Realisasi serapan dana program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diluncurkan pihak Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, terpantau masih rendah sejak program tersebut diluncurkan sejak beberapa tahun belakangan.
Pantauan Top Sumbar, kondisi tersebut dipicu adanya sejumlah kendala teknis pada tahapan persiapan kelengkapan dokumen administrasi ditingkat bawah akibat kurangnya pemahaman petani tentang program tersebut dan tidak terjalinnya kesepahaman dengan dan antar pihak terkait.
Hal itu juga diakui oleh Kepala Bidang Produksi pada Dinas Perkebunan setempat yang membidangi masalah peremajaan sawit rakyat di daerah itu, Harri Persada SP, baru-baru ini.
Menurutnya, selain kendala pemenuhan kelengkapan administrasi pendukung, pihaknya juga menemukan adanya keengganan paraw petani melakukan peremajaan komoditas di kebunnya karena tingginya harga jual Tandan Buah Segar jika dibandingkan dari sebelumnya.
“Sehingga meskipun jumlah total produksi seharusnya tidak maksimal dengan luasan kebun yang dikelola, namun hasilnya dinilai masih mampu dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” ungkap Harri.
Selain itu, kekhawatiran akan adanya risiko kekosongan pendapatan bagi petani juga menjadi salah satu kendala pihaknya untuk mengajak para pemilik lahan kebun sawit yang sudah dalam kondisi rusak dan hasil produksi rendah untuk bergabung dalam program yang menurutnya akan sangat membantu meningkatkan kesejahteraan petani di masa depan.
Karena, lanjutnya, disamping kebun milik mereka dibangun kembali dengan kualitas dan teknik penanaman yang sesuai standar perkebunan plasma, dana tersebut tidak menjadi hutang karena bersifat hibah dari pihak pemerintah melalui badan ditunjuk.
“Tak hanya sampai disitu, untuk kedepannya dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menyerap hasil produksi Crude Palm Oil (CPO) di pasar regional diyakini harga jual TBS petani akan semakin tinggi,” ulasnya.
Jika program tersebut terlaksana dengan baik, lanjutnya, dengan luasan kebun yang sudah layak diremajakan mencapai 68 ribu hektare ditambah kebun-kebun menghasilkan lainnya, tentu akan menjadikan Pasaman Barat menjadi daerah pemasok skala besar kebutuhan CPO di tingkat lokal dan itu artinya akan menjadi sumber utama dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat dan menciptakan potensi baru terhadap penerimaan negara.
Sementara itu, disinggung tentang adanya kekhawatiran terhadap kekosongan pendapatan petani, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan, Afdal SP, mengatakan hal itu pada dasarnya bisa diatasi melalui kolaborasi program bantuan bidang hortikultura dan tanaman pangan.
“Salah satu contohnya adalah menjadikan budidaya tanaman jagung dilahan petani yang lahan yaw sedang dilakukan tahapan peremajaan, dengan usia tanam tiga bulan sekali maka peserta replanting tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya hingga tanaman Kelapa Sawit miliknya kembali menghasilkan,” jelas Afdal.
Ia akan mengatakan, tinggal lagi bagaimana pihak terkait bersama pihak yang peduli atau bahkan para pelaku usaha bidang kontraktor perkebunan untuk membantu bersama-sama mendorong para petani untuk meremajakan tanaman sawit mereka.
“Seluruhnya membutuhkan keseriusan dan kerjasama semua pihak untuk berkomitmen dalam membantu mengupayakan penguatan petani baik secara kelembagaan dan kualitas manajerial mereka secara berkelompok, ” tutupnya.
(RF ST Parmato)