Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
Kaum muslimin rahimakumullah.
Kenapa disebut dengan perkawinan? Sebab Undang-Undang yang ada adalah Undang-Undang Perkawinan (UUP) , bukan undang-undang pernikahan.
Pada Pasal 1 UUP , menyebutkan “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dan pada Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan ketentuan tersebut sahnya suatu perkawinan adalah jika perkawinan dilangsungkan menurut AGAMA dari para calon pengantin dan selain secara agama juga WAJIB dilakukan pendaftaran oleh pegawai pencatat dalam hal ini dilangsungkan oleh dan dihadapan Pengulu dari Kantor Urasan Agama (KUA).
Dan apabila perkawinan hanya dilangsungkan secara agama TANPA DIDAFTAR atau TIDAK DILAKUKAN DIHADAPAN PEGAWAI PENCATAT tetapi hanya dihadapan seorang ustad atau kyai, maka perkawinan tersebut sah secara agama tetapi belum mempunyai kekuatan hukum bertindak atas nama suami isteri dihadapan hukum dan peraturan yang berlaku, karena setiap yang menyatakan sebagai suami isteri dibuktikan dengan AKTA NIKAH yang resmi diterbitkan oleh KUA setempat atau Catatan sipil.
SAHNYA PERKAWINAN MENURUT CARA AGAMA
Pertama
PERKAWINAN CALON PEREMPUAN DINIKAHKAN OLEH WALI
Rasulullah SAW bersabda: Diriwayatkan oleh Zuhri dari Aisyah bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil,” (HR. Ahmad).
Dari Aisyah radhiyallahu’anha bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Tidak ada akad nikah kecuali (yang dilakukan oleh) wali mursyid dan (disaksikan) oleh dua orang saksi yang adil). Siapapun wanita yang menjalani pernikahan namun tanpa izin dari walinya, maka nikahnya itu batil, maka nikahnya batil, maka nikahnya batil (3 kali).” (HR Abu Dawud).
Selengkapnya Urutan wali nikah adalah: 1) Ayah kandung (bukan ayah tiri) dan Kakek (ayah dari ayah bukan dari ibu) 2) Saudara lelaki kandung (seayah dan se ibu) atau Saudara lelaki seayah 3) . Paman (saudara dari ayah) atau saudara dari kakek dan 4) Anak lelaki paman dari pihak ayah. Sehingga untuk menjadi wali adalah dari keturunan ayah bukan dari keturunan ibu, dan wajib laki-laki bukan perempuan.
Dari Abu Hurairah R.A bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Janganlah wanita menikahkan wanita lain dan janganlah wanita menikahkan dirinya sendiri,” (HR Ibnu Majah).
Rasulullah SAW adalah wali dari wanita yang tidak ada wali (ini merupakan isyarat adanya mewali kepada penghulu yang megawinkan anak, ketika wali tidak dapat mengawinkan anaknya) .
Sebagaimana hadis, Dari Sahal bin Sa’ad berkata: Datang seorang wanita kepada Rasulullah SAW kemudian berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepadamu. Kemudian seorang sahabat berkata kepada Rasulullah: Nikahkanlah aku dengannya. Lalu Rasulullah SAW berkata : Aku nikahkan engkau dengannya dengan apa yang miliki dari bacaan Qura’an. (HR. Bukhari).
Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar, sehingga ia dihalalkan terhadap kemaluannya. Jika mereka terlunta-lunta (tidak mempunyai wali), maka penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali.” [HR. At-Tirmidzi ).
Hadist Dari Aisyah R.A berkata: Rasulullah bersabda, ”Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil.” Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali. (HR. Abu Daud).
Kehadiran wali dari penguasa dan wali hakim/wali nikah tersebut benar-benar tidak mempunyai wali nasab dari keturunan ayahnya, bukan sengaja membuat status tidak ada wali karena kabur dan lari dari keluarga, karena perbuatan meniadakan wali dapat menyebabkan BATALNYA PERKAWINAN karena wali nikah ada tetapi dikatakan tidak ada, atau dinikahkan oleh bukan wali yang berhak kebatalan ini berkaitan dengan PENTINGNYA IJIN wali, tetapi ketika wali sudah ijin dan menikah ditempat lain dengan wali hakim suatu hal yang mubah.
