Bupati Kabupaten Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan, menegaskan pemerintah Dharmasraya perlu mewujudkan Pengarusutamaan Gender, baik kesetaraan maupun keadilan di setiap tahapan pembangunan.
“Kesetaraan dan keadilan itu ditandai dengan penerapan tindakan tanpa diskriminasi meliputi empat faktor, yakni faktor akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari pembangunan itu sendiri bagi seluruh elemen masyarakat, ” ungkapnya, Rabu (24/03/2021).
Menurutnya, upaya meminimalisir kesenjangan kesetaraan sudah dimulai pihaknya bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat sejak 2018 silam, dengan menerbitkan Peraturan Daerah nomor 16 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Dalam regulasi tersebut, memuat tentang kesamaan kondisi bagi semua pihak baik perempuan, kelompok lanjut usia, kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dan lain sebagainya untuk memperoleh haknya menikmati pembangunan.
“Dalam penerapannya selalu disesuaikan menurut aturan perundang-undangan yang berlaku terkait upaya pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak secara nasional,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Dharmasraya, Pariyanto mengatakan, pihaknya terus mendukung upaya pemerintah daerah dalam mengupayakan implementasi pengarusutamaan gender dan perlindungan anak di kabupaten di Dharmasraya.
“Sebagaimana yang dirangkum dalam Peraturan Daerah nomor 16 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada Bab III dengan jelas mengatur tentang pelaksanaan upaya pembangunan dengan memperhatikan tahapan yang responsif gender,” katanya.
Kemudian, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, Sabtu (21/03/2021) dalam acara diskusi virtual tentang pelecehan dan kekerasan perempuan di Jakarta menyebutkan, masih terjadi stigmatisasi dan stereotip terhadap perempuan yang dapat merugikan. Konstruksi sosial membuat perempuan lebih rendah dari laki-laki.
“Kerentanan perempuan bukan disebabkan dirinya lemah melainkan karena stigmatisasi, stereotip dan konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki,” pungkasnya. (Yanti)