Oleh : Taufiq Lamsuhur
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang melanda hampir semua negara di dunia, Polandia merupakan salah satu dari segelintir negara yang masih terbuka untuk para pekerja migran, termasuk dari Indonesia.
Salah satu alasan kenapa Polandia masih terbuka bagi pekerja migran adalah karena Polandia memiliki kebutuhan yang tinggi atas para pekerja migran terutama untuk sektor-sektor industri dan jasa strategis di negara Eropa Tengah tersebut guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik, seperti: industri elektronik, makanan olahan, industri furniture, pengalengan daging, pengalengan ikan, pertanian, industri perkapalan dan dunia perhotelan.
Kenapa Polandia membutuhkan lebih banyak pekerja migran?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat sedikit perkembangan perekonomian dan politik Polandia.
Sebelum proses reformasi 1999, Polandia bergabung dalam kelompok negara “Blok Timur” yang dipimpin oleh negara Uni Soviet atau dalam terminologi internasionalnya USSR (Union Soviet Socialist Republic).
Kita juga sering mendengar pengelompok ini sebagai Eropa Timur. Bahkan dalam isu pertahanan, Ibukota Warsawa menjadi ikon utama dalam Pakta Warsawa yang menjadi saingan utama NATO dalam percaturan keamanan internasional.
Negara-negara Eropa Timur ini memiliki sistem perekonomian sosialis dimana negara sangat memegang peranan penting di sektor ekonomi dan btidak menerapkan sistem ekonomi pasar bebas.
Setelah proses reformasi, Polandia akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan NATO (1999) dan Uni Eropa (2004), dengan konsekuensi harus melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi dan politiknya yang sejalan dengan gaya demokrasi barat dengan mekanisme pasar bebasnya. Polandia perlahan tumbuh menjadi negara dengan perekonomian yang kuat dan established.
Dalam 18 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi berkisar antara 3-5% pertahunnya yang didorong oleh berbagai faktor, antara lain: masuknya investasi asing, konsumsi domestik yang tinggi, market size yang besar (populasi Polandia ditambah diaspora Polandia di berbagai negara, terutama yang berada di negara-negara bagian timur Polandia) dan stabilitas politik/kebijakan yang mendukung.
GNP Polandia naik hampir 4 kali lipat dalam 20 tahun terakhir (perbandingan tahun 2000 dengan 2020) dan diperkirakan dapat masuk dalam 20 ekonomi terbesar dunia dalam 5 tahun mendatang (Forum G-20).
Income perkapita penduduk juga naik hampir 3 kalinya apabila dibandingkan tahun 2000 dengan 2020.
Beberapa investasi besar masuk ke Polandia, mulai dari perusahaan-perusahaan otomotif dunia, termasuk mobil listrik dan elektronik (samsung, LG, Phillips) hingga perusahaan IT dan aplikasi (microsoft, google, Amazon, dll).
Dari sisi services, transportasi dan logistik juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Jumlah wisatawan mancanegara dan interaksi bisnis dengan berbagai negara juga berkembang progresif.
Kondisi yang demikianlah yang membuat Polandia memerlukan lebih banyak tenaga kerja asing, disamping faktor pekerja domestik yang untuk sektor tertentu lebih memilih bekerja di luar Polandia karena berharap mendapatkan upah yang lebih tinggi, misalnya di Jerman, Belgia, Belanda dan Inggris, dimana mereka bisa memperoleh gaji hampir 2-3 kali lipat.
Dalam 5 tahun terakhir 1-2 juta pekerja migran berebut mengisi lowongan kerja yang ada di negara Lewandowski ini, termasuk dari Indonesia.
Untuk pekerjaan kasar, para Pekerja Migran Indonesia (PMI) bersaing dengan teman-teman mereka dari negara India, Bangladesh, Sri Lanka, Filipina, Vietnam dan negara-negara Eropa Timur seperti Dagestan, Tajikistan, Turkmenistan, Georgia, Ukraina dan Belarusia.
Sementara untuk pekerjaan yang lebih terampil, PMI bersaing dengan India, Pakistan atau professional lokal.
Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah PMI yang masuk ke Polandia pada tahun 2020 adalah 798 orang. Angka ini meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya 430 orang dan 102 orang pada tahun 2018.
Peluang dan tantangannya bagi PMI dengan dihentikannya pengiriman PMI ke negara-negara yang selama ini menjadi tujuan tradisional PMI, seperti: negara-negara Arab, Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong dan Malaysia. Polandia menjadi salah satu alternatif tujuan PMI saat ini.
Polandia bisa juga menjadi batu loncatan awal bagi para PMI untuk bekerja di negara Uni Eropa lainnya karena faktor persamaan iklim kerja dan juga faktor kebebasan bergerak di Schengen Areas.
Para PMI juga berkesempatan melihat langsung pembangunan ekonomi Polandia dan perkembangan sosial ekonomi Polandia.
Tantangannya tersendiri juga perlu diperhatikan para PMI apabila akan berangkat ke Polandia, antara lain: perbedaan budaya masyarakat, perbedaan iklim dan cuaca, mempelajari bahasa Polandia (yang relatif sulit), memilih agen pekerja yang kredible, kemampuan beradaptasi, dll.
Khusus untuk mendapatkan agen kerja yang baik, diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang memadai, antara lain dengan melihat rekam jejak perusahaan dan mendapatkan informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan info yang lebih lengkap.
Mengikuti media sosial untuk isu-isu ketenagakerjaan di Polandia juga perlu dilakukan oleh calon PMI.
Para PMi harus juga hati-hati dalam melihat kontrak kerja, terutama item yang terkait dengan gaji pokok, asuransi kesehatan, potongan wajib dan fasilitas yang diperoleh. Sebagai Patokan dasar UMR saat ini di Polandia adalah 2.800 pln atau sekitar Euro 650 atau sekitar Rp 12 juta/bulan.
Sekilas terlihat besar namun biaya hidup dan akomodasi juga relatif mahal di Polandia.
Kemampuan para PMI dalam beradaptasi dengan pekerjaan dan upaya meningkatkan keterampilan dan pendidikan akan memberikan kesempatan kepada PMI untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Penulis : Taufiq Lamsuhur. Kuasa Usaha Sementara KBRI Warsawa, Polandia. Ia juga kerap menjadi pengamat isu-isu sosial.