Aksi Mahasiswa di depan gedung DPRD Sumbar
PADANG, TOP SUMBAR — Sejumlah mahasiswa mendatangi dan melakukan aksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Jumat lalu (13/9). Kedatangan mahasiswa tersebut menolak Revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah pusat.
Selain UU RUU KPK aksi tersebut juga menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Koordinator aksi Randi mengatakan, mahasiswa menolak sepenuhnya RKHUP karena banyak pasal-pasal di RKHUP dinilai berbahaya dan tidak sesuai dengan nilai serta norma yang berlaku di Indonesia.
Sebagai contoh, pasal 281-282 tentang kriminalisasi tindak pidana penghinaan terhadap pengadilan atau Contempt of Court. Ia berpendapat bahwa pasal tersebut akan mengekang kebebasan pers dan kebebasan berpendapat masyarakat Indonesia.
“Di pasal ini disebutkan, masyarakat tidak boleh mengkritik hakim atau presiden, dan jika dilakukan akan masuk penjara. Itu berarti masyarakat tidak boleh bersuara terhadap permasalahan di Indonesia,” jelasnya.
Kemudian dalam pasal tersebut diatur delik contempt of court yaitu pada poin 2 dikatakan bahwa bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan tidak boleh dilakukan.
Ia juga menyampaikan, pasal lainnya yang dirasa sangat tidak masuk akal yaitu pasal 218-219 tentang penghinaan presiden dan pasal 240-241 tentang penghinaan pemerintahan yang sah.
Dalam draft RKUHP ini, istilah tindak pidana penghinaan presiden berganti dengan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
“Jadi artinya masyarakat Indonesia tidak boleh memberikan kritik terhadap kinerja Pemerintah, jika itu terjadi maka akan di pidana,” ujarnya.
Sementara, sambung dia, mahkamah konstitusi dalam putusan 013-022/PUU-IV/2006 tegas mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang demokrasi, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, dan menjunjung tinggi HAM sebagaiman telah ditentukan dalam UUD 1945 sehingga MK menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden tidak relevan.
Selanjutnya, mahasiswa juga menolak RUU PKS dimana RUU tersebut dinilai tidak sesuai dengan nilai dan norma kebudayaan dan agama. Dalam beberapa pasal di RUU PKS, terdapat poin-poin yang dianggap longgar sehingga akan melemahkan beberapa instansi pemerintah.
Misalnya saja ada poin yang menyebutkan, memperkosa istri bisa dipidanakan, dan masih banyak lagi poin-poin yang dirasa melanggar aturan dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Aliansi BEM se-Sumbar juga menyuarakan aspirasi mereka terkait kondisi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dan mulai memburuk nya kualitas udara di hampir seluruh daerah di Sumbar. Mereka mendesak agar DPRD Sumbar bisa menyampaikan keluhan masyarakat terhadap asap tersebut ke Pemerintah Pusat. (Syafri)