Ketua PDI Perjuangan Sumbar, Alex Indra Lukman menilai, KPU RI tidak memiliki grand design yang teruji, dalam pengembangan teknologi informasi guna mendukung pelaksanaan tahapan pemilihan serentak 2020.
“Pada pemilihan serentak 2020 ini, laman tentang data pemilih yang diretas. Pada Pemilu 2019 lalu, tabulasi penghitungan suara secara daring (Situng-red) yang dikacaukan. Sepertinya, KPU RI tak belajar dari kesalahan yang pernah ada,” ungkap Alex melalui pernyataan tertulis, Jumat (17/07/2020).
Pernyataan Alex ini, sekaitan dengan kejadian diretasnya laman yang disediakan KPU RI untuk pemeriksaan data pemilih di alamat https://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id. Beberapa jam setelah diluncurkan, Rabu (15/07/2020), laman ini langsung tidak bisa diakses publik dengan baik.
Informasinya, ungkap Alex, percobaan pembobolan website KPU tentang data pemilih ini telah terjadi sejak Selasa (14/07/2020). Laman yang disiapkan KPU RI itu, sudah tidak bisa diakses baik dari smartphone, tablet maupun dari perangkat komputer lainnya.
Halaman yang bermasalah tersebut, merupakan fasilitas bagi para pemilih, untuk melakukan pengecekan data diri mereka secara mandiri sebagai pemilih. Pemilih cukup memasukkan nomor induk kependudukan (NIK) atau nama mereka di website KPU tersebut, untuk mengetahui apakah sudah terdaftar sebagai pemilih pada proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau belum.
“Kejadian peretasan untuk yang kedua kalinya dalam waktu tak berselang lama ini membuktikan, sistem keamanan website yang dibangun KPU rentan dibobol hacker dan sangat lemah,” tukas Alex.
“Jika tidak ditangani dengan tepat dan tidak melakukan perbaikan serta meningkatkan keamanan sistem, maka akibat dari pembobolan ini dapat menimbulkan masalah yang lebih fatal. Di antaranya, kerusakan data pemiliih, terjadinya duplikasi data, bahkan mengakibatkan kehilangan data pemilih,” tegas Alex.
Seperti diketahui, urai Alex, sudah sering instansi pemerintah mendapat serangan siber seperti yang dialami oleh lembaga DPR belum lama ini.
“Menganggap remeh serangan siber, dengan tidak melakukan pertahanan yang optimal, tentu saja jadi preseden buruk,” tegasnya.
“Terlebih lagi instansi yang strategis seperti KPU. Hal ini akan membahayakan pemerintah dalam melakukan proses Pemilihan Umum, mendatang yang lebih jauh berakibat pada sistem demokrasi Negara Republik Indonesia tercinta,” tambahnya. (Ha/Rls)