Hai hai hai, gimana nih kabarnya? Semoga sehat dan bahagia selalu ya, amiin. Hari ini kita akan berkunjung ke sebuah air terjun indah di Solok Selatan, Topers. Namanya air terjun Tangsi Ampek, lokasinya berada di Liki, kita akan membelah perkebunan teh Liki yang terkenal itu. Omong-omong teh Liki sendiri sudah sangat terkenal bahkan disukai oleh ratu Wilhelmina, lho.
Hari ini kita juga ditemani oleh salah seorang kawan dari Solok Selatan sebagai penunjuk jalan. Melihat hamparan teh yang menghijau hingga kaki gunung Kerinci, kebun teh Liki tampil dalam balutan gaun yang sungguh mempesona. Tapi, apa sih yang sebenarnya kita cari?
Baru saja sampai di bagian atas kawasan Air Terjun Tangsi Ampek, sayup-sayup kita sudah mendengar dentuman keras air terjun besar di bawah sana. Bunyinya begitu jelas dan sahabat budaya sudah tidak sabar lagi ingin berendam dalam dinginnya air pedesaan. Tapi sebentar, apakah itu bunyi kicauan burung? Tidak, alunan musiknya begitu lembut menyentuh daun telinga dan membuat pertanyaan besar dalam kepala. Lagi-lagi bunyinya kembali terdengar; mendayu-dayu, tinggi, kadang rendah mengiba-iba.
Setelah menuruni anak tangga yang cukup curam, akhirnya jawaban itu ditemukan. Seorang laki-laki berbaju hitam dengan celana olahraga tengah duduk di atas sebuah pohon tua yang sudah tumbang sambil meniup saluang. Kami pun mendekat, ingin menikmati alunan musik tersebut lebih nyata.
Setelah berkenalan, laki-laki tersebut mengenalkan dirinya sebagai Abrar, lalu menjelaskan bahwa dia tengah meniup saluang panjang khas Solok Selatan.
Pada Januari lalu, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan menerima sertifikat kekayaan intelektual komunal dari Kemenkumham RI untuk alat musik tradisional saluang panjang. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solok Selatan, Harry Trisna, saluang panjang telah didokumentasikan dan diarsipkan dalam pusat data nasional kekayaan intelektual komunal Indonesia.
Wah, luar biasa ya. Tapi sebelum itu sahabat budaya juga bertanya sebenarnya bagaimana sih sejarah saluang dan apa saja jenisnya? Yuk, Topers, kita let’s go!
Saluang, untuk pertama kalinya dikabarkan muncul di daerah Singgalang, Kabupaten Tanah Datar oleh seorang penduduk Nagari Singgalang yang mendapat julukan ‘si Kalam’. Hingga kini, alat musik khas Minang ini masih terus dimainkan, terutama di berbagai acara hiburan resmi maupun tidak di ranah Minang.
Nama Saluang sendiri diambil dari kata “sa-lu-ang” yang berarti “seruas”, karena seperti yang kita ketahui bahwa alat musik ini terbuat dari bambu talang, sehingga memiliki ruas-ruas di sepanjang batangnya. Nah, dari bambu tersebut diambil satu ruas saja untuk kemudian dijadikan saluang. Nah, katanya nih, Topers, bahan bambu talang terbaik untuk membuat saluang adalah talang bekas jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai.
Saluang sendiri pada umumnya memiliki panjang 40-60 cm dengan empat buah lubang yang akan dijadikan sebagai tangga nada. Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas secara bersamaan, hingga peniup saluang dapat memainkan alat musik tersebut dari awal sampai akhir lagu tanpa putus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahan angok (menyisihkan napas).
Tiap-tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluangnya sendiri, sehingga masing-masing nagari memiliki ciri khas. Misalnya nih dari Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Ciri khas Singgalang sendiri dianggap memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sehingga bagi pemula sangat sulit untuk mempelajarinya. Sedangkan ciri khas yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah salingka Solok.
Nah ada satu hal lagi yang menarik nih, Topers. Dahulu, kabarnya para pemain saluang memiliki mantra khusus yang berguna untuk menghipnosis penontonnya. Mantra itu dinamakan Pituang Nabi Daud. Isi dari mantra itu kira-kira seperti ini: Aku malapehan pituang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo, kununlah anak sidang manusia … dan seterusnya.
Tapi, di antara sekian banyak orang Minangkabau yang piawai dalam memainkan saluang, nama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar selalu muncul paling atas, Topers. Mereka sungguh sangat piawai dalam memainkan alat musik tersebut.
Untuk jenis saluang sendiri ada empat jenis, Topers.
Pertama, Saluang Darek.
Saluang Darek berasal dari daerah darek atau Luhak Nan Tigo; yaitu Agam, 50 Kota dan Tanah Datar. Ada dua pendapat yang menjelaskan dari mana asal usul Saluang Darek. Pertama ada yang menyebut asalnya dari Vietnam dan Burma, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa Saluang Darek memang berasal dari nenek-moyang Minangkabau itu sendiri.
Kedua, Saluang Pauah.
Saluang Pauah berasal dari kecamatan Pauh, Kota Padang. Nama lainnya adalah Saluang Pakok. Untuk yang satu ini nih Topers tidak semua orang bisa memainkannya karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Selain itu usianya juga sudah tua dan sudah mulai jarang dimainkan.
Ketiga, Saluang Sirompak
Saluang Sirompak ini masih berasal dari Luhak 50 Kota, Topers. Saluang ini memiliki keunikan tersendiri dibanding alat musik tiup lainnya, terutama soal tangga nadanya yaitu minor.
Nah, yang keempat atau terakhir adalah Saluang Panjang
Sudah disinggung sebelumnya bahwa Saluang Panjang berasal dari dari Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Sesuai dengan namanya, ukuran saluang ini memang lebih panjang dari saluang jenis lainnya. Juga memiliki perbedaan dari segi bentuk, ukuran, jumlah lubang nada, tangga nada, dan juga cara memainkannya.
Saluang panjang awalnya merupakan hiburan bagi pengembala ternak dan bertani. Seiring berjalannya waktu, saluang panjang bertransformasi menjadi instrumen musik yang mirip seperti suling khas Sunda. Saluang Panjang hanya memiliki tiga buah lubang nada dan akan menghasilkan empat tingkatan nada serta memiliki empat jenis warna bunyi sesuai dengan tingkatan oktafnya.
Jika sebelumnya kita membahas talempong dan juga pupuik sarunai di kancah nasional, saluang juga memiliki prestasi yang tak kalah cemerlangnya, Topers. Dia adalah Agung Hero Ernanda atau yang biasa dipanggil Eru, pemuda asal Padang Panjang yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional lewat permainan saluangnya. Eru tampil dalam acara C Asean yang diadakan di Thailand pada 2015 lalu. Wah, luar biasa ya. Tetaplah menjaga budaya, musik dan sejarah masa dahulu ya.
Oke, selanjutnya waktunya sudah tiba, Topers. Mari bersenang-senang di Air Terjun Tangsi Ampek. Yuhuuuuu!
(Haris)