Pasaman Barat | Topsumbar — Pasca beredarnya video pengrusakan pondok milik masyarakat yang mengklaim haknya atas lahan yang berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PT Anam Koto di Pasaman Barat, Sumatera Barat, dibantah oleh manajemen perusahaan tersebut terkait adanya tudingan telah menyerobot lahan dan mendzalimi masyarakat adat di daerah itu.
Disampaikan oleh Manajer Legal perusahaan tersebut, Jimson Tamba, Minggu (10/03), bahwa aksi pembongkaran pondok milik oknum kelompok masyarakat yang mengklaim wilayah tersebut merupakan kawasan Kampung Reforma Agraria itu, adalah bagian dari penertiban karena kegiatan yang dilakukan sudah mengarah pada perbuatan anarkisme.
“Buruh dan karyawan kami dilarang melintasi ruas jalan pada blok yang mereka kuasai, ini tentu tidak bisa dibiarkan karena sudah melenceng dari norma hukum positif yang berlaku, ” ungkapnya.
Menurutnya, pihaknya memang sengaja melakukan pembongkaran sebagai peringatan untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar Undang-Undang Perkebunan nomor 39 tahun 2014.
Karena, lanjutnya, hingga saat ini belum ada keputusan pengadilan atau unsur pemerintahan manapun yang menyatakan wilayah HGU perusahaan tersebut yang diklaim masyarakat sudah dicabut atau dibatalkan.
“Itu artinya kawasan yang dikuasai secara hukum masih menjadi wilayah usaha PT Anam Koto, sehingga pihak manajemen memandang perlu dilakukan upaya penertiban demi kelancaran aktifitas perusahaan, ” tegasnya.
Lebih jauh diungkapkan, kondisi terakhir yang diakibatkan oleh kegiatan pendudukan lahan itu, sekitar 15 unit truk pengangkut hasil panen tidak bisa melakukan aktivitas.
Tak hanya itu, alat berat Excavator PC 200 dan bulldozer yang biasanya diterjunkan untuk melakukan kegiatan perawatan jalan juga harus terhenti.
“Yang terparah adalah buruh pemanen panen yang bertugas di blok C10 diusir dan dilarang panen, alat panen pemanen dibuang dan salah satu telepon seluler milik petugas security juga diduga telah dicuri, ” sebutnya.
Akibat rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum kelompok masyarakat itu, pihaknya sudah mengalami kerugian cukup besar karena disamping aktifitas kebuh terganggu, Tandan Buah Segar (TBS) juga tidak bisa diangkut ke pabrik pengolahan kelapa sawit.
Disinggung tentang pemicu tindakan pendudukan lahan oleh kelompok masyarakat karena adanya konflik kepentingan antara pihak perusahaan dan masyarakat setempat, pihaknya tidak menampik tentang adanya upaya penyelesaian oleh pihak Pemerintah Daerah setempat melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Pasaman Barat.
Yang terbaru, pihak GTRA Pasaman Barat telah mengeluarkan surat bahwa kawasan HGU PT. Anam Koto tidak masuk dalam prioritas Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) karena masih berlaku dan dikuasai secara aktif oleh perusahaan sesuai dengan aturan yang berlaku terkait hak dan kewajiban perusahaan oleh pihak Pemerintah secara berjenjang.
“Sehingga masyarakat yang tergabung dalam program Kampung Reforma Agraria yang diinisiasi oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah keliru dan salah informasi dari para pengurusnya, ” tegas dia.
Terpisah, juru bicara kelompok masyarakat yang melakukan penyegelan terhadap 711 hektare lahan HGU perusahaan itu, Eri, menegaskan bahwa aksi yang mereka lakukan tidak melanggar regulasi yang ditetapkan pemerintah.
“Sesuai surat yang kami terima, kawasan yang mereka kuasai adalah salah satu wilayah prioritas untuk diselesaikan dan dijamin pengamanannya oleh pemerintah dengan nomor urut kasus 28,” sebut Eri yang juga Koordinator SPI Kecamatan Pasaman.
Ia mengaku, masyarakat sudah memulai aksi tersebut sejak 48 hari yang lalu dengan melakukan penanaman berbagai komoditas sebanyak 500 batang, sebelum dikejutkan oleh adanya tindakan pengusiran dan pembongkaran pondok dari pihak perusahaan.
Menurutnya, aksi yang mereka lakukan tidaklah bersifat anarkis dan lebih kepada aksi damai untuk mempertanyakan status lahan sesuai rekomendasi pihak Kementerian ATR BPN Republik Indonesia.
“Sudah diambil koordinatnya oleh tim GTRA setempat,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat setempat yang juga ninik mamak yang mengetahui duduk persoalan sengketa lahan itu, H Karnalis, saat dikonfirmasi menegaskan bahwa areal Hak Guna Usaha (HGU) yang diperuntukkan bagi PT Anam Koto berawal dari penyerahan tanah ulayat dari Niniak Mamak Nagari Aia Gadang kepada Perusahaan PT. Anam Koto pada periode 1990-an.
“Dengan demikian maka putuslah hak cucu kemenakan atau masyarakat Aia Gadang tentang tanah tersebut,” tegasnya.
Ia mengingatkan, pihak SPI selaku pihak yang dikedepankan dalam menangani permasalahan ini oleh segelintir masyarakat dan anggotanya, tidak ada hubungan dengan lahan perusahaan tersebut.
“Saran kami adalah kalau memang mempunyai legalitas yang kuat terhadap lokasi tersebut silahkan gugat secara perdata kepada Pengadilan Negeri atau pihak yang berwenang, ” imbaunya.
Ia menegaskan, sepengetahuan pihaknya PT Anam Koto mempunyai legalitas yang sah dan kuat menurut Undang-Undang yang berlaku.
Pada kesempatan itu, ia meminta masyarakat tidak mencoba melakukan tindakan yang mengarah kepada benturan fisik sebagai langkah mencari penyelesaian.
Jika itu terjadi, ulasnya, tentu mereka akan menanggung resiko secara pribadi dan kami sebagai Niniak Mamak tidak ikut campur dalam masalah ini dan juga tidak dilibatkan sesuai fungsi dan kewenangan selaku pemilik ulayat.
“Kami sarankan kepada masyarakat agar tetap menggunakan logika sehat serta tidak terbujuk rayu oleh janji beberapa pihak untuk mendapatkan tanah atau lahan plasma hingga harus mengorbankan keselamatan dan bisa saja nanti malah terjebak kedalam masalah pidana, ” tutupnya. *
Rully Firmansyah