Masyarakat Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan (Batsel), Kabupaten Tanah Datar, mendatangi Bupati Tanah Datar, Eka Putra, Senin,(15/3/2021) kemarin.
Kedatangan masyarakat yang tergabung dalam Tim Penyelesaian Tanah Ulayat Nagari Sumpur adalah guna mempresentasikan dan mengungkap fakta-fakta sejarah, peta dan dokumen negara berkaitan dengan Nagari Sumpur.
Juru bicara Tim
Penyelesaian Tanah Ulayat kaum Nagari Sumpur, H.Yohanes mengatakan, pertemuan masyarakat Nagari Sumpur langsung dengan Bupati Tanah Datar, Eka Putra adalah untuk memaparkan situasi dan kondisi perkembangan persoalan Nagari Sumpur dan Malalo.
“Sekaligus memperjelas status tanah ulayat Nagari Sumpur, agar tidak terjadi lagi ada pengklaiman secara sepihak,” tuturnya dalam keterangan tertulis diterima Topsumbar.co.id.
Dalam pertemuan tersebut, H. Yohanes secara seksama mempresentasi sejumlah bukti sejarah, peta, arsip dan dokumen negara yang menjadi dasar pembuatan RTRW dan peta lainnya di Pemda Tanah Datar.
“Semestinya Pemda Tanah Datar harus cepat tanggap menyikapi persoalan sengketa tanah yang terjadi di Nagari Sumpur. Jangan terkesan lamban menyikapi persoalan ini, meskipun telah melakukan mediasi sekaligus memfasilitasi daerah yang bersengketa. Mereka (Pemda-red) berkewajiban memberikan pemahaman sekaligus menyatakan fakta-fakta sejarah atau perjanjian atas kesepakatan yang pernah dilakukan bersama pemerintahan,” tegas Yohanes.
Terkait polemik batas tanah ulayat dan batas administrasi, H.Yohanes menilai tidak perlu lagi diperdebatkan sehingga terjadi konflik yang menimbulkan kerugian.
Pasalnya, sebut H. Yohanes, masalah batas wilayah administrasi sudah selesai.
Pada tahun 1955, persoalan batas ulayat dan batas nagari tertuang dalam SK Bupati Tanah datar Nomor 1 Tahun 1955.
Disitu disebutkan rujukan batas ulayat serta administrasi 3 nagari yaitu Bunga Tanjung, Sumpur dan Padang Laweh berdasarkan Peta KART VAN DE NAGARIES tahun 1896 dengan copy topkart nomor 28.29.30.34 EN 94 dan juga pilar batas yang berdasarkan peta topografi berbentuk pancang beton yang dibuat jawatan(Dinas-red) Kehutanan Tahun 1936 masih ada hingga sekarang.
“Peta ini masih ada, kami pegang aslinya. Peta ini juga diserahkan pemerintah daerah kepada pihak Nagari Bunga Tanjung dan Nagari Padang Laweh seperti tercantum dalam tembusan SK Bupati Tanah Datar Nomor 01 tahun 1955 ditandatangani Bupati Tanahdatar, Ibrahim Datuak Pamuncak,” sebut H. Yohanes.
“Jadi tidak perlu diperdebatkan lagi, SK Bupati tersebut belum dibatalkan sampai sekarang. Sebab, Pemkab Tanah Datar pun telah mengeluarkan peta tata ruang pada tahun 2011-2031. Di dalam SK itu ditegaskan, batas administrasinya sama dengan peta tersebut. Dimana objek yang disengketakan itu, masuk dalam wilayah administrasi Nagari Sumpur,” sambung H.Yohanes dalam presentasinya di Hadapan Bupati Tanah Datar Eka Putra.
Setelah presentasi sejarah dan peta dihadapan Bupati Tanah Datar, Eka Putra. H Yohanes juga mengungkapkan tidak perlu kesepakatan lagi, karena peta tata ruang ini telah menyatakan itu wilayah administrasi Nagari Sumpur.
“Itupun, Badan Pertanahan Nasional yang menerbitkan sertifikat dan juga mengacu pada peta yang juga dibuat pemerintah,” jelasnya.
H. Yohanes sangat menyayangkan Pemda Tanah Datar tidak tegas dalam menyikapi persoalan ini.
H.Yohanes menilai persoalan ini tidak perlu lagi mediasi kedua belah pihak. Pasalnya, tidak ada yang perlu pembahasan dan diskusi soal Ulayat Nagari Sumpur.
Terkait munculnya tuduhan ada oknum yang menunggangi persoalan ini yang dianggap mafia tanah.
H. Yohanes memastikan tidak ada mafia tanah dalam proses terbitnya sertifikat tanah hak milik masyarakat di Nagari Sumpur.
“Kami (masyarakat Sumpu-red) adalah warga negara yang baik dalam pengurusan sertifikat. Tidak hanya itu kami juga warga negara yang patuh prosedur hukum terkait adanya transaksi jual beli tanah yang sudah bersertifikat,” ungkap H. Yohanes.
Dikesempatan itu, H. Yohanes juga mengungkapkan terkait peristiwa kekerasan beberapa waktu lalu, pemerintah baru sekedar mencatat kerugian material dan mendata identitas korban kekerasan.
Sementara masyarakat mengharapkan serta menunggu bantuan dari pemerintah.
“Ini kan lucu, pemerintah terkesan cuek atau tidak mau tau dengan kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa kekerasan beberapa waktu lalu. 11 motor masyarakat Sumpur dibakar oleh oknum. Ini harus menjadi perhatian Pemda Tanah Datar,” ujar Yohanes.
Selain kasus kerusakan, terjadinya pemancangan tapal batas yang dilakukan sepihak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Menyikapi hal ini, Pemda Tanah Datar seakan tutup mata dan seakan membiarkan persoalan ini berlarut larut. Setahu saya pemancangan harus dilakukan oleh instansi berwenang,” tegas Yohanes.
Terpisah Kepala Kesbangpol Tanah Datar, Irwan mengatakan, terkait polemik Nagari Sumpur dan Nagari Malalo hingga saat ini masih terjadi. Perkembangan terakhir persoalan ini telah masuk pengadilan negeri terkait kasus perdatanya.
Irwan mengatakan, sebelumnya Pemda Tanah Datar telah memfasilitasi pertemuan kedua daerah yang berkonflik. Namun, mediasi atau pertemuan yang dilakukan belum menemukan benang merahnya.
“Kita juga melibatkan LKAM Tanah Datar untuk membantu penyelesaian sengketa ini ke dua daerah ini. Ya, kita akan coba kembali duduk bersama agar benang merah dari persoalan ini bisa diangkat masalah pun selesai dengan cara baik baik, ” kata irwan Singkat.
(AL/Rls)