Padang | Topsumbar – Ingin menyelesaikan penyusunan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pengakuan dan perlindungan hukum masyarakat adat, Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut) datang ke DPRD Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (21/04/2022).
Kedatangan mereka disambut Wakil Ketua Komisi I DPRD Sumbar, Maigus Nasir didampingi Sekwan, Raflis.
Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhamad Subandi mengatakan pembahasan ranperda tersebut telah dilakukan sejak DPRD periode lalu. Naskah akademis sudah ada, pembahasan telah dilakukan, namun belum bisa diselesaikan.
“Kami mengalami banyak kendala. Salah satunya, dalam rapat dengar pendapat dengan masyarakat adat beberapa daerah, justru mereka mengeluhkan belum ada pengakuan dari pemerintah kabupaten/kota setempat. Selain itu juga ada beberapa masalah lainnya,” ujar Subandi.
Komisi A Sumut, tambah dia, bertekad untuk menyelesaikan ranperda tersebut. Jika perda tersebut telah disahkan maka ada payung hukum yang menjadi dasar pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.
Dia mengatakan, menyangkut ke masyarakat adat, ada salah satu permasalahan yang seringkali terjadi, yakni persoalan tanah adat. Menurut dia, acap kali permasalahan muncul jika ada pembangunan dan rencana investasi yang akan menggunakan lahan adat.
Selain itu, menurut dia, ada sejumlah unjuk rasa dari perkumpulan masyarakat adat yang menuntut pengakuan dari pemerintah terkait tanah mereka.
“Kami melihat Sumbar memiliki kesamaan dengan daerah kami, salah satunya ada tanah ulayat. Selain juga Sumbar telah memiliki perda yang mengatur tentang masyarakat adat. Jadi kami berharap bisa belajar dari Sumbsr untuk penyusunan ranperda kami ini,” ujarnya.
Menyambut permintaan Komisi A, DPRD Sumut, Wakil Ketua Komisi I, Maigus Nasir mengatakan Sekretariat akan memberikan dokumen perda untuk dipelajari oleh DPRD Sumut, salah satunya perda tentang pemberdayaan masyarakat dan pemerintah nagari.
“Perda ini sudah disahkan pada Tahun 2018,” ujar Maigus.
Dia mengatakan di Sumbar keberadaan adat, hukum adat dan masyarakat adat sangat diakui.
“Hukum adat pun masih diakui. Hukum adat memang diakui di Indonesia sebagai hukum formil perdata,” ujarnya.
Maigus mengatakan perlindungan untuk masyarakat adat sangatlah penting. Salah satunya hak terkait tanah adat atau tanah ulayat.
Di Sumbar, tambah dia, banyak tanah adat atau tanah ulayat yang diserahkan masyarakat untuk mendukung program pemerintah. Salah satunya untuk kawasan pariwisata Mandeh di Pesisir Selatan. Selain itu banyak pula yang menjadi lahan pendukung investasi, seperti untuk perusahaan sawit.
“Kita berharap memang tanah adat atau ulayat menjadi pendukung pembangunan, program pemerintah dan perkembagan investasi. Namun terpenting pula hak masyarakat terhadap penggunaan lahan mereka harus dipastikan terpenuhi dengan baik,” ujar Maigus. (HT)