Gonjang ganjing perdebatan publik diberbagai ranah tentang ucapan Uni Puan Maharani saat menyerahkan surat dukungan PDIP ke pasangan bakal calon Gubernur Sumbar Mulyadi dan Ali Mukni, berbuntut menjadi sebuah diskusi yang menarik di Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One. Dalam diskusi tersebut banyak corak ragam pendapat tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh Uni Puan atau pun harapan kepada masyarakat Minangkabau.
Sebelumnya, diberbagai media sosial, media cetak, elektronik dan media mainstream, juga telah berkucatak diskusi dan pandangan-pandangan dari berbagai ragam pendapat masyarakat tentang pernyataan Puan dimaksud. Masih sekaitan hal itu, Senin, (14/09/2020) siang ini, Kepala Dinas Kominfo Sumbar, Jasman Rizal merilis pendapat beberapa tokoh masyarakat Minangkabau.
“Kami coba minta pendapat beberapa tokoh masyarakat Minangkabau tentang ucapan Puan dimaksud,” rilis Jasman yang ia bagikan pada awak media juga diterima Topsumbar.co.id
Disebutkan Jasman, pendapat tersebut antara lain dari, Gubernur Sumbar Prof. Irwan Prayitno, Prof. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo (Akademisi, tokoh Adat), Prof. Raudha Thaib (Pewaris Kerajaan Pagaruyuang dan Ketua Bundo Kanduang Sumbar), Dr. Alfan Miko (tokoh akademisi, Dekan Fisip Unand 2016-2020) dan Ketua DPW Muhammadiyah Sumbar Dr. Shofwan Karim.
Berikut kutipan pendapat beberapa tokoh dimaksud.
Menurut Prof. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Uni Puan khilaf dan tidak ada maksudnya memburukkan kampuangnya.
“Puan Maharani khilaf. Kita berbaik sangka (husnuzzan). Tak ada maksudnya memburukkan kampungnya Sumatera Barat dan sukunya Minangkabau. Apalagi ia bicara dalam internal partainya, konteks membina kader. Mungkin ia tak menyangka, dari internal bocor ke publik. Khilaf. Khilaf itu sifat manusia. Memberi maaf tanda kita satu suku bangsa Minangkabau yang sandi adatnya adalah syara’. Dalam syara’ Nabi SAW punya hadis: Aku disuruh Allah SWT memberi maaf orang yang menzalimiku (afwu man zhalamani).
Bayangkan orang yang menzalimi disuruh memberinya maaf. Dalam adat syara’ tak ada kamus: tiada maaf bagimu. Memberi maaf sifat mulia. Akhlak karimah. Puan hanya khilaf. Rasanya tak patut pula kita bersikap tak memaafkannya. Apalagi Puan orang Minangkabau juga. Malunya malu kita juga.
Suku tak dapat dialih, malu tak dapat diagiahkan. Kito badunsanak, cabiak-cabiak bulu ayam, paruh juga menyelesaikan. Mari dunsanak, tolong kita bersama memberi maaf atas kekhilafan dunsanak kita rang Minangkabau Puan Maharani, ungkap Prof. Yulizal Yunus dengan bijak.
Kemudian pendapat Dr. Alfan Miko, Dekan Fisip Universitas Andalas 2016-2020 berpandangan, bahwa karakter orang Minangkabau itu pemaaf, sesuai dengan ajaran Islam yang menjadi dasar falsafah hidup masyarakat Minangkabau.
Alfan Miko menyatakan, “Setelah sekian lama peristiwa ini terjadi, seyogyanya masyarakat Minangkabau kembali ke karakter dasar nilai-nilai berperilaku sebagai bangsa pemaaf, yaitu sesuatu yang diajarkan oleh adat dan agama yang berlandaskan Islami dan telah dicontohkan oleh tokoh-tokoh bangsa yang berasal dari Minangkabau seperti Hamka, Hatta, Syahrir dan lainnya terhadap orang-orang yang telah menzalimi mereka.
