Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus
Dua (2) orang Staf Khusus Presiden dicurigai menyalahgunakan kekuasaan dan menyebabkan keresahan masyarakat Indonesia. Hal itu mengundang reaksi keras berbagai kalangan, apalagi 2 orang Staf Presiden tersebut juga diduga kuat melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri pribadi dan kelompoknya sendiri.
Hal itu dikatakan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pilihan (Dapil) Sumatera Barat (Sumbar) II, Guspardi Gaus pada TopSumbar.co.id, Kamis (16/4/2020).
“Selain itu, kelakuan yang tidak mencerminkan sikap sebagai Staf Khusus Presiden, yang seharusnya membantu Presiden heboh pula di berbagai media” kata Guspardi Gaus.
Anggota Komisi II DPR RI ini juga menyebutkan, surat dari Staf Khusus bernama Andi Taufan Garuda Putra yang menggunakan kop surat Istana, dan ditujukan kepada para camat di seluruh Indonesia untuk mendukung proyek pendidikan publik, tentang penanganan virus corona melalui perusahaan miliknya PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
“Ini merupakan penyalahgunaan kewenangan jabatan. Bahkan juga merupakan pelanggaran hukum administrasi, praktik perdagangan pengaruh serta pelanggaran etika pejabat negara,” sebutnya.
Meskipun pada Selasa (14/4), lanjutnya, Andi Taufan menyampaikan klarifikasi dan minta maaf atas surat berkop Sekretaris Negara tersebut, namun Guspardi Gaus meminta harus dipastikan agar skandal yang memalukan ini tidak terulang lagi.
“Tak hanya itu, disaat publik masih ramai memperbincangkan skandal Andi Taufan, ternyata satu lagi Staf Khusus Presiden bernama Adamas Belva, CEO Ruangguru.com membuat kehebohan pula. Ia ditengarai mendapatkan proyek senilai triliunan rupiah dari program unggulan Presiden Jokowi, yaitu Kartu Pra-Kerja,” terangnya.
Disebutkan Guspardi Gaus, kedua Staf Presiden itu telah melampaui porsi bidang tugasnya di tengah wabah Covid-19 yang telah “memenjarakan” seluruh warga negara dengan cara bekerja dari rumah dan tak boleh keluar rumah.
“Jika benar para Staf Presiden itu telah berkelakuan seburuk itu, sebaiknya bukan saja mereka harus dipecat oleh Presiden, tetapi lembaga Staf Khusus itu sendiri harus dibubarkan, karena hanya mempermalukan Presiden dan tak jelas pula apa yang bisa mereka kontribusikan untuk kepentingan bangsa dan negara,” ucapnya.
Di mata mantan Anggota DPRD Sumbar tiga periode ini, kehadiran lembaga itu telah mempermalukan lingkaran Istana. Hanya menjadi beban negara, karena mereka digaji tinggi dan mendapat fasilitas jabatan eselon I-A, namun sampai sekarang tak tampak kontribusi nyata yang mereka berikan kepada negara.
“Bubarkan saja lembaga Staf Khusus ini, jika hanya menjadi beban dan bahkan mempermalukan Presiden Jokowi yang tengah bersusah-payah menangani wabah Corona,” ujar Guspardi Gaus.
Pernyataan tegas Guspardi ini bukan tanpa alasan. Buktinya, tagar #Bubarkan Stafsus Presiden menjadi trending topic nomor satu di Indonesia dalam jaringan media sosial (Twitter) pada 15 April, hingga pukul 16.30 WIB.
Melihat hal itu, Guspardi Gaus menjelaskan, Komisi II DPR akan meminta Ombusmand RI sebagai mitra Komisi II untuk melakukan investigasi terhadap skandal-skandal ini dan juga menginvestigasi sepak-terjang Staf khusus lainnya untuk memastikan, jabatan Staf Khusus tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Pendapat Guspardi Gaus ini sejalan dengan pendapat pakar hukum tatanegara Refly Harun yang mengatakan. Apabila Presiden membutuhkan teman diskusi atau nasihat, maka yang mesti dilakukan bukannya membentuk lembaga Staf Khusus yang tak jelas fungsinya itu, melainkan menghadirkan 100 orang pakar dari berbagai bidang keilmuan untuk memberikan masukan yang kredibel.
“Dari sisi hukum administrasi negara, kehadiran lembaga Staf Khusus ini patut dipertanyakan. Karena sudah ada Dewan Pertimbangan Presiden yang dapat memberi masukan yang kredibel kepada Presiden, karena anggotanya adalah para negarawan dan tokoh bangsa yang sangat berpengalaman dan mempunyai wawasan kebangsaan,” tukasnya.
Dilanjutkannya, apabila Presiden membutuhkan lembaga untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan generasi milenial, sudah ada Kementerian Pemuda dan Olahraga yang mempunyai tugas, struktur dan fungsi yang jelas.
“Lalu, untuk apa lagi ada lembaga Staf Khusus yang akhirnya hanya menciptakan skandal-skandal. Bubarkan saja, biar tidak mempermalukan Presiden dan membebani APBN,” tutup Anggota DPR RI itu. (Syafri)