Dialog Internasional Pemuda Minang dunia melalui zoom yang dimoderatori oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.GK, Ph.D telah usai diadakan pada Sabtu, 27 Juni 2020 pekan lalu.
Pembicara yang didominasi anak muda Minang yang ada di penjuru dunia seperti Jerman, Hungaria, Saudi Arabia, Mesir, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia dan Amerika. Walaupun jauh dari ranah Minang, tapi bahasa Minang tetap menggaung di tengah-tengah dialog.
Direktur Eksekutif Minang Diaspora Network Global (MDN-G), Burmalis Ilyas, S.Ag, S.IP, MA, M.Si, mewakili panitia kegiatan, satu hari jelang dilangsungkannya dialog dimaksud, kepada Topsumbar.co.id menerangkan dialog internasional pemuda Minang dunia kali ini mengangkat tema “Mempersiapkan Generasi Emas Minangkabau Untuk Dunia”.
Semangat dan jiwa merantau orang Minang, sebut Burmalis sudah menggelora semenjak usia milenial dan Alhamdulillah sudah banyak juga millenial minang yang sukses baik di perkuliahan mereka, atau di dunia kerja.
“Banyak ilenial Minangkabau saat ini yang menjadi pemimpin dan tokoh pemuda di berbagai negara tempat mereka belajar ataupun bekerja, sehingga Ranah Bundo Kanduang memiliki harapan akan munculnya tokoh hebat ranah Minang di masa depan,” sebut Burmalis Ilyas.
Telah diberitakan Topsumbar.co.id, sebelumnya, pada dialog internasional pemuda Minang dunia itu sejumlah pembicara milenial Minang dari berbagai rantau, baik dalam negeri dan luar negeri tampil mempesona pada kegiatan yang diinisiasi oleh Minang Diaspora Network Global (MDN-G), Ikatan Pelajar Minang Internasional (IPMI) dan bekerja sama dengan Universitas YARSI.
Sebut saja misalnya Yuliandre Darwis yang saat ini menjabat Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Dimana ia mengatakan orang Minangkabau itu paling gampang beradaptasi, jadi kemana pun pergi, atau merantau, tidak banyak mengalami kendala, dan diterima oleh masyarakat setempat.
“Orang Minangkabau itu, dalam proses kehidupannya mempunyai kekuatan spiritual. Mempunyai kekuatan moral dalam melangkah. Pendidikan, bagi orang Minangkabau adalah prioritas nomor satu untuk mengarungi kehidupan,” ujar Yuliandre yang pernah menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Malaysia dan doktor ilmu komunikasi ini.
Kemudian, Irviandari Alestya Gusman (Andari Gusman) tampil cukup menyentuh hati peserta. Dimana Andari berbicara profesionalisme dan psikologis dalam meraih kesuksesan. Seorang Program Manajer Google Asia-Pasifik yang membawahi 14 negara dan berkantor di Singapura itu merasa bangga sebagai orang Minangkabau.
“Milenial Minangkabau harus berani keluar dari zona nyaman, seperti halnya para pendahulu orang Minangkabau yang sukses di berbagai bidang. Dalam dunia kerja internasional, yang dibutuhkan sikap profesionalisme. Orang memandang kapabilitas kita sebagai individu,” katanya.
Selanjutnya ada lagi pembicara milenial, Ranny Rustam, Duta Milenial Sydney, Australia yang pendapatnya baru ditayangkan Topsumbar.co.id pada hari ini, Kamis, 02 Juli 2020.
Diawal pembicaraannya dalam dialog itu, Ranny Rustam menyampaikan terima kasih atas kesempatan untuk bisa mewakili kaum muda Minang di Australia dan ia memohon maaf sebelumnya untuk berbicara dalam bahasa inggris.
Lantas apa sesungguhnya yang disampaikan Ranny Rustam pada dialog internasional pemuda Minang dunia dimaksud?
