Kurang lebih dari 20 orang anak kamenakan dari Suku Malayu dan Kampai di Kampung Lubuk Buayo, Nagari Air Haji Tenggara, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, melakukan aksi pemagaran lokasi tambang galian C, Kamis (16/07/2020) yang berada di Kecamatan Linggo Sari Baganti.
Mereka melakukan aksi tersebut karena merasa bahwa lahan galian C berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lubuk Buayo, Kecamatan Linggo Sari Baganti itu. Milik kaum mereka. Sementara pihak pengelola tambang, selama ini tak pernah membawa mereka berunding dalam mengeksploitasi bahan galian C tersebut
Aksi pemagaran tersebut dimulai sekitar pukul 09:00 WIB saat aksi berlangsung anggota kaum Suku Melayu dan Kampai mulai banyak berdatangan ke lokasi. Tidak saja kaum laki laki tetapi juga sudah melibatkan kaum ibu dan niniak mamak untuk melakukan negosiasi.
Namun sangat disayangkan, hasil negosiasi tidak berjalan mulus sehingga pemagaran terpaksa harus dilakukan. Penyebabnya adalah, pihak pemilik proyek galian C tidak mau mengeluarkan alat berat (ekskavator) dan sebuah Dump Truck mereka dari kawasan tanah ulayat kaum Kampai dan kaum Melayu. Hingga berita ini diturunkan, ekskavator dan Dump Truck itu masih berada dalam area pemagaran.
Menurut Anto, salah satu selaku pemuda kaum Kampai. Proyek ini sudah berjalan bertahun-tahun, sementara kami sampai hari ini tidak mengetahui bentuk izin yang mereka kantongi dari provinsi. Jika pun ada, tentu tidak di wilayah tanah ulayat kaum Kampai. Hal yang paling mengherankan, kenapa setiap kali bahan material yang di ambil dari tepian sungai selalu sore bahkan tidak jarang juga dilakukan malam hari seperti sebuah proyek ilegal. Tuntutan kami selaku warga tidak banyak. Proyek galian C di kampung kami harus dihentikan total.
Sementara menurut Izen, pemuda dari kaum Melayu, dengan adanya proyek galian C ini, ada beberapa dampak yang sangat dirasakan dan nampak oleh masyarakat. Di antaranya, penggerusan tepian tebing dan terjadinya kekeringan sumur-sumur di rumah warga. Padahal selama ini, sumur di rumah warga tidak pernah kering dan memiliki air yang jernih.
Sebelumnya, proyek galian C ini dikelola oleh Japri Datuak Rajo Lelo yang juga sebagai ketua KAN Air Haji, namun setelah yang bersangkutan meninggal dunia beberapa waktu lalu, proyek ini dilanjutkan oleh anak kemenakannya. Dalam melakukan aktivitas eksploitasi sering dilakukan sore kadang malam hari.
Seharusnya, galian C yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dalam rincian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 harus ada kejelasan tentang penerbitan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah provinsi. Hal ini juga nantinya yang akan mengatur bagaimana dampak lingkungan yang ditimbulkan,” jelas Izen.
Dari informasi yang dihimpun, terlihat bagaimana sisa hasil galian yang menyebabkan pendalaman di beberapa titik aliran sungai dan tentunya akan menyebabkan timbulnya bahaya bagi masyarakat yang hendak melakukan aktivitas sehari-hari di sungai, seperti mandi dan mencuci.
Dari dua kaum yang turut melakukan pemagaran tanah ulayat ini, mereka berkeinginan hal ini harus ada kejelasan baik dari pihal pengelola galian C maupun dari pemerintah, agar tidak terjadi hal-hal yang akan menimbulkan keributan, atau akan ada nantinya semacam ado domba dari pihak luar.
Seharusnya, galian C yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dalam rincian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 harus ada kejelasan tentang penerbitan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah provinsi. Hal ini juga nantinya yang akan mengatur bagaimana dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Terpisah dihubungi Camat Linggo Sari Baganti Ahmad Hidayat, saat diminta keterangan dan konfirmasinya terkait kejadian itu, menyatakan belum terima laporan dari wali nagari setempat.
“Sampai saat ini saya belum dapat info lengkap tentang itu. Belum ada laporan nagari,” kata Ahmad Hidayat.
Hingga berita ini diturunkan masih menghubungi pihak yang dinas perizinan provinsi terkait perizinan Galian C ini.
(R)