Lisda Hendrajoni anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem konsisten memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR mengeluarkan 16 RUU dari Prolegnas Prioritas 2020 di antaranya RUU PKS.
“Fraksi Partai NasDem sebagai salah satu pengusul RUU PKS menyayangkan keputusan mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 mengingat urgensi RUU PKS untuk memberikan hak rasa aman, hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual,” ujar anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi NasDem, Lisda Hendrajoni saat mengikuti Rapat Paripuna DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (16/07/2020) dilansir www.partainasdem.co.id
Anggota Fraksi NasDem DPR RI dari dapil Sumatera Barat (Sumbar) I itu mengatakan fenomena kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat, menjadi salah satu urgency dari RUU PKS tersebut.
“Menurut data dari Komnas Perempuan pada 2019 menunjukkan 406.178 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Selain itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga merilis data kekerasan seksual terhadap anak pada 2019 menunjukkan korban mencapai 123 anak, terdiri atas 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki,” lanjut Lisda.
Legislator NasDem itu menambahkan, Forum Pengada Layanan (FPL) memantau dan melaporkan bahwa sudah terjadi sedikitnya 106 kasus kekerasan seksual selama pandemi Covid-19, dari bulan Maret s/d Mei tahun 2020.
Mengutip risalah kebijakan RUU PKS yang diterbitkan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa tidak ada pengaturan yang komprehensif tentang sembilan jenis kejahatan (yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual).
Lisda menegaskan, RUU PKS ini lebih berbasis pada perspektif perlindungan korban. Korban dan keluarga korban harus mendapat dukungan proses pemulihan dari negara yaitu melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk membantu proses pemulihan korban kekerasan seksual.
Namun, Undang-Undang yang berlaku saat ini belum menyediakan jaminan atas pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban, karena kekerasan seksual pada dasarnya tidak hanya membuat korban terluka secara fisik, tetapi juga psikis.
“Hal itu juga dialami oleh keluarga dan saksi korban. Dengan kata lain, pihak korban dan keluarganya mengalami penderitaan yang berlapis dan bersifat jangka panjang akibat kekerasan seksual,” tegas Lisda.
Legislator NasDem dapil Sumbar I itu meminta agar RUU PKS tetap dipertahankan dalam Prolegnas Prioritas 2020 demi menjaga komitmen dan sensitivitas semua pihak dalam melindungi hak warga negara dari tindak kekerasan seksual.
(R)