Menikmati Pameran Ethnofotografi Lanskap Budaya Minangkabau karya Edi Utama yang dipamerkan di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat 28 Agustus-7 September 2021 seolah membaca dan belajar tentang falsafah Alam Takambang Jadi Guru dengan cara tidak biasa.
“Banyak yang bisa diingat dan dipelajari dari 75 karya foto yang merekam pergeseran dan perubahan Lanskap Minangkabau dari 1997-2021 ini. Bagaimana perkembangan zaman ternyata juga membawa pengaruh terhadap bentang alam yang telah diteroka dan dikelola oleh nenek moyang orang Minangkabau,” kata Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy saat membuka pameran di taman Budaya Sumatera Barat, Sabtu (28/08/2021).
Ia menilai foto adalah salah satu upaya untuk merekam segala hal yang tidak bisa terekam selamanya oleh otak. Melihat foto dapat membangunkan memori yang pernah dilihat, direkam otak namun terlupa.
Foto yang merekam isu yang khusus menurutnya juga bisa menjadi sebuah bahan kajian, bahan pemikiran bagi generasi selanjutnya agar bisa memetik hikmah.
Karena itu pemeran foto yang digelar harus diviralkan melalui media sosial karena saat ini penyebaran informasi memang paling cepat melalui media itu.
“Kita tidak bisa memungkiri bahwa zaman telah membawa pada kenyataan bahwa penyebaran informasi yang paling cepat adalah melalui media sosial. Karena itu Dinas Kebudayaan harus bisa menyebarkan informasi pameran itu seluas-luasnya agar banyak masyarakat terutama generasi muda yang bisa datang, menikmati dan belajar,” katanya.
Sementara itu Edi Utama mengatakan proses kreatifnya untuk photografi sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Namun banyak hasil fotonya yang sudah hilang dan rusak.
Foto yang dipamerkan saat ini adalah hasil karya dari 1997-2021, yang merekam perubahan bentang alam yang telah diteroka oleh nenek moyang dengan kearifan lokal bahwa alam yang telah dikelola itu akan diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.
Edi menyimpulkan falsafah Alam Takambang Jadi Guru yang dianut orang Minang hingga saat ini benar-benar diimplementasikan oleh nenek moyang saat meneroka dan mengelola alam.
Pemukiman, sawah, ladang dan hutan bisa bergabung dalam satu kesatuan yang asri dan saling menunjang sehingga tidak merusak bahkan benar-benar bisa diwariskan pada generasi selanjutnya.
Ia menemukan banyak perubahan yang terjadi pada lanskap Minangkabau itu dari waktu ke waktu. Sebagian ada yang kurang menggembirakan bahkan ada yang membuat perasaan sedih dan terenyuh.
“Banyak yang berubah dan banyak yang hilang. Semua terekam dalam karya ini,” katanya.
Namun ia mengatakan pameran yang digelar hanya bagian awal, pembuka dari serial diplomasi Kebudayaan Minangkabau yang penuh dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Ia mengajak semua pihak untuk meneruskan upaya menggali nilai-nilai itu untuk doperkenalkan kepada generasi muda Minang dan dunia.
(Ha/adpim)