Berikut dibawah ini ringkasan pendapat Ranny Rustam yang telah ditranslate ke Bahasa Indonesia oleh translater Nasywa Sudaryono melalui perantara Wibra Karnalis di Jakarta dan diterima Topsumbar.co.id.
Saya akan bercerita dalam aspek yang sedikit berbeda kali ini. Seperti apakah kehidupan kaum milenial Minang di Australia?
Sebagian besar kata Ranny Rustam, mungkin mirip dengan milenial lainnya, kami memiliki sosial media, kami tumbuh di masa teknologi digital, dan hidup di sekitar masyarakat yang memiliki beragam budaya.
“Namun tidak semua dari kaum milenial Minang di sini memiliki kesempatan bersekolah di sekolah islam karena sejak kecil kita sudah terbiasa berteman dan berkomunikasi dengan orang-orang yang budayanya sangat berbeda dari kita,” kata Ranny Rustam yang adalah cucu dari tokoh masyarakat Padang Panjang, Almarhum Bapak Karnalies Sutan Pangeran.
Dikatakan Ranny, untuk kaum millenial Minang di Australia, kita lebih sering memiliki lingkaran pergaulan dengan beragam budaya yang berbeda-beda dibandingkan dengan berteman dengan teman-teman yang sesama kaum Minang saja.
“Dan saat kita memperkenalkan diri kita sendiri dan budaya kita, kita umumnya lebih memperkenalkan diri kita sebagai orang Indonesia, dan tidak memperinci sebagai kaum Minang,” kata Ranny.
Kemudian, kaum muda Minang di Australia disini banyak yang menikah dengan orang-orang diluar suku Minang, hingga orang-orang yang bukan asal Indonesia, maka komposisi dari kaum Minang disini pun juga berubah-ubah.
Lalu mengenai kehidupan universitas di Australia dan pembelajaran, Uda Jerry juga menyampaikan bahwa professor-professor di MIT juga menanyakan tentang sudut pandang dari Indonesia.
Sama dengan milenial Minang di Australia, profesor-profesor kami juga sering menanyakan berbagai hal mengenai budaya Indonesia dan berbagai hal lainnya.
Terkadang mereka berharap kita akan mengetahui jawaban dari semua pertanyaan mereka, tetapi kami memiliki lebih banyak pemahaman dan pengalaman serta lebih melihat dari sudut pandang Australia dibandingkan dengan Indonesia.
Mengenai persiapan kaum Minang milenial untuk new normal, saya tidak mau terlalu memperkirakan ini karena kami belum terlalu melihat dampak penuh dari periode Covid-19 ini dan mungkin masih bertahun-tahun dari sekarang,
Tetapi yang kita bisa lihat dari periode Covid- 19 ini sebagai milenial adalah bahwa memiliki sikap disiplin yang tinggi sangat penting. Hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan kita sudah melihat berbagai perusahaan yang bangkrut, ada yang tumbuh pesat, dan lain lain.
“Menurut saya para milenial Minang akan harus lebih cepat dan adaptif untuk ini,” ujar Ranny berpendapat.
Sedangkan untuk kontribusi para milenial Minang di Australia terhadap budaya Minang dan kontribusi secara global, saya tidak bisa mewakili semua kaum milenial Minang di Australia, tetapi saya tahu kami semua mau berkontribusi lebih ke negara Indonesia.
Walaupun menurut saya memang berkontribusi lebih dan pindah kembali ke tanah air akan sedikit susah karena kami memiliki kewarganegaraan Australia.
“Kami ingin berkontribusi lebih dan juga menjalin hubungan yang lebih erat dengan kaum milenial Minang di seluruh dunia untuk bertukar ilmu dan mendukung sesama lain, tetapi menurut saya kami membutuhkan kolaborasi yang lebih dekat dan juga lebih banyak keterlibatan dengan wilayah Minang di Indonesia,” pungkas Ranny Rustam yang lahir di Sydney Australia tahun 1988 dan alumnus University of New South Wales (UNSW) Australia.
(AL)