oleh : Amri Zakar, SH, M.Kn
Assalamualaikum Wr. Wb
Kaum muslimin yang budiman
Akhir akhir ini banyak orang mendadak jadi penasehat, jadi ahli dan jadi narasumber dalam suatu peristiwa dan perbuatan, semua mengedepankan profesional dan keahlian, baik diambil dari latar belakang profesi, akademisi maupun jabatan pada saat ini.
Namun ada yang terlupakan oleh pengambil nasehat dan ahli apapun namanya, yaitu menjadikan agama sebagai nasehat.
Hal ini Rasulullah SAW yang perintahkan kepada orang beriman agar semua penasehat dan ahli termasuk ulama, juga perlu dinasehati dengan agama, ketika menasehati orang lain/umat maka ulama dinasehati dengan agama yaitu dengan cara Ambillah nasehat itu dari Al-quran dan hadist.
Dari Tamim Ad-Dari, Rasulullah SAW bersabda, “Agama adalah nasihat”. Para sahabat bertanya “Untuk siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab : “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan kalangan umum.” (Riwayat dari Imam Muslim)
Dengan hadist ini tentu apapun dan siapapun seseorang,sebagai pemimpin, sebagai ulama, sebagai umat mempunyai PENASEHAT YANG SAMA YAITU AGAMA.
Hal ini jua Allah SWT perintahkan dalam surat Al-Ashr bahwa jika ingin selamat dari kerugian, maka hendaklah SALING SEHAT MENASEHATI DALAM KEBENARAN DENGAN SABAR, yaitu mau memberi nasehat tetapi juga mau dinasehati. Sehingga tidak ada manusia yang selamanya benar, dan tidak ada pula selamanya salah, tetapi salah dan benar itu sifatnya manusiawi, ketika sudah tetap pada suatu kebenaran itulah keimanan yang bagus, ketika tetap pada kesalahan maka itulah perilaku menjauh dari iman.
Karena agama itu nasehat, maka berikanlah nasehat yang menyentuh jangan menuduh dan mencela satu sama lain dalam memberi nasehat agama.
Dengan nasehat agama itu akan membawa perubahan pada sendi kehidupan, karena melakukan PERUBAHAN adalah perintah Alloh, jangan terlena atau larut dalam musibah, tetapi mesti berusaha keluar dari musibah, seperti musibah Covid-19 ini, harus berusaha untuk merubah dan keluar dari musibah, sebagaimana Allah firmankan : “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra‟du: 11).
Pesan agama sebagai nasehat ini, perlu dimaknai oleh para penceramah termasuk para ulama, sebagaimana Sayyidina Anas RA meriwayatkan :
“Ulama adalah kepercayaan rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik terhadap dunia, maka mereka telah mengkhianati para rasul, karena itu jauhilah mereka” [HR al Hakim].
Ketika ilmu dikhianati oleh ulama maka, Allah akan murka kepadanya, sebagaimana Anas bin Malik ra. menuturkan sebuah hadist :
“Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama su’ mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu. (HR Al-Hakim)
Ulama su’ adalah istilah untuk menggambarkan perilaku orang. Ketika ada yang menyebut diri atau disebut ulama, tetapi perilakunya bertolak belakang dengan sifat perilaku ulama. Seperti menjadikan agama sebagai media untuk mencapai tujuan dunia meraih ketenaran, meraih posisi jabatan dunia, menyiarkan agama tetapi dihargai dan dinilai dengan balasan uang seperti sudah ada tarif untuk menjadi pendakwah.
Hal ini lah yang disebut perilaku ulama su’ yaitu ulama yang jahat terhadap ajaran Islam yang disalah gunakan untuk kepentingan pribadi dan kepentingan dunianya buat mencari nama dan ketenaran
Sayyidina Umar menjawab “Mereka alim dalam lisannya tapi tidak dalam hati dan amaliahnya”.
Riwayat lain dari Abu Hurairah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bau wangi surga di hari kiamat.” (HR. Abu Daud , Ibnu Majah dan Ahmad )
Oleh karenanya sebagai ulama, adalah penyampai atas Al-quran dan hadist, sebelum disampaikan WAJIB mengamalkan, bukan hanya untuk disampaikan.
Inilah nasehat dari agama untuk para ulama dan pemimpin, yang mana penyampai dan yang mengajak punya kewajiban mengamalkan sebelum disampaikan ke umat.
Maka jangan sampai KEBANYAKAN TEORI DAN KEBANYAKAN MENYAMPAIKAN, tetapi minus dari mengamalkan, karena itulah agama disampaikan terus menerus, sebagaimana Rasulullah SAW diturunkan Al-quran secara bertahap, tujuannya agar diamalkan dan disampaikan secara bertahap.
(Sukabumi, 03 Agustus 2021)
Amri Zakar, SH, M.Kn
Pendakwah, Dosen, Penulis dan Praktisi Hukum