Padang – Pemerintah dan DPR telah menyepakati penetapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2022. Setelah 5 tahun tidak pernah mengalami kenaikan, biaya haji tahun ini diputuskan naik sebesar 4,69 juta rupiah dibanding keberangkatan sebelumnya.
Kenaikan ini tidak dibebankan kepada jemaah dikarenakan adanya penambahan nilai di rekening jemaah yang didistribusikan BPKH melalui virtual account setiap tahunnya.
BPKH bersama DPR RI menggelar acara Diseminasi Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan dan Sosialisasi BPIH 1443 H di Hotel Saga Murni, Painan pada hari jumat (24/04) yang dihadiri oleh narasumber Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni, Anggota Dewan
Pengawas BPKH Akhyar Adnan, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Pessel Mardani dan Ketua MUI Pessel Buya Asli Sa’ad dan dimoderatori oleh Kepala Kemenag Kab. Pessel Abrar Munanda.
Membuka acara Lisda Hendrajoni menjelaskan “Saat ini Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji
(BPIH) yang ditetapkan sebesar Rp.81.747.844,04 per jamaah namun dibayarkan jemaah hanya Rp.39.886.009. dimana biaya Ini meliputi biaya penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah, biaya hidup (living cost) dan biaya visa. Ditahun 2022
selisih biaya Rp41.861.835 dibayarkan BPKH melalui nilai manfaat yang berasal dari optimalisasi pengelolaan keuangan haji.”
Lisda menambahkan BPKH merupakan Badan Hukum publik yang bersifat Independen dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri serta diawasi secara langsung oleh DPR RI dan diaudit oleh BPK. Pengelolaan Keuangan Haji oleh BPKH dilakukan secara
korporatif dan nirlaba dan harus sesuai prinsip syariah.
Akhyar Adnan menerangkan “Rata-rata setoran haji selama 5 tahun terakhir relatif tidak mengalami kenaikan sejak 2018 sementara biaya riil haji terus meningkat cukup signifikan.
Selisih negatif antara BPIH dan Bipih dipenuhi dengan cara subsidi menggunakan nilai manfaat (keuntungan) dari pengelolaan keuangan haji oleh BPKH. Idealnya nilai manfaat tersebut didistribusikan sepenuhnya ke rekening virtual account jemaah haji tunggu karena
mengandung risiko sustainibilitas dan berpotensi memberatkan keuangan negara di masa yang akan datang dan menyalahi prinsip syariah dan keadilan.”
Kenaikan Bipih yang diputuskan akan dibebankan melalui virtual account jemaah haji, selama masa tunggu sejak tahun 2018 jemaah mendapatkan penambahan nilai dari optimalisasi keuangan haji. Ditahun 2018 BPKH membagikan Virtual Account sebesar 1,08T, 2019 sebesar 785,1 M, 2020 sebesar 2 Triliun, di tahun 2021 sebesar 2.5 Triliun dan di tahun
2022 akan dibagikan pada tahap selanjutnya.
Sebagai lembaga yang melaksanakan tugas Pengelolaan Keuangan Haji, BPKH juga menjalankan fungsi pengawasan. Pengawasan keuangan haji memberikan penilaian atas rencana strategis, rencana kerja dan anggaran tahunan pengelolaan keuangan haji.
Pemantauan dan memberikan pertimbangan terhadap laporan pertanggungjawaban
sebelum ditetapkan menjadi laporan BPKH.
Dalam pembahasannya Buya Asli Sa’ad mengatakan BPKH sebagai pengelola keuangan haji dan Kementerian Agama sebagai penyelenggara haji memiliki dua fungsi yang berbeda dan masyarakat saat ini harus disosialisasikan terkait lembaga yang independen ini. Buya pun berharap kepada BPKH dan DPR RI agar seluruh organisasi masyarakat diberi pencerahan
akan fungsi BPKH yang mengelola dana secara syariah dan alokasi dana abadi umat yang sesuai untuk kemaslahatan umat islam.
Mardani menyebutkan “Nilai manfaat dana haji agar didistribusikan sepenuhnya untuk umat Islam dan memberikan manfaat untuk masyarakat seperti fasilitas pada saat berhaji, makanan, penginapan dan setiap fasilitas agar memberikan kenyamanan bagi jemaah haji
untuk beribadah.”
Dengan sosialisasi yang baik diharapkan masyarakat dapat memperoleh dan memilah informasi yang benar agar tidak terpengaruh pemberitaan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya dan mendapat informasi langsung dari sumber yang terpercaya.(rel)