Komisi I DPRD Kota Solok menggelar rapat kerja bersama Polres Solok Kota yang dihadiri oleh Wakapolres, Rivai serta mitra kerja Komisi I diantaranya, Asisten I Bidang Hukum dan Pemerintahan, Drs. Nova Elfino, Dinas Pekerjaan Umum, Bagian Pemerintahan Setda, Bagian Hukum Setda, Camat Tanjung Harapan dan Lurah Nan Balimo, pada Senin (23/08/2021).
Selain itu, Komisi I juga menghadirkan LKAAM dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Solok
Rapat kerja tersebut juga dihadiri oleh unsur pimpinan DPRD Kota Solok, Efriyon Coneng dan Bayu Kharisma. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I, Nasril In Dt. Malintang Sutan, SH didampingi Wakil Ketua Komisi I, Hendra Saputra, SH, Sekretaris Komisi I, Taufiq Nizam, Anggota Komisi I diantaranya, Deni Nofri Pudung dan Hj. Rika Hanom, S.Pd.
Ketua Komisi I DPRD Kota Solok, Nasril In Dt. Malintang Sutan, SH mengatakan rapat digelar dalam rangka menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan terjadinya pemancangan tanah masyarakat yang dilakukan oleh pihak Polres Kota Solok beberapa waktu lalu.
“Kami selaku wakil masyarakat yang hampir tiap hari menerima keluhan masyarakat terkait pemancangan tanah tersebut sangat perlu untuk mendengarkan penjelasan dari pihak Polres Kota Solok terkait pemancangan tersebut, agar kami bisa mengetahui duduk persoalannya dan bisa kita carikan solusinya secara bersama. Sebagaimana yang kita ketahui, kami sebagai wakil masyarakat tidak mengetahui persoalan status kepemilikan atas tanah Polri tersebut,” ujar Nasril In.
Sebelumnya pada tanggal 1 Agustus 2021 lalu, kami telah mengadakan juga rapat kerja dengan menghadirkan BPN Kota Solok, Ketua KAN Lubuk Sikarah Solok serta Unsur Pemerintah Daerah Kota Solok.
Pada saat itu telah didapat kesimpulan rapat yaitu, bahwa tanah Polri sebanyak lebih kurang 40 Ha sudah ada alas hak berupa sertifikat yang sah dan bagi masyarakat yang telah menguasai lahan sebelum atau sesudah tanah diserahkan atau disertifikatkan perlu dijelaskan atau disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat.
“Jika masyarakat ada yang berkeberatan maka sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri setempat. Kami juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pengrusakan terhadap pancang yang telah di buat oleh pihak BPN Kota Solok, sebab hal itu nantinya akan berujung kepada tindak pidana dan akan merugikan kita sendiri,” imbau Nasril In.
Selain itu, Nasril In meminta kepada Polres Solok Kota untuk mencarikan solusinya bagi masyarakat yang tinggal maupun berkebun di atas tanah lebih kurang 40 Ha tersebut untuk bisa melakukan aktifitas dengan mencarikan solusinya, apakah itu sewa atau pinjam pakai. “Kami juga meminta kepada Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi atau memediasikan masyarakat dengan pihak Polri,” mintanya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh unsur pimpinan DPRD Kota Solok, Bayu Kharisma, bahwa Pemerintah Daerah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di atas tanah tersebut tentang kondisi tanah saat ini. Selain itu ia meminta kepada Polri untuk menyediakan lahan untuk tempat tinggal masyarakat tersebut.
Wakapolresta Solok, Rivai menjelaskan memang benar beberapa bulan lalu pihaknya dari unsur Polri bersama Badan Pertanahan Nasional Kota Solok melakukan pengukuran ulang terhadap tanah dengan luas 39 Ha yang bertempat di wilayah Kelurahan Nan Balimo. “Perlu kita ketahui bersama, pemancangan tersebut merupakan pengukuran ulang sebagaimana yang tertera dalam sertifikat dan bukan pemancangan untuk mengajukan sertifikat baru,” jelasnya.
“Setelah pihak BPN Kota Solok meletakkan pancang sebagai batas tanah berdasarkan alas hak, maka ada oknum masyarakat yang merusak pancang tersebut. Kami menyarankan kepada masyarakat yang merasa memiliki hak di atas objek tersebut sebaiknya diselesaikan sesuai dengan aturan perundang-undangan seperti menggugat ke pengadilan atau mengajukan permohonan ke Polda Sumbar, supaya masyarakat yang tinggal di atas tanah tersebut dapat kita carikan solusinya dengan sewa yang nantinya sewanya disetorkan ke kas negara,” terang Rivai.
Pada Kesempatan itu, Ketua LKAAM H. Rusli Khatib Sulaiman menjelaskan, bahwa dalam Peta Tahun 1989 memang ada tanah Pemerintah di lokasi tersebut dan pada tahun 1981 tanah 39 Ha tersebut sudah memiliki sertifikat hak milik.
“Bagi masyarakat yang merasa dirugikan silahkan mencari upaya hukum dan kami meminta kepada pihak kepolisian untuk mencarikan solusinya sesuai dengan aturan yang ada,” imbaunya.
(gra)