Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Padang melalui Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk melakukan pembahasan terkait tiga Rancangan Peraturan Daerag (Ranperda) yang diajukan pemerintah Kota Padang pada rapat paripurna Senin (5/10) lalu. Pembahasan Pansus bersama pihak-pihak terkait dilaksankan di Grand Inna Padang Hotel. Kamis (5/11/2020).
Faisal Nasir, anggota Pansus III mengatakan, bicara tentang Ranperda Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN-PN), tentu ini akan menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Kota Padang untuk mengambil langkah dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat terutama generasi muda penerus Bangsa agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika.
Karena itu, salah satu tugas pemerintah daerah dalam melakukan fasilitasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dengan membentuk sebuah peraturan daerah.
Namun dia menyayangkan, pada saat pembahasan kemarin, DKK sebagai yang menginisiasi Ranperda tersebut tidak hadir.
“Sebenarnya banyak yang mau kita tanyakan, terkat dari dasar pembentukan Ranperda ini, juga apa saja yang termasuk masuk dalam kategori Narkotika ini, sebab saat ini, selain narkoba jenis ganja dan sabu-sabu, penggunaan lem juga sudah sangat menghawatirkan,” kata Faisal Nasir.
Terkait Ranperda Penanganan dan Pengendalian Rabies yang dibahas Pansus II, Muhidi selaku Ketua Pansus II mengatakan berdasarkan data dari Januari-Juli 2019, kasus gigitan Hewan Penularan Rabies (HPR) terjadi sebanyak 553 kasus.
“Kasus HPR paling tinggi terjadi di Dharmasraya, sebanyak 108 kasus, Tanah Datar sebanyak 57 kasus dan Kota Padang sebanyak 56 kasus. Alhasil, Sumbar menjadi daerah nomor dua tertinggi di Indonesia dalam kasus HPR,” ucapnya.
Untuk itu, dalam Renperda penanganan dan pengendalaian rabies, akan ada sanksi bagi setiap orang yang memelihara atau menelantarkan hewan yang terindikasi rabies. “Denda perlu diberlakukan agar masyarakat yang memiliki HPR dan menjaga hewannya sehingga tidak menularkan rabies,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Pansus I Ranperda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Zulhardi Z Latief menyampaikan dibentuknya Ranperda AKB tujuannya agar legalitasnya diakui serta sanksi yang ditetapkan bagi pelanggar, dananya bisa masuk ke Padang.
“Jika kita tak miliki perda, tentu sanksi yang Rp250 ribu ke provinsi mengalirnya. Kita rugi jadinya, karena hanya ada sanksi sosial dan tipiring,” ujar kader Golkar ini.
Ia tak ingin warga dirugikan, namun untuk kekuatan hukum perlu Ranperda AKB dijadikan perda. Ia mengimbau kepada warga untuk patuhi aturan dalam beraktivitas. Agar penularan virus tak terjadi dan keselamatan terwujud. (*)