Pasaman Barat | Topsumbar – Indahnya senja Ramadhan menghiasi perjalanan kala kala itu, suasana gerimis menjelang masuknya waktu berbuka puasa setelah Nagari Kajai sempat diguyur hujan lebat pada Rabu (06/03), seakan menjadi perlambang masih adanya duka yang dirasakan masyarakat setempat setelah menjadi korban terdampak gempa bumi 6,2 SR pada 25 Februari 2022.
Tak terasa, sebulan lebih bencana itu berlalu dengan segala duka nestapa kisah yang mengiringinya, masih ada cerita duka wafatnya salah seorang penyintas pada hari itu setelah mendapatkan perawatan akibat tertimpa bangunan rumahnya yang rubuh kala itu.
Hingga mata nurani tertuju pada sosok penghuni Hunian Sementara (Huntara) bernomor 27 yang berada di Jorong Kampung Sawah Kenagarian Kajai, Kecamatan Talamau, yang sedang menunggu waktu berbuka puasa dengan istri dan dua orang cucunya.
Meskipun sekilas namun gurisan kerasnya hidup yang ia jalani bersama keluarga, tampak jelas tergambar dari mimik wajahnya ketika ia menatap nanar karena mengenang nasib dan meraba tak pasti akan masa depannya bersama pasca gempa melanda.
Ungkapan rasa bersyukur tak bosan ia panjatkan kepada Ilahi, yang telah memberikannya kesempatan untuk tetap hidup dan selamat dari timpaan reruntuhan rumah miliknya yang ia saksikan ambruk rata dengan tanah ketika ia masih di tangga berusaha berlari menuju halaman untuk menyelamatkan diri bersama cucunya.
“Saya sangat bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk hidup, padahal dengan kondisi sakit saya yang sudah membatasi gerak tubuh rasanya tidak mungkin saya bisa selamat dari kuatnya goncangan gempa yang menghancurkan rumah kami,” ungkap Sudirman (78) saat tim menyambangi Huntara miliknya, Rabu (06/03).
Pada saat gempa terjadi, ia bersama dua orang cucunya sedang berada di dalam rumah dan istrinya Kasmawati (66) terlihat sedang membersihkan halaman rumah beberapa saat sebelum bencana tektonik itu datang.
Tak terbayangkan bagaimana paniknya ia bersama sang cucu yang berusaha menggendongnya segera keluar rumah demi menyelamatkan diri tidak tertimpa reruntuhan rumah satu-satunya yang menjadi tempat berkumpul dan berteduhnya bersama anak-anaknya yang sedang merantau mengadu nasib di negeri orang.
“Kala itu situasi sungguh membingungkan bagi kami, tidak ada informasi dan arahan yang jelas tentang apa yang harus kami lakukan untuk menyelamatkan diri hingga saya bersama keluarga pun memutuskan mengungsi tanpa persiapan apa-apa, ” kenangnya.
Dalam kesedihan ia pun menceritakan bagaimana pahitnya ketika harus hidup di tenda pengungsian yang jauh dari kata layak dan manusiawi serta sangat membahayakan bagi kondisi kesehatan tubuh renta yang sudah lapuk di makan usia.
Hingga suatu hari, tim assesment Palang Merah Indonesia datang menemuinya dan menawarkan donasi untuk membangun Hunian Sementara (Huntara) yang saat ini menjadi satu-satunya benteng ia bersama keluarga dari dampak perubahan iklim dan cuaca jika malam datang atau hujan mengguyur.
“Huntara sederhana ini sangat berarti bagi kami, sekarang tidak terasa lagi dinginnya tanah di tenda pengungsian, tidak ada lagi tekanan batin karena melihat ratusan orang berada dalam satu titik dengan kebutuhan dan keluhan yang sama yakni hidup normal dirumah kami lagi, ” sebut pria yang pernah bekerja sebagai operator alat berat itu.
Menurutnya, disambangi penuh keakraban dan hangat serta berbuka puasa bersama seadanya di Huntara sederhana itu, menjadi penawar hati tersendiri akan kerinduan berkumpul kembali bersama anak-anak dan cucunya.
Kalimat haru itu, disampaikan Sudirman sembari menceritakan harapannya bersama keluarga untuk hari-hari kedepan khususnya menjelang hari raya Idul Fitri 1443 Hijriyah nanti.
“Kami memohon agar bantuan berupa biaya pendirian kembali rumah kami yang rubuh bisa segera terealisasikan, ” ucapnya.
Disamping itu, lanjutnya, usia renta dengan kondisi kesehatan yang terus memburuk menjadikan ia bersama istri dan cucu-cucu kesayangannya terpaksa mengharapkan uluran tangan para dermawan karena tidak bisa lagi mencari nafkah.
“Saat ini kami memang menggantungkan hidup ke bantuan yang entah sampai kapan bisa menjadi penyangga, sementara anak-anak kami juga tengah melakoni perjuangannya sendiri berjuang untuk bertahan hidup di perantauan, ” tutupnya mengakhiri akhir obrolan seiring masuknya waktu shalat Isya dan Tarwih.
Sebelum berpamitan, tim pun menyerahkan bantuan produk berupa satu dus minuman Pocari Sweat, produksi dan donasi dari PT Amerta Indah Otsuka, Jakarta.
Dalam perjalanan kembali, pikiran pun menerawang jauh mengingat bagaimana nasib pengungsi bersama anak-anak mereka yang merupakan generasi penerus bangsa.
Bagaimana mereka dapat terus melanjutkan hidup dalam segala ketidakpastian akan upaya apa yang bisa dilakukan untuk kedepannya oleh oknum pejabat politik yang tidak memiliki kemampuan apa-apa dan juga memiliki logika yang sama dengan masyarakat terdampak bencana, yakni juga mengharapkan uluran tangan untuk kepentingan pribadi dan jabatan belaka.
Sebuah kesaksian yang menyakitkan bagi nurani-nurani yang merindukan pelayanan serta perlindungan dari pihak terkait, yang saat ini terkesan tanggungjawabnya sudah selesai dengan diakhirinya status tanggap darurat dan memasuki masa transisi yang definisi secara fungsinya sangat membingungkan.
Bahkan, transparansi data donasi dan peruntukannya pun tak kunjung terkabarkan diruang publik sehingga menambah kekhawatiran baru bagi masyarakat terdampak tentang hak-haknya tidak diberikan sesuai porsinya.
Sebuah lamunan yang secara tak sadar meluncurkan do’a tulus, Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan bagi masyarakat terdampak agar tetap semangat menatap hidup tanpa bergantung kepada orang lain apalagi kepada oknum pejabat berbagai tingkatan yang merasa membantu itu adalah sesuatu yang luarbiasa dan bukan kewajiban mutlak luar biasa sebagai makhluk Allah yang diamanahkan kelebihan rezki dan pangkat jabatannya. Aamiin..
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?.
Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya “( QS Surat Az Zalzalah Ayat 1-3).*
(Rully Firmansyah)