Kajian Jumat Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
Kaum muslimin rahimakumullah.
Pembaca Topsumbar yang budiman.
Selamat menjalankan ibadah puasa romadhan
Pada saat ini kita berada pada bulan romadhan 1443 H, pada kajian kali ini kita akan membahas tentang amalan-amalan yang dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, tetapi amalan itu dapat menjadikan ibadah puasa sia-sia.
Sebagaimana disebut dalam hadist: “Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah). Dengan hadist ini ketika sama-sama berpuasa akan mendapatkan kebajikan berbeda-beda, tergantung amalan orang yang berpuasa.
Apalagi setiap tahun kaum muslimin dihadapkan kepada persoalan kapan memulai puasa romadhan? dan kapan idul fitri? Tentunya kenapa ini menjadi penting?
Sebab jika keliru menentukan waktu/hari mulai berpuasa bisa menjadikan ibadah puasa sia-sia, karena BERPUASA DI HARI YANG DIRAGUKAN.
Tentu ada suatu keyakinan agar tidak terjerumus kepada sikap IKUT-IKUTAN dalam memulai ibadah puasa, tanpa suatu pengetahuan dan kebenaran yang sejalan dengan sunnah.
Diantara amalan yang menjadikan ibadah puasa sia-sia adalah:
*Pertama*
SUKA BERKATA-KATA KOTOR ATAU KEJI
Larangan berkata keji dan kotor, disandingkan dengan kegiatan berpuasa, karena sering orang berpuasa tidak kuasa menahan diri dari berkata KEJI, KOTOR, MENCELA, MENGUMPAT BAHKAN BERUJUNG KEPADA CEKCOK DAN PERTENGKARAN, semua itu perilaku manusiawi yang oleh Alloh SWT hanya dapat diakhiri dan dibentengi/dicegah dengan BEPRUASA.
Sebagaimana hadist: “Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa. (Muttafaq ’alaih).
Barang siapa ketika berpuasa, tetapi tidak mampu mengendalikan diri dari perkataan kotor, keji dan mencela orang lain, maka sudah pasti ibadah puasa yang dilakukan di hari tersebut sia-sia hanya mendapatkan haus dan lapar saja.
*Kedua*
BERKATA-KATA PALSU/BERCANDA/BERGURAU YANG KONTENNYA HANYA MENGADA-ADA
Pada bulan romadhan, sebaiknya hindarilah untuk mengada-ada, misalnya untuk membuat sesuatu yang sifatnya palsu dan senda gurau /sandiwara-sandiwara yang mana orang terhibur tetapi diri sendiri berdosa karena kepalsuan tersebut.
Jangan sampai demi menghibur orang mengorbankan diri sendiri. Seperti tayangan lelucon dan hiburan di media sosial yang sifatnya rekayasa dan mengada-ada.
Sebagaimana hadist berikut:
Barang siapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya” (HR. Bukhari).
Maka agar tidak merusak puasa HENTIKAN DAN TINGGALKANLAH tontonan dan kebiasaan berpura-pura dan senda gurau yang hanya buat orang tertawa tetapi pelakunya mendapat dosa karena berpura-pura atau ber acting semata untuk menghibur orang. Walau menghibur orang itu kebajikan, tetapi jika dengan cara berpura-pura berketerusan sebagai hiburan suatu yang mendatangnkan mudharat.
*Ketiga*
MEMBICARAKAN ORANG LAIN (GHIBAH)/BERGUNJING KETIKA SEDANG BERPUASA
Tidak semua orang memahami apa itu ghibah? Kalaupun memahami terkadang manis dimulut buat tidak berghibah,tetapi keseharian ghibah, bagaimana ghibah tersebut terjadi?
Media untuk ghibah seperti:
Ghibah di media sosial, GHIBAH DI GRUP WHATSAPP (WA) , ghibah di mimbar akademis dan mimbar dakwah, atau ghibah dalam acara bincang-bincang dan dimintai komentar tentang suatu perkara dan peristiwa, maka sudah pasti materinya MEMBICARAKAN PERILAKU ORANG LAIN.
