Catatan : Kamsul Hasan, SH, MH
Soal sunatan massal adalah cerita masa lalu, puluhan tahun silam. Saat itu saya memiliki kelebihan rezeki sekitar Rp 3.000.000.
Ukuran saat itu dengan uang tiga juta rupiah saya bisa mengkhitan sekitar 20 anak. Biaya dan bingkisan untuk setiap anak sekitar Rp 150.000.
Pada masa mangap banyak yang mengamini. Ternyata kegiatan sunatan itu banyak yang dukung dan mau ikut berpartisipasi.
Akhirnya dari rencana 20 orang malah terkumpul bisa untuk 200 anak. Senang dan gembira tetapi kemudian bingung mencari pesertanya.
Salah seorang wartawan usulkan selain di Jakarta, sebagian dana dialirkan ke daerah. Teman lainnya setuju dan daerah Gunung Bundar di Bogor menjadi pilihan.
Peminatnya banyak dan sudah terdata. Persoalan untuk sementara selesai, ada jalan keluar, uang titipan dapat disalurkan.
Pada hari H, panitia dan tim medis datang ke lokasi beserta mobil unit khitan. Baru berjalan beberapa anak, sunatan massal itu terhenti.
Rupanya ada rumor yang beredar khitanan massal bila yang melakukan dokter bukan muslim, shalat tidak diterima.
Tidak membahas kebenaran rumor itu, saya malah bertanya warga setempat bila khitan biasanya dengan siapa ?
Akhirnya niat baik yang sempat tersendat itu berjalan lancar setelah saya datangi “bengkong” tukang sunat setempat untuk bekerja sama.
Kami salah. Kami tidak memikirkan nasib “bengkong” yang kehilangan mata pencaharian akibat sunatan massal lebih dari 100 anak.
Nah, kemarin saya mengikuti virtual meeting dengan Dewan Pers. Materinya terkait pelatihan pra UKW dan uji kompetensi wartawan.
Ini juga gratis, seperti sunatan massal. Kegiatan akan dilakukan pada 34 provinsi dengan peserta 50 orang untuk pelatihan dan 54 orang UKW.
Jadi peserta UKW sebanyak 1.836 wartawan. Angka ini kecil bila dilihat dari jumlah wartawan yang belum UKW.
Namun persoalannya menjadi rumit karena lembaga uji harus membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang isinya antara lain peserta per provinsi harus pas 54 orang, padahal daerah tertentu banyak calon tak memenuhi syarat.
Persoalan lainnya tingkat kelulusan yang mencapai 98 persen atau maksimal hanya satu orang tidak kompeten. Target ini ditolak oleh rapat Tim UKW PWI !
(Jakarta, 06 Januari 2021)
Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014