Bagian Pertama
Tragedi hukum terjaringnya Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Provinsi Riau, Andi Putra, dalam satu Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menyisakan luka mendalam bagi masyarakat daerah itu.
Kenapa tidak, belum genap empat bulan menjabat sebagai orang nomor satu di bumi hasil pemekaran wilayah beberapa tahun silam, sosok yang mereka pilih melalui proses pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2020, kini harus mendekam dibalik jeruji mengubur mimpi masyarakat yang dipimpinnya untuk hidup lebih layak dan sejahtera.
Ya, buruknya penanganan peruntukan Hak Guna Usaha (HGU) oleh oknum pemerintah di sejumlah lini dan tingkatan serta prilaku negatif para oknum petualang ekonomi berkedok pengusaha perkebunan yang rela melakukan apa saja untuk mengakali tidak menunaikan kewajiban yang seharusnya baik itu kepada negara dan masyarakat, kembali meminta korban berikutnya dan akan terus bertambah jika ketegasan dan keberpihakan pemerintah dalam membela kepentingan rakyatnya.
Sebuah kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat dan tentu saja bukan yang pertama kalinya dan tidak ada jaminan peristiwa serupa tidak terjadi lagi dimasa mendatang, demi segepok uang para oknum itu rela mengkhianati mandat dari masyarakat pemilihnya dan patut diduga telah melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Terlepas dari hiruk pikuk persoalan upaya manipulasi HGU dan peruntukan plasma kebun kelapa sawit yang sudah menjadi isu lama tak berkesudahan tanpa penyelesaian yang adil serta memenuhi rasa keadilan publik, ada sebuah sisi positif tentang keberhasilan serta manfaat dibangunnya kebun-kebun itu yang acap terlupakan dan terganti dengan cerita duka tak berkesudahan tentang prilaku oknum kaum kapitalis yang menyengsarakan.
Sebut saja capaian positif yang telah ditorehkan nyaris sempurna oleh PT Wanasari Nusantara (WSN) , sebuah Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) pemilik HGU tertua di daerah itu, bisa dikatakan perusahaan inilah yang pertama kali dipercaya menggarap lahan masyarakat untuk dijadikan kebun plasma dengan pola Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-Trans).
Dikatakan oleh Manajer Humas dan Legal pada perusahaan tersebut, Nurindro Sahernidi, WSN mulai menggarap areal HGU dengan nomor sertifikat HGU no 2/1995 yang berada di Kecamatan Singingi-Singingi Hilir sejak 1989, setelah diberikan izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor 762/Kpts-II/89 serta Izin Gubernur Riau nomor KPTS. 74/I./1992 tentang izin lokasi pembebasan tanah seluas lebih kurang 15.700 hektare.
Lahan dengan luasan tersebut Lanjut Nurindo, adalah untuk membangun kebun inti dan kebun Plasma seluas 4.400 kavling/8.800 Ha serta pemukiman/Plasma umum. Dengan demikian kebun kelapa sawit yang telah dibangun oleh PT. WSN kala itu, untuk inti yakni 2.200 Ha, Plasma seluas 8.800 Ha dan sisanya adalah untuk pembangunan pemukiman dan sarana prasarana umum.
Sedangkan penggunaan areal pelepasan kawasan hutan, sambungnya, selebihnya dicadangkan untuk keperluan pengembangan kebun inti berdasarkan izin Gubernur Riau nomor KPTS.793/XI/1993 seluas 3.100 Ha telah ditingkatkan haknya menjadi dua sertifikat HGU 905 Ha dan HGU 2211 Ha.
Dalam perkembangannya, lanjut Nurindro, plasma yang semula merupakan hutan alas tersebut dibagi menjadi 10 Kelompok Tani dan diberi kodifikasi blok pengerjaan dengan istilah F1 sampai F10 itu, telah mampu tumbuh dan berkembang menjadi 10 permukiman penduduk berstatus Desa dan seiring waktu beberapa diantaranya sudah berstatus Desa Berkembang, Maju dan Mandiri.
Berdasarkan hasil penelusuran TopSumbar, perkembangan tersebut tak terlepas dari sikap konsisten PT WSN dalam membangun sarana prasarana pendukung di wilayah permukiman anggota kelompok tani, seperti jalan poros, jalan pendukung, infrastruktur jembatan, pasar tradisional dan lain sebagainya.
Infrastruktur pendukung tersebut, tak hanya memicu terjadinya efek konektivitas antar desa tapi saat ini sudah mampu diarahkan oleh pemerintah daerah untuk menyambungkan akses antar kecamatan dan terobosan akses menuju jalan negara yang menghubungkan pusat pemerintahan Kabupaten Kuansing dengan Ibukota Provinsi Riau serta daerah sekitar.
Secara sosial ekonomi, desa-desa yang dulunya minim fasilitas dan akses serta jauh dari keramaian, saat ini sudah menjelma menjadi permukiman ramai penduduk lengkap dengan layanan ragam jenis perniagaan hingga perbankan.
Begitu juga dengan 10 Koperasi Unit Desa (KUD) mitra PT WSN yang menjadi tempat berhimpunnya para petani kelapa sawit di kawasan itu, saat ini juga sudah tumbuh sebagai menjadi koperasi mandiri dengan unit-unit usaha cukup berkembang meliputi keusahaan pengadaan barang dan jasa lainnya untuk menyangga kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Tergambar jelas bagaimana rakyat kecil yang sering termarginalkan oleh kepentingan elit, hidup berdampingan bahu membahu untuk bangkit bersama dan hidup sejahtera dan bahagia, sebuah ilustrasi suksesnya pembangunan bidang perkebunan yang di beberapa daerah di Indonesia masih menyisakan masalah pelik tiada ujung.
Lantas bagaimana peluh perjuangan dan tantangan yang dihadapi masyarakat dan PT WSN selaku bapak angkat dalam membangun hutan alas menjadi sebuah potret kemajuan peradaban??? Simak bagian berikutnya yang akan menceritakan bagaimana kisruhnya ketika niat baik masyarakat dan pihak terkait disambut kepentingan elit politik yang mementingkan nikmat kekuasaan sesaat. **
(Laporan Rully Firmansyah)