Padahal Alloh SWT telah melarag ghibah dalam alqur’an:
“Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Hujurat: 12).
Maka siapa mengibah orang lain dia diumpamakan dengan memakan daging saudaranya, seperti manusia buas pemakan daging manusia. Lebih jelasnya ghibah itu sebagaimana dalam suatu riwayat. Ketika para sahabat berbincang-bincang satu sama lain, Rasulullah SAW datang dan bertanya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu SAW pernah bertanya pada para sahabatnya:
“Tahukah kalian apa itu GHIBAH? Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul -Nya yang lebih mengetahui”. Lantas beliau menjelaskan: “(Ghibah) itu ialah ENGKAU MENYEBUT (KEBURUKAN) SAUDARAMU YANG IA TIDAK SUKA (ORANG TERSEBUT TIDAK ADA DALAM MAJELIS TERSEBUT) ”. Ada yang bertanya: “Bagaimana sekiranya, jika yang ada pada saudaraku itu MEMANG BENAR SEPERTI YANG KU KATAKAN?(FAKTA DAN REALITA/VIRAL)
Beliau menambahkan: “Jika benar ada padanya apa yang engkau katakan itulah yang namanya ghibah. Dan JIKA SEKIRANYA APA YANG ENGKAU KATAKAN TIDAK ADA PADA SAUDARAMU, ITU NAMANYA FITNAH”. ( HR Muslim ).
Maka ketika berghibah, peluang dosa yang timbul adalah GHIBAH ATAU FITRNAH/ DUSTA/KEBOHONGAN.
Sehingga hindarilah majelis ghibah, karena tidak ada kebaikan pada majelis ghibah yang ada mudharat yang banyak.
*Keempat*
MENCARI CARI KESALAHAN ORANG LAIN/ BERPRASANGKA/ MENDUGA-DUGA ATAS PERBUATAN ORANG LAIN ATAU KOMENTATOR.
Sering sebagai ahli atau pakar, bahkan dalam suatu orasi ilmiah dilazimkan untuk memprediksi hal hal yang terjadi dan menduga-duga sepak terjang seorang politisi dll.
Maka alangkah baiknya ketika menjadi narasumber/ pakar/ahli menjauhi namanya menduga-duga/memprediksi atas tindakan orang lain, karena tindakan itu secara agama dilarang dan merugikan diri sendiri.
Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang .(QS. Al-Hujurat : 12).
Berprasangka itu mudah,karena tak ada orang lain yang persis tahu jika seseorang sedang BERPRASANGKA, karena jika yang mengatakan adalah seorang publik figur/tokoh/ahli maka sulit dibedakan mana prasangka/dugaan hasil genetic pemikiran dan mana yang bisa disebut pemikiran yang netral sesuai keahlian.
Maka marilah selama puasa romadhan, kita menjadikan puasa sebagai PERISAI untuk melindungi diri dari perbuatan yang dapat menjadikan amalan puasa sia-sia.
Memang sulit untuk melakukan hal ini, tetapi ingatlah bahwa Rasulullah SAW diutus kepada kaum jahiliyah memang untuk memperbaiki perilaku mereka sebagaimana hadist: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
IBADAH QIYAM ROMADHAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN SUNNAH
Kelima
NIAT SALAT TAHAJUD DI MALAM HARI, MERUPAKAN SUATU KEKELIRUAN NIAT DALAM SALAT.
Dimalam romadhan, dan dimalam selain romadhan, ada kebesaran Alloh SWT atas makhluk, yaitu bagi yang beribadah dimalam hari romadhan, karena Alloh SWT perintahkan: Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (surat Isra ayat 79).
