Hai Topers, apakah kamu siap untuk kembali menjelajah? Setelah kita menilik Idrus dalam karyanya kemarin, kita mengetahui bahwa ternyata sastrawan Indonesia itu menjamur di Sumatera Barat. Bahkan sejak dulu, sastrawan Minangkabau selalu mendapatkan tempat yang istimewa dalam ranah-ranah diskusi para intelektual. Kita bisa sebut salah satunya yaitu AA. Navis dengan Robohnya Surau Kami. Namun di dalamnya ada satu cerita lainnya yang juga patut ditilik, Topers. Apa dia? Cerita tentang kecelakaan kereta api Lembah Anai.
Berjudul ‘Penolong’ AA. Navis dengan perspektif yang cerdas menceritakan bagaimana kondisi duka saat kecelakaan itu terjadi. Bahkan sekarang, jika kamu berkunjung ke Kota Padang Panjang, lima kilometer dari pusat kota kamu akan menemukan tugu peringatan kecelakaan kereta api pada 25 Desember 1944 dan 23 Maret 1945 silam.
Sejak dulu, Cagar Alam Lembah Anai yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial lewat surat keputusan No. 25 Stbl No. 756 tanggal 18 Desember 1922 ini menjadi kawasan favorit pelancong yang hendak menikmati keindahan alam pegunungan. Air terjun Lembah Anai hanyalah salah satu dari tujuh air terjun yang ada di kawasan tersebut.
Buya Hamka dalam novelnya, Di Bawah Lindungan Kabah (1938) juga sempat menjadikan kawasan ini sebagai salah satu latar tempat di mana Hamid (tokoh utama) berjalan-jalan ke kawasan ini untuk menikmati keeksotisan alamnya. Namun sayang, keindahan alam Lembah Anai tak begitu menggubrisnya karena pikiran dan hatinya telah tertawan pada Zainab, kekasihnya. Ayo, siapa yang belum baca bukunya? Kita pernah bahas ini, lho, di seri sebelumnya.
Menurut Rusli Amran dalam bukunya Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, pada tahun 1833, semasa Gubernur Jenderal Van den Bosch di Indonesia, dia sangat terpesona dengan alam Lembah Anai. Van den Bosch lah yang memerintahkan pembuatan jalan raya mengikuti alur Batang Anai berikut jalur kereta api. Jalur kereta api ini menggunakan rel bergigi sepanjang 33,8 Km. Lokomotif kereta apinya juga lokomotif khusus untuk rel bergigi. Ini diperlukan untuk rel yang menanjak tajam seperti melewati kawasan Lembah Anai yang tinggi dan terjal.
Nah, Topers. Apa sebenarnya yang diangkut kereta api tersebut? Ya, Batu Bara dari Sawahlunto ke Emmahaven (Teluk Bayur sekarang) kita juga pernah membahas tentang proyek tiga serangkai Belanda sebelumnya, bukan? Yaitu tentang Ombilin Mijnen, Emmahaven dan jalur kereta api.
Namun, dibalik keindahan dan kemegahan alam di Lembah Anai, juga tersimpan cerita dukanya juga, Topers. Yaitu tentang pembangunan rel kereta api yang memakai sistem kerja paksa, kecelakaan tragis kereta api, juga sebagai basis perlawanan saat Agresi Militer Belanda, lho.
Jika kamu ingin bertualang ke tempat di mana orang-orang dipaksa kerja paksa membangun rel kereta api, kamu bisa membaca buku Jejak Romusha karya Ismardi, Topers. Di sana kamu akan menemukan kekejaman-kekejaman yang dilakukan penjajah terhadap rakyat yang dipaksa untuk bekerja tanpa diberi upah, bahkan untuk makan saja mereka hanya sekali sehari, itupun bukan nasi yang enak, namun sudah bercampur dengan dedak, talas dan juga jagung.
Muasal dari mana air terjun Lembah Anai sendiri di antaranya berasal dari Gunung Singgalang yang terletak di bagian utara dan anak-anak sungai dari Gunung Merapi yang mengalir melalui Kota Padang Panjang. Airnya menerobos Bukit Barisan yang menjadi air terjun.
Sekarang, Lembah Anai sudah menjadi salah-satu destinasi wisata alam yang patut diacungi jempol, Topers. Dengan jalan berliku-liku dan kawasan asri, rel-rel kereta juga turut membelah jalan dan sesekali menampakkan kemegahannya di balik pucuk-pucuk pohon yang tinggi. Ditambah lagi dengan kehadiran air terjun, Lembah Anai secara lengkap memanjakan mata para pengunjung atau siapa saja yang melintas di kawasan tersebut. Ayo, kamu sudah berapa kali ke sana? Semoga kawasan Lembah Anai tetap terjaga keasriannya ya, Topers. Sampai jumpa di seri petualangan berikutnya.
(Haris)