Sesuai hasil diskusi Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit melalui Video Conference (Vidcon) bersama Niniak Mamak se Sumbar, terkait penyelenggaraan shalat Idul Fitri tahun ini (1 Syawal 1441 Hijriah) tidak lepas dari Maklumat 007 yang telah dikeluarkan oleh MUI Sumbar.
Ketua Umum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, menekankan pada Humas Sumbar, Rabu (20/05/2020) melalui wawancara dalam jaringan (daring), Buya menyampaikan bahwa dipastikan belum akan ada maklumat baru yang dikeluarkan MUI Sumbar hingga Hari Raya di bulan ini.
Dijelaskan, dalam maklumat tersebut, ada dua poin penekanan daerah menjadi dua terkait penyelenggaraan shalat Idul Fitri. Pertama, daerah “Terkendali” harus ada klasterisasi dari daerah yang ada di Sumbar, ada yang kondisi wabah di daerahnya terkendali sehingga bisa dikatakan tiada penularan di sana, dan daerah yang “Tidak Terkendali” yaitu daerah yang masih dalam kondisi berisiko tinggi. Bagi daerah yang minim risiko atau terkendali ini lah peluang masyarakat untuk menunaikan ibadah shalat Idul Fitri.
“Sejak awal MUI Sumbar tidak pernah melarang shalat berjemaah, secara total tapi ada ketentuan kondisi keberadaan masjid/surau/mushalla sebagaimana juga dalam Maklumat MUI 007 poin 3 (tiga),” ucap Buya Gusrizal.
Buya Gusrizal mengatakan, di daerah yang tidak terkendali itu mlah kami MUI Sumbar menghimbau tidak ditunaikan shalat di lapangan atau di masjid. Kalau mau juga, harus melakukan prosesur ketat.
“Pemerintah berkewajiban memfasilitasi umat beribadah. Tapi harus ada pengawalan yang ketat bagi masyarakat dalam penyelenggaraan shalat Idul Fitri ini sehingga umat terlindungi dari berbagai kemungkinan penularan Covid-19 dan jangan sampai pula kegiatan ‘idul fithri dituduh sebagai kambing hitam penyebab penularan,” tutur Buya.
Pengamanan dan pengawasan bisa dilakukan dengan ketat dalam berbagai bentuk dengan disiapkannya oleh pemerintah daerah seperti penerapan prosedur Covid-19 dan konsistensi untuk kedisiplinan, yang harus sesuai dengan protokol kesehatan.
“Saya berharap dalam pelaksanaan nantinya pemerintah betul-betul memfasilitasi umat sesuai protokol kesehatan dengan penyediaan hand sanitizer yang halal (tidak menggunakan alkohol) atau yang tidak membatalkan wudhuk. Paling tidak, menggunakan sabun cuci tangan,” himbaunya.
Kemudian jangan terlalu banyak kerumunan. Tempat ibadah yang selama ini disatukan, mungkin saat ini bisa diklasterisasi, dibuat di beberapa tempat sehingga tidak rumit untuk mengawasi dan mengawal masyarakat demi menghindari kerumunan.
“Ini sudah menjadi keputusan MUI Sumbar, kita tidak mengeluarkan maklumat baru tetapi mengeluarkan bayyan (penjelasan) No. 001 MUI Sumbar sebagai penjelasan dari Maklumat 007 karena masih relevan dan masih sesuai dengan kondisi perkembangan Sumbar saat ini,” ujar Buya.
Ditambahkannya, lagi MUI tidak mengistilahkan zona merah dan zona hijau tapi terkendali atau tidak terkendali. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan banyak wilayah di Sumbar yang bisa menyelenggarakan shalat Ied, karena memang ada lokasi-lokasi yang tidak ada warga terjangkit atau notabene tidak ada orang luar yang masuk ke daerah tersebut dan di daerah tersebut memang tidak ada Orang dalam Pemantauan (ODP).
“Seandainya suatu nagari ingin melaksanakan shalat Ied, terlebih dahulu dalam nagari tersebut memiliki kesepakatan agar jangan sampai ada jamaah dari luar yang bergabung karena risikonya sangat tinggi, bisa jadi yang bersangkutan berasal dari daerah wabah,” sebut Buya Gusrizal.
Termasuk berkoordinasi dengan pihak berwenang di daerah tersebut. Jika Gugus Tugas setempat menilai lokasi itu aman, dan dikoordinasikan juga dengan MUI daerah setempat, maka penyelenggaraan shalat Ied bisa dilakukan.
Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri MUI Sumbar menghimbau agar masyarakat mulai saat ini sudah mulai meningkatkan kewaspadaan di daerahnya, agar pelaksaan shalat Ied bisa terselenggara tanpa ada wabah di nagari tersebut.
(Nov/Hms)