LUBUKSIKAPING | TOP SUMBAR–Sekretaris Komisi IV pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Suharjono, meminta pihak pemerintah eksekutif berbagai tingkatan agar memperbanyak program kegiatan bersifat Livelihood Activities atau membuka kesempatan kerja untuk keberlangsungan hidup, bagi masyarakat terdampak bencana gempa 6,2 SR di Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat.
Hal itu ia katakan secara eksklusif kepada Top Sumbar dalam sebuah perbincangan singkat terkait penanganan pasca bencana gempa yang terjadi pada 25 Februari 2022 lalu.
“Secara umum penanganan tanggap darurat dan masa transisi pasca bencana difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak, fase berikutnya adalah penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi yang merupakan rangkaian penting dalam memulihkan kondisi kehidupan masyarakat, ” tegasnya.
Pada fase tersebut, lanjutnya, tentu ada harapan besar bagi masyarakat untuk kembali menjalani kehidupan secara normal dan hal itu wajib menjadi titik perhatian utama semua pihak.
Salah satunya terkait kesempatan kerja atau berusaha untuk menambah penghasilan mereka agar bisa kembali membangun hunian permanen yang jauh lebih layak dan manusiawi.
“Jika tidak disegerakan maka dikhawatirkan akan semakin menambah duka masyarakat dan lebih parah lagi akan menjadi pemicu melemahnya semangat untuk bangkit lagi dari luluhlantaknya sendi-sendi kehidupan baik secara ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, ” ulasnya.
Menurutnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meluncurkan program lifeskill seperti pelatihan pertukangan yang nantinya akan sangat dibutuhkan dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi mulai dilaksanakan.
Dengan kata lain, lanjutnya, tenaga tukang yang tentunya akan sangat dibutuhkan nantinya sudah tersedia dan dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal yang membutuhkan usaha tambahan dalam mencari nafkah.
Selain itu, jelasnya, memberikan bantuan modal usaha bagi para pelaku kewirausahaan mikro dan kecil atau kelompok masyarakat dengan keahlian namun lemah dalam permodalan juga bisa dijadikan sasaran kegiatan tersebut.
Ia mengingatkan, dalam penanganan pasca bencana jangan sampai yang dirancang semata-mata tentang sarana prasarana infrastruktur belaka tanpa memperhatikan hak hidup dan kesempatan kerja bagi lingkungan tempat suatu proyek dilaksanakan.
“Perhatikan perimbangan skala prioritas dalam tahapan penanganan bencana, mulai dari sistem mitigasi hingga pemenuhan hak hidup bagi masyarakat yang terdampak bencana, ” sebutnya.
Disinggung tentang upaya yang akan dilakukan pihak Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam mendorong upaya pemulihan pasca gempa, ia menjelaskan pihaknya terus menggalang koordinasi dengan berbagai pihak terkait agar mampu melahirkan sebuah sistem penanganan pasca bencana yang terstruktur, efektif, efisien dan kaya fungsi.
Dalam waktu dekat ini, ungkapnya, pihaknya akan turun ke titik lokasi permukiman terdampak untuk melihat langsung kondisi penanganan terkini yang nantinya akan dijadikan indikator dasar dalam memberikan masukan tentang proses penanganan lebih lanjut kepada unsur pemerintah eksekutif berbagai tingkatan.
“Kami sangat berharap adanya sinergitas dan koordinasi yang baik oleh antar lembaga dalam upaya pemulihan, termasuk tentang bagaimana strategi yang dibangun dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat terdampak agar bisa secara perlahan melepaskan diri dari ketergantungan kepada bantuan dari luar, ” tutupnya.
Sebelumnya, penanganan pada masa transisi kebencanaan di Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat masih berlangsung dengan fokus kegiatan adalah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak bencana seperti hunian sementara, menjaga ketersediaan stok pangan dan kebutuhan mendesak lainnya yang dibutuhkan.
Terlepas dari itu semua, ada catatan kecil yang tersisa terkait penanganan tanggap darurat bencana di dua Kabupaten itu, yang menurut sebagian pihak ditangani secara tidak maksimal dan semrawut dalam penerapan sistem mitigasi sebagaimana mana diatur dalam regulasi penanganan bencana di Republik Indonesia.
Salah satunya datang dari salah seorang ahli gempabumi yang juga seorang akademisi dari Universitas Negeri Padang, Pakhrur Razi PhD.
Menurutnya, sebab utama ketidaksiapan pemerintah daerah dan masyarakat setempat dalam menghadapi bencana adalah karena minimnya pengetahuan para pengendali pemerintahan terkait upaya mitigasi kebencanaan.
“Berdasarkan data yang diterbitkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang di Pasaman Barat sudah lama tidak terjadi gempa sehingga membuat semua pihak lalai menyiapkan upaya penanganan kebencanaan secara lokal, ” sebutnya saat menjadi pemateri Kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) yang diselenggarakan pihak BMKG di Aula Kantor Bupati Pasaman Barat, Rabu (23/03).
(Rully Firmansyah)