Kedua
MENGAWINI WANITA KARENA AGAMA, bukan karena HARTA, KECANTIKAN DAN KETURUNAN BANGSAWAN
Sebagaimana hadist Dari Abdullah bin ‘Umar yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Jangan kamu mengawini perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membinasakan mereka, janganlah kamu mengawini mereka karena harta kekayaannya, mungkin harta kekayaan itu akan menyebabkan mereka durhaka dan keras kepala. Tetapi kawinilah mereka karena agamanya (iman dan akhlaknya). Budak perempuan berkulit hitam, tetapi beragama, lebih baik dari mereka yang tersebut di atas,” (HR Ibnu Majah).
Pada hadist lain disabdakan bahwa Nabi Muhammad SAW menyatakan, biasanya wanita dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamanya. Jatuhkan pilihanmu atas yang beragama, (karena kalau tidak) engkau akan sengsara (Diriwayatkan melalui Abu Hurairah).
Kehadiran agama dalam diri seseorang wanita sangat diharapkan oleh laki-laki yang mengawininya, karena agama itulah yang akan membuat awet dan langgengnya suatu perkawinan.
Larangan mengawinkan orang musyrik dengan orang beriman sebagaimana Alloh berfirman: “… Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukminah), sebelum mereka beriman…” [ Al-Baqarah/2: 221] .
Meskipun Alloh memerintah bahwa: “Maka kawinilah siapa yang kamu senangi dari wanita-wanita.” (QS An-Nisa [4]: 3).
Lantas jika kesukaannya kepada wanita atau laki laki musyrik maka beirkan pilihan agar beriman terlebih dulu, beirman bukan untuk sekedar bisa mengawini calon, tetapi benar-benar beriman.
PERKAWINAN YANG DIDAULUI DENGAN PERZINAHAN
Pezina dilarang menikah dengan orang beriman. Jika terjadi perkawinan karena di dahului dengan perzinahan maka Alloh menjelaskan bahwa pezina dijodohkan dengan pezina.
Sebagaimana firman Alloh SWT: “Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (QS An-Nur: 3).
Pada ayat lain Alloh SWT berfirman: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik pula, dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS An-Nur: 26).
Ketiga
JIKA PERKAWINAN TIDAK SEJALAN LAGI, MAKA LAKUKAN PERCERAIAN DENGAN TALAK
Sebagaimana firman Alloh SWT:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis ‘iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.” [Al-Baqarah/2: 232].
Walaupun talak dibolehkan untuk mengakiri perkawinan namun dalam hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu Daud).
*JENIS-JENIS TALAK
TALAK SATU DAN TALAK DUA ( BISA DIRUJUK DALAM MASA IDDAH*
Talak Raj’i, yaitu talak ketika suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’i ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa Iddah.
Sebagaimana firman Allah SWT pada surat al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.
*TALAK TIGA* ( tidak bisa dirujuk)
Sebagaimana firman Alloh SWT “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”( Surat albaqarah ayat 230).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa ketika antara suami dan isteri telah talak 3, maka untuk dapat menikah lagi dengan suami sebelumnya diperintahkan menikah lebih dulu dengan laki-laki lain, apabila merasa lebih baik dengan perkawinan pertama maka wanita tersebut diceraikan dan menikah lagi dengan mantan suaminya. Ketentuan ini terlihat tidak penting tetapi ini hukum Alloh swt yang mesti ditaati oleh orang beriman kepada Alloh SWT.
BENTUK PERBUATAN TERGOLONG TALAK
Ada dua macam cara menjatuhkan talak, yaitu dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
Pertama
Talak sharih, contohnya “Saya talak engkau!” atau “Saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat.
Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
Kedua
Talak kinayah, contohnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”. Ucapan talak memerlukan niat.
Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, talaknya tidak jatuh.
