oleh: Adpi Gunawan, S.ST
Nagari Taram, Kecamatan Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota terkenal akan keindahan alam dengan objek wisatanya antara lain Kapalo Banda dan Bukik Bulek. Di samping itu Nagari Taram juga dikenal akan objek wisata religi berupa Surau Tuo Taram peninggalan Syech Ibrahim Mufti di abad ke-17.
Pada tahun 2019 lalu dari 647 nagari/desa/kelurahan se-Sumatera Barat, Nagari Taram berhasil menjadi nagari terbaik nasional sekaligus mengantarkan Wali Nagari Taram Defrianto Ifkar, S.Si ke Istana Negara di Jakarta guna mengikuti upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dikutip dari indonesiana.id Taram berasal dari kata Tarandam, karena nagari ini dulunya sering direndam oleh banjir yang berasal dari dua sungai besar, Batang Sinamar dan Batang Mungo. Sementara menurut Bupati Lima Puluh Kota Alis Marajo, Taram berasal dari Bahasa Tamil, Ta=air dan Ram=besar.
Nagari Taram juga merupakan salah satu sasaran program pembangunan IPDMIP (Integrated Participatory Development Management of Irrigation Project) yang merupakan program nasional di bidang irigasi hasil kerjasama antara ADB (Asian Development Bank), IFAD (International Fund for Agricultural Development), Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Pertanian.
Namun pada kesempatan kali ini kita tidak akan mengulas mengenai potensi pariwisata Kapalo Banda, Surau Tuo, Bukik Bulek, maupun sejarah Nagari Taram ataupun IPDMIP.
Kali ini kita akan berbicara mengenai potensi jagung yang ada di Nagari Taram, pada hari Selasa (14/09) lalu Kelompok Tani Manggis Dusun Tuo, Nagari Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung berkesempatan melaksanakan widyawisata komoditas jagung ke Nagari Taram.
Menurut Kementerian Pertanian, ada perbedaan antara widyawisata dengan karyawisata.Widyawisata kita melihat kesuksesan orang lain, sementara karyawisata, kita menunjukan karya kita ketempat orang lain.
Turut mendampingi widyawisata ini antara lain PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) Muaro Bodi, Kepala Jorong Bungo Pinang, Sekretaris Nagari Muaro Bodi serta Koordinator BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan IV Nagari yang tak lain juga merupakan pembuat tulisan ini.
Sebanyak 26 orang peserta widyawisata disambut langsung oleh Wali Nagari Taram Defrianto Ifkar, S.Si (tapi kami lebih suka memanggilnya Pak Wali saja) yang juga merupakan lulusan UGM (Universitas Gadjah Mada) Jogjakarta jurusan Statistik.
Sangat patutlah kedatangan rombongan widyawisata disambut oleh Pak Wali, di samping kepala pemerintahan terendah di-Indonesia, Pak Wali ternyata juga seorang pelaku utama di bidang pertanian, yakni peternak ayam sekaligus petani jagung.
Dari total 150 hektar luas lahan jagung yang ada di Nagari Taram, 50 hektar alias sepertiga di antaranya adalah kepunyaan Pak Wali, baik di lokasi milik sendiri maupun lokasi yang disewa. Kenapa begitu? “Kebutuhan pakan ayam kita sangat besar, lebih baik kita produksi sendiri,” ujar Pak Wali.
“Bahkan kebutuhan tenaga kerja, meskipun jumlah penduduk kita lebih dari sembilan ribu jiwa yang tersebar pada tujuh jorong, harus kita datangkan dari nagari tetangga,” lanjut Pak Wali menambahkan keterangannya di lahan jagung miliknya setelah Pak Wali menikmati hidangan makan siang bersama yang telah dipersiapkan oleh Ibu-Ibu anggota Kelompok Tani Manggis Dusun Tuo.
“Semenjak Tahun 2016 jagung sudah menjadi peluang usaha oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan pakan ayam yang populasinya kian bertambah, dari awalnya produksi jagung kita hanya 50 ton per tahun sekarang sudah mencapai seribu ton per tahun,” lebih lanjut Pak Wali berbadan tegap dan murah senyum ini menambahkan.
“Awalnya kita buat Demplot (demonstrasi plot) seluas 1 hektar, lalu kita cantumkan biaya yang dibutuhkan pada sebuah baliho dan kita tuliskan juga berapa hasil yang diperoleh disertai keuntungannya,” lebih lanjut Pak Wali menambahkan.
Muhammad Yahdi selaku staf lapangan jagung milik Pak Wali pada kesempatan widyawisata Keltan Manggis Dusun Tuo ini juga menjelaskan tentang teknis budidaya jagung mulai dari persiapan lahan, kebutuhan benih, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian hama/penyakit, serta panen dan pasca panen.
“Dengan pola TOT (Tanpa Olah Tanah), dalam satu hektar lahan kita bisa mendapatkan penghasilan setara dengan 3 juta rupiah per bulan,” ungkap Muhammad Yahdi, biasa dipanggil Yadi yang juga merupakan Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Kapalo Banda Taram ini sambil tersenyum.
Melihat langsung kondisi lapangan mengenai pertanaman jagung yang dikelola oleh Pak Wali, membuat kita khususnya Kelompok Tani Manggis Dusun Tuo, Nagari Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari seakan terjaga dari lelap.
Lahan sawah di Nagari Muaro Bodi selama ini setelah panen padi banyak yang dibiarkan begitu saja, tidak diolah untuk dimanfaatkan dengan berbagai jenis komoditas tanaman pangan maupun hortikultura lainnya. Membiarkan lahan sawah yang tidak produktif seluas satu hektar sama saja artinya kita telah membiarkan uang sebesar tiga juta rupiah tergeletak dalam sawah selama satu bulan.
(Penulis adalah Penyuluh Pertanian Muda)