Simpang Ampek | Topsumbar – Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, Sumatera Barat, kembali melakukan penahanan terhadap dua tersangka baru kasus Mega Korupsi Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Pasaman Barat, Kamis (04/08).
Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ginanjar Cahya Permana, dalam keterangan persnya mengatakan kedua tersangka yang ditahan tersebut masing-masing berinisial HW yang merupakan mantan Direktur Rumah Sakit tersebut dan MY yang merupakan manajer konstruksi pada perusahaan konsultan pengawas asal Pekanbaru Riau.
“Keduanya dititipkan di Ruang Tahanan Polres Pasaman Barat selama 20 hari kedepan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut terkait pengungkapan perkara dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan cukup fantastis yakni mencapai Rp 20 miliar, ” ungkapnya.
Dengan demikian, lanjutnya, hingga saat ini total tersangka yang sudah ditetapkan dalam perkara tersebut berjumlah total tujuh orang, lima diantaranya sudah ditahan.
Sementara satu tersangka lainnya yang sempat mengalami shock saat ini masih disarankan oleh pihak dokter untuk menjalani pemulihan selama tiga hari setelah sempat dirawat beberapa waktu lalu dan diminta segera menyerahkan diri jika sudah benar-benar dinyatakan pulih oleh dokter yang merawatnya.
“Kemudian satu orang tersangka lainnya yang merupakan direktur perusahaan pelaksana kegiatan, PT MAM, saat ini masih menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung untuk perkara OTT yang ditangani oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ” ungkapnya.
Berkaitan dengan adanya dugaan suap hingga PT MAM dinyatakan sebagai pemenang, pihaknya menegaskan meskipun sudah memiliki bukti yang cukup namun terus dilakukan pendalaman agar perkara dengan jumlah kerugian terbesar selama Kabupaten Pasaman Barat berdiri itu bisa diungkap seterang-terangnya.
Menurutnya, berdasarkan perhitungan sementara pihaknya berdasarkan keterangan dan alat bukti yang sudah dimiliki, nilai gratifikasi atau suap yang sudah ditemukan jumlahnya sebesar Rp 4,5 miliar, namun berdasarkan keterangan yang didapat jumlah yang dijanjikan adalah sebesar Rp 11 miliar lebih diluar kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp 20 miliar.
“Kami akan terus melakukan penyidikan serta pengungkapan dan akan menyeret siapapun yang terlibat hingga tuntas tanpa memandang siapapun dan apapun jabatan yang bersangkutan, ” tegasnya.
Sementara itu, pihak Penasihat Hukum dari tersangka HW, Rahmi Jasim, saat dimintai keterangan terkait ditetapkannya klien dari Kantor Hukum RJ Law Firm itu, menegaskan bahwa kliennya adalah merupakan korban dari sebuah keputusan dan kebijakan dari oknum eks pejabat dan pejabat pada rejim yang berkuasa saat itu.
“Kami merasa klien kami dizalimi karena dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik, bisa dibuktikan klien kami tidak pernah memiliki niat untuk merugikan keuangan negara dan tidak menerima sepeser pun keuntungan dari kongkalikong pengerjaan proyek fisik senilai Rp 130 miliar lebih itu, ”
Hal itu, lanjutnya, dapat dilihat dari adanya sikap penolakan dari kliennya untuk mencairkan dana pembangunan gedung megah tersebut sebelum diaudit oleh tim auditor independen karena khawatir akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Bahkan, kliennya pada saat diminta menjabat sebagai direktur RSUD Pasaman Barat, pernah mengemukakan persyaratan kepada eks Bupati Pasaman Barat, Y, agar tidak menetapkan dirinya sebagai pemegang status Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek itu dengan alasan tidak memiliki kompetensi bidang pembangunan infrastruktur.
“Syarat tersebut awalnya diterima oleh Y namun setelah klien kami menduduki jabatan tersebut, apapun permohonan yant dimintakan klien kami tidak pernah direalisasikan oleh yang bersangkutan bersama eks Sekda Pasaman Barat berinisial Y, ” ulasnya.
Ia mengisahkan, setelah tiga bulan menjabat sebagai direktur RSUD Pasaman Barat maka kliennya pun dengan terpaksa menyetujui pencairan dana setelah diyakinkan oleh seluruh pihak mulai dari eks bupati dan eks sekda setempat, tim TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum Pasaman Barat sebesar Rp 60 miliar.
Berdasarkan bukti dokumen notulensi rapat yang dimiliki pihaknya, keputusan pencairan itu merupakan hasil rapat untuk membahas adanya ancaman penghentian pengerjaan gedung oleh pihak rekanan jika tidak dilakukan pencairan termyn pekerjaan yang pada waktu itu bobotnya dianggap sudah 40 persen lebih.
“Keputusan tersebut diambil setelah klien kami menduduki jabatan direktur selama tiga bulan dan dalam rentang waktu tersebut yang bersangkutan sudah mengajukan sejumlah syarat berupa permintaan penghitungan kembali bobot pekerjaan hingga meminta Bupati untuk menunjuk PPK baru karena dirinya menolak untuk menyetujui pencairan dana jika permintaan yang diajukan tidak dipenuhi, “jelasnya.
Menurutnya, setelah persetujuan pencairan ditandatangani maka kliennya langsung mengajukan pengunduran diri sebagai direktur namun tidak ditanggapi oleh bupati pada saat itu, hingga akhirnya pada 12 November 2019 kliennya menyatakan mengundurkan diri sepihak dan siap menanggung segala konsekuensi dan implikasi hukum atas sikapnya tersebut.
“Dengan penjelasan tersebut maka sangat lah jelas klien kami tidak bersalah dan hanya dijadikan sebagai alat untuk suatu kepentingan diluar ketentuan hukum yang berlaku, “tegasnya.
Pihaknya beserta pihak keluarga kliennya menegaskan akan membuka kasus ini dan siap menghadirkan segala bukti-bukti dan mendesak seluruh oknum yang terlibat agar bersedia menjadi saksi yang meringankan bagi kliennya secara sukarela agar dalam penanganan perkara ini tidak ada unsur atau dugaan upaya menyudutkan kliennya dan harus menanggung akibat untuk kesalahan yang tidak pernah ia perbuat.
“Kami atas nama klien dan keluarga mengajak seluruh lapisan masyarakat agar jernih melihat persoalan yang terjadi, dan bersama-sama mendesak penyidik untuk terus mengejar tersangka lainnya yang dinilai telah menjerumuskan klien kami, ” tutupnya.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman Barat, Sumatera Barat, melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka mega korupsi pembangunan gedung RSUD Pasaman Barat dengan nilai total.pagu dana mencapai Rp 130 miliar lebih, Jum’at (22/07).
Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ginanjar Cahya Permana, di Simpang Ampek, kedua tersangka masing-masing berinisial NI yang merupakan selaku PPK dan HAM yang berperan sebagai penghubung antara pihak panitia lelang dengan perusahaan pemenang tender, PT MAM.
Adapun pasal yang disangkakan kepada para tersangka meliputi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor jo pasal 55 dengan sanksi maksimal 20 tahun penjara dan masih akan ditambah dengan pasal gratifikasi yang saat ini masih didalami. (Rully Firmansyah)
Dapatkan update berita pilihan seputar Sumatera Barat hari ini dari Topsumbar.co.id. Mari bergabung di Grup Whatsapp “TOPSUMBAR|Media Online”, caranya klik link https://chat.whatsapp.com/HIjz25fqv3j6AguRPbSoeT, kemudian join. Anda harus install aplikasi Whatsapp terlebih dulu di ponsel.