Ayat ini memerintahkan untuk mendirikan salat dimalam hari, sering orang menyebut SALAT TAHAJUD ( SALAT MALAM), tetapi ada yang berpendapat itu niat dan nama salat, sehingga ada yang berniat”SENGAJA AKU SALAT TAHAJUD”, padahal salat tersebut sebutan/ nama untuk salat yang dilakukan di malam hari,bukan niat atau nama salat seperti nama salat sunnat wudhuk, sunnat tarwih dan sunnat witir.
Tentunya yang selama ini berniat sengaja melakukan salat tahajud, perlu untuk menyesuaikan salat malam tahajudnya dengan jenis dan nama salat yang sudah ada, seperti salat sunnat wudhuk di malam hari, salat sunnat tasbih di malam hari, sunnat witir di malam hari semua itu disebut qiyamullail/sunnat malam/sunnat tahajud karena semua salat yang dilakukan mulai dari matahari tenggelam sampai dengan terbit fajar adalah SALAT MALAM/ salat tahajud.
*Keenam*
MENDIRIKAN SALAT DENGAN CEPAT-CEPAT/ TERBURU-BURU TANPA TUMA’NINAH
Rasulullah SAW melakukan salat sunnat di malam bulan romadhan yaitu SUNNAT TARWIH DAN SUNNAT WITIR DILAKUKAN SEPANJANG MALAM, KHUSUSNYA SEPERTI TIGA MALAM AKHIR ATAU PERTENGAHAN MALAM SAMPAI TERBIT FAJAR, karena Rasulullah tidur di awal malam dan bangun di pertengahan malam dan sepertiga akhir malam.
TIDAK SEPERTI TATACARA SALAT TARWIH/tarawih DAN WITIR SEKARANG DILAKUKAN BERJAMAAH DI AWAL MALAM DI MASJID, padahal raulullah melakukan salat tarwih dan witir sepanjang malam karena tarawih berasal dari bahasa Arab dengan bentuk jamak penulisan dari تَرْوِيْحَةٌ . Tarawih artinya “waktu sesaat untuk istirahat”. Maka Rasulullah ketika salat antara salat ke salat berikut beliau istirahat sejenak.
Maka perilaku mendirikan salat tarawih dengan CEPAT-CEPAT, BAIK BACAAN DAN RAKAAT ADALAH SUATU PERBUATAN YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN DAN DAN TIDAK DIPERINTAH OLEH RAULULLAH SAW.
Dalam hadits tersebut dikisahkan ada seseorang yang shalat sangat cepat dan tidak tuma’ninah, lalu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak sah. Beliau bersabda pada orang tersebut, “Kembalilah dan shalatlah! karena sesungguhnya engkau belum melakukan shalat.” [HR. Bukhari & Muslim].
Hal ini berarti seseorang atau suatu jemaah yang salatnya cepat-cepat dianggap oleh Rasulullah saw belum mendirikan salat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar tuma’ninah pada gerakan shalat, beliau bersabda,
“Jika engkau berdiri hendak melakukan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagimu. Setelah itu, ruku’lah sampai engkau benar-benar RUKU’ DENGAN THUMA’NINAH. Kemudian, bangunlah sampai engkau tegak berdiri, setelah itu, SUJUDLAH SAMPAI ENGKAU BENAR-BENAR SUJUD DENGAN THUMA’NINAH.
Kemudian, bangunlah sampai engkau benar-benar duduk dengan thuma’ninah. Lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya!”. [HR. Bukhari & Muslim]. Bahkan Rasulullah sabdakan: “Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat?”. Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya” (HR Ahmad).
*Ketujuh*
SALAT SUNNAT DISUNNAHKAN DILAKUKAN DIRUMAH SEBAGAI PENGUNDANG RAHMAT DAN PENGUSIR SYEITAN YANG BERSEMBUNYI DALAM RUMAH.
