Oleh: Kamsul Hasan, SH
Verifikasi Faktual itu bukan untuk menentukan sengketa pemberitaan, lebih untuk dapat iklan kerja sama Pemda? (Status facebook Kamsul Hasan, 10 September 2019)” Pas setahun silam.
Sepanjang menjadi ahli pers saya tidak pernah melihat sengketa pemberitaan media dengan dasar verifikasi faktual. Saat penyidik bertanya apakah media yang dilaporkan sudah terdaftar di Dewan Pers (verifikasi faktual)?
Saya harus menjelaskan agak panjang kepada penyidik tentang syarat sebuah media disebut perusahaan pers harus berpedoman pada UU bukan karena verifikasi faktual.
Menurut UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang dimaksud Pers, Perusahaan Pers dan Karya Jurnalistik harus memenuhi ini;
- Pasal 1 angka 1, Pers harus dikelola oleh lembaga dan melakukan kegiatan jurnalistik. Bentuk atau platform media bermacam-macam. Bahkan platform yang belum dikenal pada tahun 1999 seperti streaming sudah dimasukkan dengan kata, saluran media lainnya.
- Pasal 1 angka 2, lembaga yang dimaksud Pasal 1 angka 1 harus berbentuk perusahaan pers khusus yang semata-mata hanya menjalankan usaha di bidang penyebaran informasi. Perusahaan pers tidak boleh bercampur dengan usaha lain. Itu sebabnya ahli pers perlu melihat Pasal 3 akta pendirian perusahaan tentang maksud dan tujuannya.
- Perusahaan pers yang dimaksud Pasal 1 angka 2 kemudian ditegaskan pada Pasal 9 ayat (2), harus berbadan hukum Indonesia. Badan Hukum Indonesia yang memisahkan aset perseroan dan pribadi adalah perseroan terbatas (PT), yayasan atau koperasi. Jadi CV tidak boleh dan Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan hal itu saat menolak uji materi.
- Melaksanakan perintah Pasal 12 dengan mengumumkan nama media dan badan hukum, nama penanggung jawab dan alamat redaksi secara presisi untuk kepentingan hukum. Penyidik juga kerap bertanya apakah pemimpin redaksi (maksudnya penanggung jawab, karena UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak mengenal istilah pemimpin redaksi), sudah memiliki sertifikat UKW utama?
Saya harus jujur menjawab sesuai sumpah keahlian, bahwa itu peraturan Dewan Pers, bukan perintah UU. Setelah status media pers atau bukan pers baru masuk ke pokok materi. Ini biasanya yang ditanyakan terkait kemerdekaan pers, hak dan kewajiban perusahaan pers serta wartawan, menyangkut;
A. Pasal 2 tentang kemerdekaan pers. Apa yang dimaksud kemerdekaan pers harus memiliki prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum, bagaimana penerapannya?
B. Perusahaan pers memiliki kemerdekaan dan perlindungan sebagaimana Pasal 4, coba saudara ahli jelaskan, apakah wartawan tidak boleh dimintai keterangan sebagai saksi?
C. Perusahaan pers sebagaimana dimaksud Pasal 5 memiliki sejumlah kewajiban antara lain norma agama, rasa kesusilaan dan asas praduga tak bersalah, apa yang dimaksud Pasal 5 ayat (1) ini.
D. Perusahaan pers wajib melayani hak jawab, sesuai Pasal 5 ayat (2), apakah boleh perusahaan pers tak mau memuat hak jawab dengan alasan nara sumber pernah diminta konfirmasi tetapi tidak menjawab?
E. Saudara ahli, apa yang dimaksud dengan Pasal 7 tentang kewajiban wartawan, mohon ahli jelaskan dengan rinci kewajiban baik sebagai anggota profesi maupun kewajiban mentaati Kode Etik Jurnalistik.
Nah, untuk jawaban nomor 5 baik A,B,C,D dan E, Insyaallah saya lanjutkan setelah memberikan materi HUT Koran Satu, karena catatan ini adalah permintaan media tersebut melalui Penanggung Jawab Kadir Monas.
(Jakarta, 10 September 2020)
Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen LISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014.