dia menggunakan lagi maka akan dipaksa menaikan hormon Dupamin atau hormon senang tadi itu.
Lama-lama dengan kondisi ini jadi rusak dan keseimbangan didalam tubuh jadi rusak.
Sekarang orang dominan menggunakan sabu. Apa yang terjadi ketika orang menggunakan untuk jangka waktu panjang.
Yang pertama ketika dia teruskan penggunaannya dia pasti akan menjadi zombie. Dia hidup, tapi tidak punya akal dan pikiran.
Lalu bagaimana kalau dihentikan, dia pasti akan mengalami suatu kelainan jiwa.
Dulu waktu saya dinas di Bali, saya pernah melihat orang menggunakan putaw. Putaw ini bila digunakan untuk jangka panjang dia akan overdosis dan kemudian bisa berakibat kematian karena gagal jantung.
Kenapa bisa demikian, ya karena, kalau saya analogikan pengguna opiar itu akan mempengaruhi kondisi badan.
Jadi seolah-olah ketika dia menggunakan narkotika secara tidak langsung zat itu telah menggantikan sebagian dari sel-sel tubuh yang apabila dia tidak menggunakan narkotika pasti akan ada perubahan secara fisik.
Dalam pemberantasan narkotika ada istilahnya Supply and Demand (penyaluran dan permintaan). Memotong supply permintaan narkotika.
Supply (penyaluran) tidak akan ada tanpa ada Demand (permintaan). Begitu pula sebaliknya Demand tidak akan ada tanpa supply.
Nah, alat kontrolnya adalah pemberantasan. Untuk menghentikan narkotika itu tidak mungkin karena sangat diperlukan untuk medis.
Namun yang kita larang itu adalah penyalahgunaannya. Penyalahgunaan narkotika itu yang kita hajar.
Jadi titik potongnya adalah pemberantasan dan penegakkan hukum.
Kemudian untuk memotong supply dari sisi regulasi aturan-aturan terkait dengan narkotika dan untuk mengurangi resiko indikasi dari permintaan (Demand), ya ini melalui pencegahan dan fungsi preventif.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang atau penggunanya, ya salah satunya direhabilitasi.
Tapi memang tidak semudah itu, karena kita masih terganjal oleh stigma negatif di masyarakat terhadap para pecandu narkotika.
Karena orang-orang masih menganggap ini adalah aib yang istilahnya perlu untuk disimpan dan ketika hal itu dibilang, itu adalah aib, malu katanya.
Padahal dari sisi aturan jelas bahwa siapapun yang mengetahui tapi tidak melaporkan bisa kena pidana.
Tapi karena mereka lebih baik menyimpan ini aib, akhirnya jadi phenomenal gunung es.
Sebenarnya terhadap mereka ini apabila melapor, kita kan punya komponen-komponen masyarakat yang fokus kepada penyembuhan, yang fokus kepada pengembalian kondisi pengguna kepada titik nol melalui rehabilitasi.
Jadi disinilah kita menghadapi hambatan-hambatan.
Sebenarnya kalaupun seandainya kita melihat pengguna, atau mungkin ada dari anggota keluarga kita pemakai atau pecandu. Bawa saja dia ke kita dan kita tidak akan tangkap dia pecandu. Asalkan dia melaporkan.
Pak, tolong.saudara saya ini pecandu dan ingin sembuh. Tolong direhabilitasi. Pasti akan difasilitasi. Sebab nantinya mereka akan melalui suatu mekanisme tersendiri dan melalui asesmen.
Gunanya asesmen ini untuk mengetahui seberapa dalam seseorang itu terkontaminasi terhadap narkotika.
Sehingga ketika sudah diketahui oh dia ini masuk kedalam coba pakai, pengguna pasif, pengguna aktif atau pecandu. Nah ini bisa dapat rekomendasi untuk dirawat sekian lama misalnya. Mereka punya indikatornya itu.
“Jadi, ya inilah. Kita terus terang tidak bisa sendiri mencegah itu, menyembunyikan itu, atau istilahnya menangkal itu, atau meniadakan tindak pidana itu. Kita butuh seluruh elemen dan kita perlu bergandengan tangan. Sebab ini tanggungjawab kita bersama,” pungkasnya.
(Alfian YN)