Siapa menyangka batangan lidi pelepah kelapa sawit bisa memiliki nilai ekonomis dan berpotensi menjadi salah satu peluang usaha rumah tangga untuk sekadar menambah penghasilan oleh masyarakat di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Di tengah sulitnya situasi pandemi COVID-19 yang masih berlanjut tanpa ada yang mampu memprediksi kapan akan berakhir, bisa saja usaha ini mampu jadi salah satu solusi guna menyangga tetap terpenuhinya kebutuhan sehari-hari anggota keluarga.
Kenapa tidak, lidi-lidi yang secara hirarki pemanfaatan komoditas tanaman bernama latin Pesifera yang statusnya bisa dikategorikan sebagai limbah sisa produksi seperti cangkang, abu sisa pembakaran dan jenjang kosong Tandan Buah Segar (TBS) yang sudah lebih dahulu memiliki harga dan cukup diburu oleh pengumpul, sangat mudah diperoleh oleh masyarakat yang berada di permukiman sekitar kebun kelapa sawit.
Dikatakan inisiator sekaligus perintis usaha pengumpul Lidi Kelapa Sawit, AIPDA Syafrizal, peluang usaha itu lahir dari kegelisahannya selaku salah seorang personel Polri ketika menyaksikan anjloknya perekonomian masyarakat seiring mewabahnya virus COVID-19 di seantero dunia.
“Saya menyaksikan banyak orang mengalami penurunan pendapatan akibat adanya sejumlah pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah dalam upaya memutuskan mata rantai penyebaran virus tersebut,” kisahnya saat dihubungi di Simpang Ampek, Sabtu (06/11).
Kondisi tersebut, lanjutnya, cukup membuat nuraninya menggerakkan pikiran untuk mencari ide kreatif dengan mencari informasi tentang usaha apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk menyangga kebutuhan harian, bisa dikerjakan dengan mudah dan tidak membutuhkan mobilisasi yang kala itu sangat dibatasi geraknya.
Dari hasil pemikiran dan perenungan tersebut, ia pun mencoba mencari informasi tentang penampungan lidi kelapa sawit, dan berbekal data awal yang diberikan oleh salah seorang agen pengumpul cukup besar di Provinsi Riau ia pun mulai menggalakkan usaha jual beli lidi kelapa sawit ditingkat petani kelapa sawit.
Alhasil, usaha yang bermula dari adanya keinginan untuk tetap bersama dan bersatu bahu membahu melewati situasi sulit pandemi COVID-19, sedikit demi sedikit sudah mulai membuahkan hasil bagi para pelaku usaha pengumpul lidi.
Ditanyakan tentang spesifikasi seperti apa yang harus dipenuhi agar lidi-lidi pelepah itu laku dijual di pasaran, ia menjelaskan lidi sawit kering yang diminta pasar harus memiliki panjang seragam yakni 80 centimeter.
“Setelah dipisahkan dari pelepahnya, lidi-lidi tersebut diraut sampai bersih lalu dikeringkan serta dijemur dengan memanfaatkan sinar matahari hingga mencapai kekeringan maksimal yang biasanya selama empat hari dalam kondisi cuaca cerah,” jelasnya.
Bagi lidi yang sudah kering sempurna, perajin bisa langsung mengantarkan ke pihak pengumpul untuk dijual dengan harga yang berlaku saat ini untuk wilayah Kabupaten Pasaman Barat, berkisar antara Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kilogram.
Selain mengantar langsung ke pengumpul, jika dalam kondisi stok barang banyak maka perajin bisa juga menghubungi pihak pembeli untuk meminta dijemput langsung ke rumah perajin sesuai dengan sistem dan harga yang sudah disepakati sebelumnya.
“Bagi yang berminat menekuni usaha ini atau ingin menjual lidi kelapa sawit kering miliknya, bisa menghubungi nomor telepon 0812-7777-3611, ” sebutnya.
Sebelumnya, Kepolisian Sektor (Polsek) Benai Jajaran Kepolisian Resor Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, menggiatkan budidaya tanaman buah Nanas dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar markas polsek tersebut.
Kapolsek Benai, Iptu Donal Jhonson Tambunan, SH saat dihubungi awak media, Jumat (05/11) mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk membantu memaksimalkan pemanfaatan lahan kosong sehingga dapat membantu terpicunya ketahanan pangan ditengah pandemi COVID-19.
“Selain itu langkah kecil yang kami lakukan ini juga ditujukan untuk membangun semangat kemandirian bagi segenap anggota Bhayangkari disamping memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Melalui giat kreatif tersebut, pihaknya berharap bisa menjadi sarana untuk menjaga sikap optimistis masyarakat untuk tetap berupaya berbuat yang terbaik demi mempertahankan ekonomi keluarga yang terdampak cukup parah saat ini.***
(Rully Firmansyah)