Produksi lahan sawah di Kota Solok rata-rata 17.915 ton setiap tahun, jika dikonversi menjadi beras menghasilkan 11.516 ton, atau 8.958 ton gabah (5.758 ton beras) dalam enam bulan.
Berdasarkan data hasil survey langsung ke seluruh huller (penggilingan padi) di Kota Solok untuk data 6 bulan, diperoleh data 5.532 ton gabah atau 3.557 ton beras, sehingga diduga ada data gabah sebesar 3.426 ton atau 2.201 ton beras yang hilang atau keluar dari Kota Solok.
“Barangkali gabah atau beras ini yang dijadikan pencampur beras varietas lain,” kata Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan, Ir. Efrizal Hasdi dalam kegiatan rapat koordinasi dengan pengusaha huller (penggilingan padi) di ruang rapat Dinas Pangan, Rabu (25/08/21).
Efrizal menambahkan, permasalahan huller di Kota Solok adalah harga gabah yang mahal, susah menjual beras, Beras Solok sering dicampur dan banyaknya gabah menumpuk di huller.
Pertemuan yang dihadiri 10 pengusaha/pengelola huller ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan paguyuban atau asosiasi huller Kota Solok, agar segala permasalahan huller, permasalahan gabah dan beras di Kota Solok dapat teratasi.
Dengan adanya asosiasi huller yang terbentuk, diharapkan akan ada satu kata untuk gabah/beras, sehingga tengkulak yang datang dari luar susah untuk melaksanakan aksinya di Kota Solok.
“Asosiasi huller ini sudah dari dulu dirancang, namun setelah ada rapat dengan pengelola huller, kegiatan panen, jual beli gabah/ beras kembali seperti biasa dan masing-masing pengelola berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya, saat ini ada huller yang susah memasarkan berasnya, ada huller yang kosong tidak ada gabah. Jika ada asosiasi, tentu hal ini tidak terjadi,” ungkap Efrizal.
“Hal ini penting karena Solok adalah Kota Beras, jangan sampai suatu saat slogan tersebut hanya tinggal nama,” tambah Kabid Ketersediaan dan Distribusi Pangan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Bidang Konsumsi, Penganekaragaman dan Keamanan Pangan, Fitriani H. mengemukakan permasalahan pupuk untuk kelompok tani. Karena jatah pupuk hanya bisa diakses oleh kelompok tani, maka harus ada data real luas sawah masing-masing kelompok tani untuk menghitung kebutuhan pupuk.
Rencana kebutuhan jumlah pupuk dapat di-entrykan pada awal tahun untuk realisasi tahun berikutnya, namun tidak semua jumlah pupuk mendapat subsidi dari pemerintah, tergantung dari keadaan keuangan negara.
”Secara umum jatah pupuk untuk 56 kelompok tani di Kota Solok dinilai cukup, karena kebutuhan pupuk setiap hektar sawah sudah ada SOP-nya, tinggal aplikasi di lapangan yang menentukan jumlah pupuk yang ada cukup atau kurang. Untuk masing-masing huller yang memiliki kelompok tani dapat menghubungi kelompok tani yang berdekatan beserta penyuluh pertanian yang membina kelompok tani,” tutur Kabid Konsumsi.
Sebelumnya, dalam pengantarnya, Sekretaris Dinas Pangan Gusmanri, SP menyampaikan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga dan meningkatkan distribusi besar Solok.
Selain hal tersebut, Ia berpesan kepada pengelola huller untuk terus menjaga kualitas beras yang keluar Kota Solok, serta aturan main asosiasi pengusaha huller agar dibuat sendiri oleh pengurus asosiasi yang disahkan oleh anggota.
Pertemuan ini juga menyepakati beberapa hal sebagai bahan evaluasi, yaitu permasalahan sukat agar ada sukatan resmi dari pemerintah daerah, harus ada campur tangan pemerintah daerah untuk membuka kerjasama penjualan beras ke provinsi tetangga. BBM (Solar) yang susah diakses untuk huller. Pupuk untuk petani yang langka dan susah diakses petani, susah mendapatkan beras Solok murni meskipun dikarung beras tertulis beras Solok asli.
(gra)