Persoalan susahnya petani untuk medapatkan pupuk subsidi kembali terjadi di Kota Solok. Hal tersebut selalu dikeluhkan oleh masyarakat setiap kali kegiatan Reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solok. Persoalan klasik yang terjadi setiap tahun ini menjadi sorotan anggota DPRD Kota Solok khususnya Komisi III.
Untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat, Komisi III DPRD Kota Solok melakukan Rapat Kerja (Raker) bersama mitra kerja diantaranya Dinas Pertanian Bagian Perekonomian, Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), pengecer, distributor serta beberapa Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Rabu (10/2/2021).
Dalam Raker tersebut Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Solok Rusnaldi, Amd menyampaikan, dengan langkanya pupuk di Kota Solok akan berdampak kepada ekonomi masyarakat, dimana pupuk merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi petani. Tanpa pupuk, petani kita tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.
“Tentu ini adalah tugas kami untuk mempertanyakan, apa yang membuat pupuk subsidi susah didapatkan oleh petani. Setahu kami, masalah pupuk merupakan program pemerintah pusat yang telah di distribusikan melalui kartu tani dan bahkan sudah menggunakan E-RDKK. Tujuannya adalah agar tidak terjadi penyalahgunaan maupun penyimpangan terhadap pendistribusian pupuk subsidi,” kata Rusnaldi.
Lebih lanjut Rusnaldi mengatakan, kami sengaja mengundang Kelompok Tani (Keltan), untuk mendengar langsung keluhan serta kebutuhan pupuk berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) Keltan, dan kami juga mengundang Komisi pengawas pupuk dan pestisida terkait bentuk pengawasan yang telah dilakukannya selama ini.
Menanggapi Ketua Komisi III DPRD Kota Solok, Kepala Dinas Pertanian Kota Solok Ihvan Marosa menjelaskan, untuk tahun 2021 ini RDKK disusun oleh Keltan yang didampingi oleh Penyuluh Lapangan (PL), dan yang berhak medapatkan pupuk yaitu petani yang memiliki lahan dibawah 2 Hektar. Di luar Keltan tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi, karena RDKK ini langsung dientri ke pusat.
“Setelah itu barulah keluar Surat Keputusan (SK) tentang pupuk bersubsidi untuk masing–masing provinsi, dan kita juga dikeluarkan SK-nya oleh provinsi dan jatah untuk Kota Solok, kita tindaklanjuti pendistribusiannya melalui distributor dan pengecer,” sebut Ihvan Marosa.
Seperti yang kita ketahui, lanjutnya, tidak semua kebutuhan yang ada dalam RDKK mendapatkan pupuk bersubsidi. Itu disebabkan oleh kebutuhan di pusat terbatas. Hal yang menyebabkan pupuk ini terbatas adalah pemeritah pusat dalam mengalokasikan pupuk subsidi tidak berdasarkan jumlah RDKK yang kita ajukan.
“Hal ini disebabkan oleh anggaran, seperti untuk tahun 2021 ini Kota Solok membutuhkan pupuk jenis urea sebanyak 553 ton, sedangkan dialokasikan hanya sebanyak 282 ton,” terangnya.
Terkait proses pendistribusian pupuk subsidi, dijelaskannya, nantiya setelah kita megajukan RDKK ke pusat, setelah itu pupuk subsidi akan turun ke masing-masing distributor yang telah ditunjuk. Selajutnya distributor akan mengirimkan ke masing-masing pengecer yang telah ditunjuk oleh Dinas Pertanian Kota Solok. Barulah Keltan melakukan penebusan pupuk subsidi melalui pengecer yang telah ditunjuk tersebut.
“Terkait harga pupuk bersubsidi dijual ke petani sesuai harga eceran tertinggi (HET), yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020, tentang alokasi dan HET pupuk bersubsidi sektor pertanian. Kalau harga penjualan ke petani yang ada dalam RDKK itu kita ikuti sesuai aturan, contohnya pupuk urea Rp112.500 per sak (50 Kg),” jelasnya.
Sebelumnya diketahui, ungkapnya, HET pupuk bersubsidi naik sesuai Permentan Nomor 49 Tahun 2020. Kenaikan itu terjadi pada pupuk urea dari harga Rp1.800 per Kg menjadi Rp2.250 per Kg. Kemudian SP-36 dari harga Rp2.000 per Kg menjadi Rp2.400 per Kg, ZA dari harga Rp1.400 per Kg menjadi Rp1.700 per Kg.
“Kemudian, pupuk NPK formula khusus dari harga Rp3.000 per Kg menjadi Rp3.300 per Kg, pupuk organik granul dari harga Rp500 per Kg menjadi 800 per Kg. Organik cair dijual seharga Rp20 ribu per liter, sementara pupuk jenis NPK tidak mengalami kenaikan dengan harga Rp2.300 per Kg,” ungkapnya lagi.
Koodinator penyuluh Nazifah membantah langkanya pupuk di Kota Solok. Ia menyebutkan sebenarnya saat ini tidak ada kelangkaan pupuk dan masih memiliki sisa pupuk sebanyak 44 ton lagi yang belum terealisasi. Kelompok yang ada saat sekarang pada umumnya sudah melakukan penebusan, dimana untuk Kota Solok terdapat sebanyak 55 buah Keltan.
“Hanya saja kita tidak bisa merealisasikan sebanyak RDKK yang kita ajukan ke pusat. Artinya tidak semua kebutuhan pupuk diakomodir dalam SK alokasi, mengingat keuangan negara yang terbatas,” kata Nazifah.
Dilanjutkan Nazifah, untuk musim tanam pertama dari bulan Januari sampai Februari 2021, telah terealisasi pupuk urea bersubsidi sebanyak 62 ton, dari jumlah 553,27 ton untuk tiga kali musim tanam. Jadi kami menyarankan kepada petani untuk memanfaatkan pupuk kompos atau pupuk organik.
Ketua Keltan Sepakat Saiyo Sakato (S3) Tanah Garam Iswandi menjelaskan, bahwa untuk saat ini Keltan sangat mengeluhkan naiknya harga pupuk subsidi yang cukup tinggi. Selain itu, ia juga meminta penjelasan kepada Dinas Pertanian, terkait kebutuhan Keltan S3 berdasarkan RDKK sebanyak 20 ton, namun jatah kelompok hanya mendapat 2 ton saja.
“Hal seperti ini tentu tidak akan mencukupi, artinya kami akan mencarikan sisa kebutuhan pupuk diluar kelompok. Kalau boleh kami megusulkan, ada baiknya kami dari kelompok bisa melakukan penebusan langsung ke distributor. Dimana kami menilai dengan prosedur pupuk harus ke pengecer terlebih dahulu, kami merasa harga sudah bertambah,” keluhnya.
Selain itu, katanya, kami juga mempertanyakan apakah harga pupuk setiap musim tanam pertama, kedua dan ketiga berbeda–beda. Ditambah jadwal penebusan pupuk sering kali terjadi, setelah kami habis masa tanam dan tidak menggunakan pupuk lagi.
“Sebaikya proses penebusan dilakukan pada saat satu bulan menjelang musim tanam.” harap Iswandi. (Syafri)