Oleh : Rido Caroko
Mahasiswa Sastra Indonesia UNAND
Top Sumbar | Sampai saat ini, ilmu beladiri sangat penting di tengah maraknya kejahatan yang semakin menjamur di masyarakat. Ilmu beladiri itu sendiri berguna untuk menjadi tameng atau bekal dalam mempertahankan diri dari bahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan jiwa. Bukan hanya itu, ilmu beladiri merupakan sarana olahraga dalam melatih kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Di Indonesia sendiri, sebagai sebuah negara yang kaya dengan keberagaman, ternyata juga kaya akan ilmu beladiri, baik itu beladiri modern maupun beladiri tradisi yang dimana dapat dengan mudah untuk ditemui dan dipelajari.
Salah satu dari banyak beladiri yang ada di Indonesia ialah silek yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Dimana silek menjadi salah satu beladiri tertua di Indonesia. Silek merupakan salah satu ilmu beladiri tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun secara adat dari mamak kepada kemenakan dalam kaumnya. Silek adalah kekayaan lahir dan batin dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam lingkungan, sehingga gerakan-gerakan dalam silek mengandung syarat akan arti kehidupan masyarakat Minangkabau.
Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Sumatera Barat melakukan sebuah pendataan silek tradisi di Kabupaten Solok Selatan. Alhasil pendataan tersebut mendapati sekitar 12 aliran silek tradisi yang masih eksis dan bertahan di kabupaten Solok Selatan. Kedua belas aliran tersebut antara lain silek pedang abai, silek pangian, silek taralak, silek colau, silek katiani, silek luncu, silek koto anau, silek kumango, silek tuo lubuk gadang yang juga dikenal silek langkah ampek, silek paninjauan atau junjung sirih, silek harimau (termasuk silek kucing putiah), silek tuo sungai pagu.
Begitu banyak beladiri tradisi terkhusus aliran silek di tanah Minangkabau, namun yang menjadi masalah disini ialah tiada ketertarikan dari generasi muda untuk belajar atau melestarikan silek tersebut. Mereka lebih melirik beladiri modern seperti karate, tekwondo, judo hingga jiu jitsu.
Melihat dari satu dekade kebelakang, beladiri tradisi terkhusus silek semakin tergerus kalah eksis dengan beladiri modern. Hal ini disebabkan oleh stigma generasi muda akan beladiri tradisi silek yang monoton, mitos-mitos yang ada seperti belajar silek harus malam dan lainnya. Itu hanya suatu kesalahpahaman pengertian bagi generasi muda, mereka tidak tahu jika bukan meraka yang melestarikan tersebut maka silek Minangkabau yang penuh dengan nilai-nilai budaya akan lenyap dalam buku pengantar tidur.
Padahal, menurut sudut pandang filosofis silek mengandung petuah hasil dari “Alam takambang jadi guru” yang tidak sembarang orang mengatahuinya. Bisa kita lihat Minangkabau erat kaitannya dengan alam disekitarnya yang mereka tuangkan kedalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu, budaya minang yang tidak bisa hilang dari Minangkabau juga terus turun temurun dari generasi ke generasi, maka dari itu ilmu silek haruslah ada dalam diri pribumi yang mau merantau sebagai tameng pelindung diri, karena “Mujua sepanjang jalan, malang sakijok mato.”
Kedepannya, silek yang sudah menjadi akar dari nilai-nilai masyarakat Minangkabau, kita lestarikan agar nantinya kita patut bangga akan tradisi dan budaya yang ada di Minangkabau.
(*)