Ketiga
Aneka bentuk talak yang memerlukan kajian hukum:
Biasanya Talak dengan ucapan. Yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya dengan ucapan lisan dihadapan istrinya dan istrinya mendengar langsung ucapan suami.
Sedangkan karena zaman digital talak dilakukan lewat media telephon dan pesan singkat (sms/wa) sehingga berbentuk :
Talak dengan tulisan. Yaitu talak yang disampaikan oleh suami dalam bentuk tulisan, kemudian istrinya membaca dan memahami isinya.
Talak dengan isyarat. Yaitu talak disampaikan dengan menggunakan isyarat oleh suami yang tidak bisa bicara (tuna wicara), sepanjang isyarat itu jelas dan benar untuk yang dimaksudkan untuk talak, sementara istrinya memahami isyarat tersebut.
Talak dengan megirim utusan. Yaitu talak yang dijatuhkan suami melalui perantara orang lain yang dipercaya untuk menyampaikan maksud bahwa suaminya mentalak dirinya.
Atau Talak Muallaq. Adalah talak yang dikaitkan dengan syarat tertentu. talak ini jatuh apabila syarat yang disebutkan suami terwujud. Misalnya suami mengatakan, “Engkau tertalak apabila meninggalkan shalat”, Maka bila istri benar-benar istri tidak shalat jatuhlah talak.
Atau Talak Ghairu Muallaq. Adalah jenis talak yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat tertentu, misalnya suami berkata, “Sekarang juga engkau aku talak”.
Maka aneka bentuk talak tersebut selama memenuhi unsur suatu talak, akan sah menjadi suatu talak yang diberikan oleh suami.
PERKAWINAN BERPOTENSI TERJADI PERZINAHAN DALAM PERKAWINAN
Pertama
KARENA TIDAK DINIKAHKAN OLEH WALI YANG SAH.
Kedua
MENGAWINI WANITA YANG DILARANG DIKAWINI.
Alloh berfirman dalam alquran: . “Diharamkan kepada kamu mengawini ibu-ibu kamu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan juga bagi kamu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga mengawini wanita-wanita yang bersuami.” (QS Al-Nisa’ [4]: 23-24).
Ketiga
MENGAWINI DUA WANITA KEMBAR /BERSAUDARA DAN SERUMAH
Sebagaimana firman Alloh SWT: pada surat An-Nisa‟ ayat 23: َ Artinya: “…bahwa (tidak boleh kamu) mengumpulkan dua orang bersaudara kecuali apa yang telah berlalu…hal ini menegaskan perbuatan mengumpulkan wanita bersaudara dalam suatu perkawinan adalah perbuatan jaman jahiliyah.
Keempat
MENIKAHI WANITA BERSUAMI
Dalam surat An-Nisa‟ ayat 24 Alloh berfirman: Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki…” sebagaimana disebut dalam UUP pada Pasal 3. (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.. Seorang wanita hanya boleh mempunyaiseorang suami.
Kelima
MENIKAHI WANITA DALAM MASA IDDAH
Sebagaimana firman Alloh SWT: Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendalah menahan diri (menunggu) tiga quru‟…” (QS. Al-Baqarah : 228).56
Keenam
SUAMI ISTERI YANG SERING BERTENGKAR DAN JATUH TALAK BERKALI KALI TETAPI TETAP MENGANGGAP MASIH BELUM JATUH TALAK.
Ketujuh
WANITA YANG DINIKAHKAN OLEH BUKAN WALI YANG SAH ( SEPERTI DINIKAHKAN OLEH AYAH TIRI ATAU OLEH LAKI-LAKI YANG BERZINA DENGAN IBUNYA DAN MENYEBABKAN LAHIRNYA SI ANAK PEREMPUAN)
Maka dengan demikian perkawinan yang tidak memenuhi hukum agama dan telah melanggar hukum dapat menyebabkan suami isteri telah bercerai, dan jika bergaul dapat menimbulkan perzinahan dalam perkawinan, karena telah jatuh talak dalam hubungan keduanya.
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 19 September 2022)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum