Siaran televisi analog yang telah mengudara selama hampir 60 tahun di Indonesia akan segera digantikan oleh siaran televisi digital. Siaran televisi digital akan menghadirkan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang lebih jernih karena menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresi.
Kemenkominfo menyebutkan empat faktor yang melatarbelakangi kebijakan migrasi ke siaran digital. Empat faktor tersebut meliputi, penerapan siaran digital yang sudah umum di negara-negara lain, masukan lembaga penyiaran, pertimbangan kesiapan industri dan keterbatasan spektrum frekuensi radio.
Juru Bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi mengatakan keterbatasan spektrum jadi faktor penting ASO dilakukan bertahap.
“Saat ini, dilakukan penataan frekuensi antara siaran analog yang masih berjalan dengan siaran digital yang perlahan diperkenalkan, dengan tujuan agar masyarakat mulai beralih dan membiasakan diri dengan siaran digital,” kata Dedy dalam siaran pers, Selasa (8/6/2021).
Dedy menambahkan seluruh stasiun televisi harus melakukan penghentian siaran analog di satu daerah dilakukan secara serentak. Dengan begitu dapat memudahkan masyarakat menonton siaran dari satu jenis penerimaan saja.
“Saat proses ASO/digitalisasi penyiaran selesai nanti, tidak akan ada siaran analog yang tersedia, sehingga pemilik TV analog tidak akan bisa menerima siaran digital televisi jika tidak memasang STB,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Penyiaran Ditjen Penyelenggaran Pos dan Informatika Kominfo mengatakan penyiaran televisi digital tetap menggunakan frekuensi radio VHF/ UHF seperti halnya penyiaran analog, akan tetapi dengan format konten yang digital.
“Bedanya gambarnya bersih, canggih, jernih, bisa lebih interaktif,” katanya.
Dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi signal akan makin melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang. Lain halnya dengan penyiaran televisi digital yang terus menyampaikan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik dimana signal tidak dapat diterima lagi.
“Dengan siaran digital, kualitas gambar dan suara yang diterima pemirsa jauh lebih baik dibandingkan siaran analog, dimana tidak ada lagi gambar yang berbayang atau segala bentuk noise (bintik-bintik semut) pada monitor TV,” sebut Geryantika.
“Migrasi tv analog ke digital tidak berarti masyarakat berpindah ke layanan streaming atau berlangganan TV kabel. Bukan pula harus membeli televisi baru. Masyarakat masih tetap menonton tayangan menggunakan televisi yang ada saat ini di siaran free to air atau gratis secara digital. Antena yang digunakan juga masih yang sama tak perlu diganti,” jelasnya.
Untuk menikmati siaran televisi masyarakat hanya perlu membeli Set Top Box (STB) yang harganya Rp 150.000 per unit. STB merupakan perangkat untuk menerima siaran digital yang dapat dihubungkan ke televisi dengan mudah.
STB atau TV Digital bisa dibeli di toko elektronik maupun marketplace online. Kementerian Kominfo juga memberikan informasi terkait STB dan TV Digital tersertifikasi di laman https://siarandigital.kominfo.go.id/informasi/perangkat-televisi.
Penghentian tayangan siaran televisi analog tahap I paling lambat hingga 17 Agustus 2021 untuk wilayah siaran Aceh 1, Kepulauan Riau 1, Banten 1, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Utara 1 dan Kalimantan Utara 3. Penghentian siaran televisi analog tahap II dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2021, untuk 20 wilayah siaran meliputi wilayah Jawa Barat 4, Jawa Barat 7, Aceh 2, Aceh 4, Riau 4, Jawa Timur 5 dan Nusa Tenggara Timur 3.
Untuk penghentian siaran televisi analog tahap III paling lambat tanggal 31 Maret 2022, sedangkan tahap IV penghentian siaran televisi analog paling lambat tanggal 17 Agustus 2022 dan tahap V paling lambat siaran dihentikan 2 November 2022.
Kemenkominfo menyebutkan empat faktor yang melatarbelakangi kebijakan migrasi ke siaran digital. Empat faktor tersebut meliputi, penerapan siaran digital yang sudah umum di negara-negara lain, masukan lembaga penyiaran, pertimbangan kesiapan industri dan keterbatasan spektrum frekuensi radio. (gra)