Memaafkan adalah perbuatan mulia. Dengan memaafkan dan melupakan, adalah bukti karakter masyarakat Minangkabau yang sesungguhnya dan tidak ingin terbelenggu dengan masalah ini terus menerus. Uni Puan sebetulnya telah terhukum secara sosial psikologis dengan mempertanyakan kualitas dan pemahamannya tentang sejarah bangsa.
“Mudah-mudahan setelah kejadian ini, Puan semakin lebih dewasa bersikap dan juga mendorong keinginan hatinya untuk mendekatkan dirinya dengan tanah leluhurnya di Ranah Minangkabau ini” ujar Alfan Miko.
Seterusnya pendapat Prof. Raudha Thaib (Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat) berpesan “Adat dan budaya Minangkabau baalam lapang ba padang leba. Ndak ado kusuik nan indak salasai, karuah nan indak ka janiah.
Soal pernyataan Puan, tak perlu lagi diperpanjang. Persoalan maaf memaafkan itu dalam budaya Minangkabau sudah membudaya. Saya berharap, mari kita lakukan dialog dengan Puan Maharani, namun harus dengan pendekatan kebudayaan, jangan pendekatan politik.
“Bagaimanapun Puan Maharani adalah dunsanak kita, bahagian dari kita Minangkabau. Soalnya, gelar yang diberikan kepada bu Megawati adalah gelar saya yang diserahkan. Lalu untuk apalagi diperpanjang. Sebaiknya kita lakukan dialog dengan melibatkan semua stakeholder masyarakat Minangkabau” tegas Prof. Raudha Thaib.
Senada dengan tokoh lainnya, Ketua DPW Muhammdiyah Sumbar Dr. H. Shofwan Karim juga berharap persoalan ini tidak berlarut lagi. Sifat orang Minangkabau yang egaliter, demokratis sudah terbiasa dengan dinamika perbedaan pendapat.
“Perbedaan pendapat sudah merupakan air mandi keseharian masyarakat Minangkabau yang egaliter, demokratis. Dinamika masyarakat memang telah terasah dalam perbedaan. Dalam kasus dengan Uni Puan, setidaknya nanti merupakan awal dari membuhul silaturrahim yang lebih erat lagi antara masyarakat Minangkabau dengan Uni Puan. Bagaimanapun Uni Puan Maharani adalah dunsanak kita juga.
“Biasalah basilang kayu di tungku mako api ka nyalo” ucap Buya Shofwan diujung telepon.
Gubernur Sumatera Barat Prof. Irwan Prayitno saat dikonfirmasi soal pernyataan Puan juga mengajak semua rakyat Sumatera Barat untuk dapat memaafkan Uni Puan dan agar dapat memandangnya dari perspektif positif.
“Kalaulah ucapan bu Puan dianggap menyinggung perasaan masyarakat Sumbar, saya mengajak masyarakat agar memaafkan beliau dan mari ke depan kita jalin silaturahmi untuk kepentingan Sumbar” ajak Gubernur Irwan
Lebih lanjut Irwan Gubernur Sumbar dua periode ini menyatakan “Saya tetap memandang positif ucapan bu Puan dan terimakasih kami sudah didoakan. Bila ada kesalahan di Sumbar, mari kita perbaiki bersama.”ujar Irwan.
Disisi lain, bila dicermati diberbagai media sosial, ternyata kecenderungan masyarakat Minangkabau lebih memilih agar masalah ini segera selesai dan ada upaya untuk saling memaafkan serta berharap semoga peristiwa ini merupakan langkah awal silaturrahim Puan Maharani dengan leluhurnya di Minangkabau lebih baik lagi. Karena suka atau tidak suka, Puan Maharani memanglah seorang Bundo Kanduang di Ranah Minangkabau.
(AL/Rls)