Oleh: Mardianton
Ketua Pemuda Muhammadiyah
Kabupaten Pesisir Selatan
Pilkada Serentak tinggal hitungan bulan. Sesuai dengan lounching KPU Pesisisr Selatan yang dilaksanakan di gedung PCC pada hari Kamis tanggal 23 Oktober 2019, bahwa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pesisir Selatan dilaksanakan pada hari Rabu 23 September 2020.
Bagi pelaku dan pemain politik hitungan bulan bukan waktu yang panjang, apalagi secara nyata aktivitas politik sudah mulai dimainkan dalam keseharian. Mulai dari membangun opini, membuat dan menyebarkan berita hoax, bahkan sampai menggoreng isu yang beredar. Padahal semua itu belum pasti kebenaranya, akan tetapi demi melumpuhkan lawan cara-cara yang tidak elegan tersebut cenderung dilakukan oleh pelaku dalam permainan politik.
Berita Hoax dalam Islam
Dalam Islam sebagaimana Allah SWT telah mewanti-wanti umat Islam untuk tidak gegabah dalam membenarkan sebuah berita yang disampaikan oleh orang-orang fasik yang termasuk di dalamnya orang-orang yang belum diketahui secara jelas sikap dan perilaku (kejujuran)-nya.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS al-Hujurat:6)
Dalam konteks hari ini, kita dituntut agar berhati-hati dalam menerima pemberitaan dari media apapun, terlebih media atau informasi dari seseorang yang isinya sarat dengan muatan kebencian kepada pihak lain.
Dalam ajaran Islam, berbohong merupakan perbuatan tercela. Pembuatan berita hoax merupakan sebuah kejahatan yang bisa menyesatkan kesadaran para pembaca atau pendengarnya. Dalam adabud dunya waddin, Imam al-Mawardi (beberapa sumber menisbatkan perkataan ini kepada Hasan ibn Sahal) mengatakan bahwa pembuat berita hoaks diibaratkan perbuatan mencuri akal sehat (penerima pesannya).
Artinya, “Dikatakan dalam Mantsurul Hikam bahwa pendusta adalah ‘pencuri’. Kalau pencuri itu mengambil hartamu, maka pendusta itu mencuri akalmu,” (Lihat Al-Imam Al-Mawardi, Adabud Dunya wad Din, [Beirut: Darul Fikr, 1992 M/1412 H], halaman 191).
Selain itu, menurut Imam Al-Mawardi dalam kitab yang sama juga dijelaskan bahwa efek negatif dari pemberitaan hoax adalah hilangnya rasa aman dan rasa tenteram. Yang ada kecurigaan, waswas, dan ketegangan.
“Bohong itu pusat kejahatan dan asal segala perilaku tercela karena keburukan konsekuensi dan kekejian dampaknya. Bohong melahirkan adu domba. Adu domba menghasilkan kebencian. Kebencian mengundang permusuhan. Di dalam suasana permusuhan tidak ada rasa aman dan relaksasi,”
Mari berpolitik secara elegan tanpa melumpuhkan lawan. “Iduik an lampu awak, jan matian lampu kawan”. Artinya, ketika dalam masa politik ada jagoan yang akan kita promosikan “kita jual”, maka jangan dilemahkan jagoan orang lain, cukup promosikan saja jagoan kita.
Puji lawan ketika dia punya prestasi, koreksi/kritik ketika ada ketimpangan. Jadi ada perimbangan, dan terkesan tidak tertuju satu arah yaitu kekurangannya saja, sedangkan kebaikannya ditutupi bahkan seolah-olah salah terus (***)