TELUK KUANTAN – Setelah keluhan warga Riau terkait melambungnya harga minyak goreng terutama masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), kini kembali menjerit pasca kebijakan Presiden Jokowi yang menghentikan ekspor minyak kelapa sawit/Crude Palm Oil (CPO) ke luar negeri sejak beberapa pekan lalu. Hal ini sangat dirasakan para petani kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning terutama di Kota Jalur.
Yang mana, sejumlah pabrik kelapa sawit yang ada di Riau mematok harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) dengan harga yang relatif murah, jauh di bawah harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) telah mengumumkan rencana berhenti membeli TBS, karena tangki penampung CPO telah penuh.
Dengan kondisi ekonomi yang terjadi saat ini, Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kuantan Singingi, Drs. H Suhardiman Amby, Ak.,MM meminta agar pemerintah pusat mengambil langkah konkret dan progresif untuk menyelamatkan hasil kelapa sawit masyarakat di Riau.
Menurut H Suhardiman Amby, kepada wartawan mengatakan, solusi yang tepat adalah memberikan kesempatan Koperasi dan Kelompok Tani untuk membuka Kilang sendiri, serta memberikan kemudahan izin terhadap mereka untuk mendirikan industri/perusahaan.
Lanjut Suhardiman, justru kondisi ekonomi seperti ini adalah momen yang tepat untuk memberikan kesempatan kepada koperasi dan kelompok tani untuk membuka kilang atau pabrik kelapa sawit sendiri dalam bentuk kemandirian.
“Berikan kemudahan izin. Mungkin dengan kapasitas 10 sampai 15 ton per jam,” kata Suhardiman Amby.
“Kan bisa menggunakan dana BPDPKS, di sana uang petani menumpuk ratusan triliun,” imbuhnya.
Suhardiman Amby menegaskan, bahwa dengan adanya stok uang di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang menumpuk hingga ratusan triliun itu, bisa dipakai untuk membeli seluruh CPO yang diproduksi PKS di Riau.
“Gunakan dana BPDPKS, uang petani menumpuk ratusan triliun di sana. Sewa tangki-tangki yang tersedia, menjelang ekspor kembali normal. Dengan demikian, semua PKS bisa menampung buah kelapa sawit petani secara normal dan mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah,” kata Suhardiman Amby menegaskan.
Menurutnya, BUMD dan BUMN akan dapat membuka pabrik biosolar untuk konsumsi dalam negeri. Termasuk pabrik pengolahan produk hilir dari bahan minyak kelapa sawit. Sehingga, untuk hasil pabrik bisa dikonsumsi langsung di dalam negeri dan diekspor dalam bentuk hasil olahan.
“Nanti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka pabrik biosolar untuk komsumsi dalam negeri serta bangun ratusan industri produk hilirisasi CPO, dan untuk konsumsi dalam negeri kita ekspor sebagian dalam bentuk barang jadi,” begitu kata Suhardiman Amby menyarankan.
Ditambahkan Suhardiman Amby, dalam kondisi saat ini tidak tepat untuk menyalahkan sepenuhnya dampak anjloknya harga TBS kepada perusahaan pemilik PKS, baik perusahaan dalam negeri maupun pemodal asing.
“Sebaiknya kita tidak menyalahkan PKS yang dimiliki oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM) atau Penanaman Modal Asing (PMA),” imbuhnya.
Selain itu, Suhardiman Amby, Plt Bupati Kuansing menyarankan agar pemerintah melalui BUMN terkait memborong semua produksi CPO sampai kondisi harga kembali stabil, dan kembali membuka ekspor ke luar negeri.
Dengan demikian, semua kilang bisa menampung buah sawit petani secara normal dan mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah yang mengacu kepada Harga CPO dunia.
“Langkah cepat untuk Riau, mestinya pemerintah melalui PTP Nusantara (BUMN) memborong semua CPO,” kata Suhardiman Amby menyarankan.
Menurut H Suhardiman Amby, hal tersebut adalah sebagai solusi jangka pendek untuk menjawab jeritan petani kelapa sawit yang harganya saat ini sangat anjlok, dan hal itu adalah suatu jawaban pemerintah atas tindakan pabrik kelapa sawit yang berhenti menerima pasokan buah sawit dari masyarakat.
“Daripada saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Saya rasa ini adalah hal yang tepat. Harus ada terobosan kebijakan dari pemerintah untuk menyelamatkan keadaan ini,” demikian kata Suhardiman menyampaikan.
(Yos)