Melakukan salat tarwih berjamaah di awal malam adalah merupakan suatu cara yang baik dalam salat dan utama, tetapi Rasulullah melakukan salat tarawih dan witir secara sendiri-sendiri dirumah, dan terkadang berjamaah bersama keluarga. Maka jangan sampai demi mengejar jemaah di masjid, sementara keluarga dirumah tidak ada imam,bahkan anak-anak tidak salat, maka perlu pemikiran yang terbaik agar bisa meraih keutamaan dalam ibadah sunnat.
Karena ibadah salat dirumah sangat dianjur untuk mendirikan salat sunnat sebagaimana hadist Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi Saw bersabda;
“Jadikanlah (sebagian dari) salat kalian ada di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan ia sebagai kuburan.”. Berkaitan dengan ini.
Rasulullah SAW juga bersabda: “Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tak pernah disebut nama Allah di dalamnya seperti yang hidup dan mati.” (HR Muslim). Sehingga rumah yang tidak ada didirikan salat atasnya ibarat orang yang sudah mati.
Pada hadist lain disebutkan: “Janganlah kamu menjadikan rumahmu (seperti) kuburan (dengan tidak pernah mengerjakan salat dan membaca al-Qur’an di dalamnya). Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.”( HR Muslim).
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian mengerjakan salat di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik salat seseorang adalah di rumahnya, kecuali salat maktubah (fardhu)”.(Hr. Al-Bukhari dan Muslim).
CARA PELAKSANAAN SALAT SUNNAT TARWIH DAN WITIR DALAM HADIST
KETENTUAN KHUSUS UNTUK SALAT TARWIH DAN WITIR ROMADHAN
Bertanya sahabat Abu Salamah Ibn ‘Abd ar-Rahman kepada ‘Aisyah tentang salat Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, yaitu sholat tarawih dan witir?
Dari Abu Salamah Ibn ‘Abd ar-Rahman [diriwayatkan] bahwa dia bertanya kepada ‘Aisyah tentang bagaimana sholat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam di (bulan) Ramadan. ‘Aisyah menjawab: Beliau sholat di bulan Ramadhan dan di bulan lainnya TIDAK LEBIH DARI SEBELAS RAKAAT.
Beliau sholat empat rakaat, maka jangan engkau tanya tentang baik dan lamanya. Kemudian beliau sholat lagi empat rakaat (satu salam), maka jangan engkau tanya baik dan lamanya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat (langsung tiga raakat). Lalu aku (‘Aisyah) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum mengerjakan witir? Beliau menjawab: Wahai ‘Aisyah, kedua mataku memang tidur, tetapi hatiku tidak tidur [HR riwayat Jamaah Ahli Hadis, kecuali Ibn Majah].
SALAT SUNNAT DILUAR BULAN ROMADHAN DILAKUKAN DUA RAKAAT DUA RAKAAT SATU SALAM
Diluar romadhan Rasulullah salat sunnat malam (salat tahajud) dengan cara dua rakaat dua rakaat dan ditutup dengan satu witir, sebagaimana hadist:
Dari A’isyah, istri Nabi Muhammad SAW, ia berkata, “Rasulullah pernah melakukan salat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau salat witir satu rakaat (Hr Imam Bukhari).
Maka kembali kepada keilmuan dan keimanan, mari beribadah mengikuti Rasulullah saw, terutama dalam pelaksanaan salat.sebagaimana rasulullah saw bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhari).
Khususnya ibadah salat sunnat tarwih dan sunnat witir sebagai salat malam adalah merupakan IBADAH TAMBAHAN atas kurangnya pelaksanaan salat wajib, oleh seseorang.
Sebagaimana diriwayatkan, dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat fardu. Itu pun jika sang hamba menyempurnakannya. Jika tidak, maka disampaikan, “Lihatlah oleh kalian, apakah hamba itu memiliki amalan (salat) sunah?” Jika memiliki amalan salat sunah, sempurnakan amalan salat fardu dengan amal salat sunahnya. Kemudian, perlakukanlah amal-amal fardu lainnya seperti (dalam kasus salat) tadi,” (H.R. Ibnu Majah).
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 08 April 2022)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum